3

3.7K 261 16
                                    

Vote sebelum baca dan koment sesudahnya!
Tolong hargai penulis :)
Selamat membaca.
___

Anton dan Faranisa keluar dari ruangan Dokter Boby dengan wajah murung, mereka berdua tidak menyangka jika Farrel mengidap penyakit yang mematikan.

“Mas, bagaimana ini?” tanya Faranisa

Anton memeluk erat Faranisa menyalurkan kekuatan ia tau bagaimana perasaan Faranisa sama dengannya bagaimana tidak? Orangtua mana yang mau jika anaknya mengidap penyakit yang mematikan perasaan mereka pasti hancur, sehancur hancurnya.

“Farrel pasti sembuh , Mas akan usaha apapun akan Mas lakukan untuk Farrel” ujar Anton menenangkan perasaan Faranisa.

Faranisa mengeratkan pelukannya “janji ya Mas! Mas harus berusaha agar Farrel sehat kembali”

“iya, Mas janji”

Anton dan Faranisa ke ruangan Farrel melihat anak sulungnya yang terbaring lemas dengan berbagai alat, mereka berdua menghampiri bangkar tersebut.

“Mas pulang dulu, kamu temanin Farrel disini. Besok kita cari jalan keluar” ucap Anton sambil mengecup kening istrinya.

Mobil Anton berhenti diperkarangan rumah yang tampak gelap, ia turun dari mobil. Anton melihat miris anak bungsunya yang tertidur di depan rumah tanpa alas apapun. Anton segera mengendong tubuh mungil itu membawanya ke dalam kamar.

Anton pun mengantikan seragam Rafael dengan hati – hati takut mengganggu tidur anaknya. Setelah itu Anton membalut tubuh Rafael dengan selimut sebatas dada.

“maafin Ayah sayang, lagi dan lagi kamu terabaikan dengan semua situasi yang ada. Semoga kamu mengerti ya nak” ucap Anton dan mengelus surai hitam Rafael dan tidak lupa menyematkan ciuman hangat di kening Rafael.

Hari demi hari berlalu, Rafael merasa kesepian dan tidak ada yang memperhatikan dirinya.
Ayahnya sibuk bekerja dan setelah itu menemani Farrel yang masih menjalani perawatan di rumah sakit. Bundanya pagi pagi sekali pulang hanya untuk membuat sarapan dan mengambil segala kebutuhan Farrel dan selanjutnya pergi ke rumah sakit.

Rafael kecil hanya tersenyum masam saat orangtuanya tidak ada waktu untuk dirinya semuanya hanya ada Farrel dan Farrel. Sehingga rasa iri dan benci mulai timbul dalam diri Rafael.

Pagi hari ini Rafael telah siap untuk sekolah, ia telah memakai seragam. Rafael tersenyum melihat Faranisa yang berada di dapur.

“bunda, udah pulang?” ucap Rafael seraya menarik kursi “bunda Rafa mau bawa bekal dong? Udah lama Rafa gak bawa bekal” pinta Rafael

Faranisa masih sibuk dengan pekerjaannya tanpa menoleh melihat Rafael Faranisa menjawab “Bunda sibuk, kamu makan di rumah aja ya itu Bunda udah siapkan. Bunda bisa telat jika membuat bekal kamu, kasihan Farrel ditinggal terlalu lama”

Rafael hanya mengangguk, seraya memakan makanannya yang telah di siapkan Faranisa. Ia telah biasa dengan penolakan penolakan Faranisa, dan seharusnya tidak membuatnya sedih karena ia sudah terbiasa bukan satu atau dua kali tapi telah puluhan kali tapi rasanya tetap saja sakit dan kecewa.

“Rafael, Bunda pergi dulu. Nanti kamu di jemput sama supir ya? Karena hari ini kita semua akan ada pemeriksaan genetika jadi kita sekeluarga akan diperiksa untuk keperluan donor Farrel. Kamu mengertikan sayang?”

“hu’um” jawab Rafael dengan gumaman ia terlalu malas membahas tentang Farrel, Faranisa mengecup kening Rafael dan melenggang pergi meninggalkan Rafael seorang diri di meja makan.

Setelah pulang sekolah seperti tadi pagi Faranisa katakana Rafael di jemput oleh supir menuju rumah sakit, selama dua minggu terakhir ini Farrel di rawat dan baru pertama kali untuk Rafael melihat kakaknya tersebut.

Tubuh kakaknya mulai mengurus dan warna tubuhnya yang warna putih pucat dan terbaring dengan berbagai alat penompang kehidupan.

Ayah dan Bunda nya sedang melakukan pemeriksaan, ntahlah Rafael tidak terlalu mengerti dengan semua ilmu kedokteran, di usianya yang masih kecil hanya mengerti bermain dengan teman sebayanya.

Anton dan Faranisa keluar dari ruang perawatan dengan wajah lesu, guratan garis lelah tampak di mimik wajah kedua orang tuanya.

“tenanglah kita harus menunggu hasil keterangan dari dokter? Kita berdoa semoga salah satu dari kita ada yang cocok” ucap Anton menenagkan Faranisa

“semoga saja Mas, kita tidak tau harus mencari kemana lagi jika tidak ada yang cocok” ujar Faranisa

Anton terdiam dengan berbagai pikiran, apa yang Faranisa katakana ada benarnya, jika genetika  mereka berdua tidak cocok siapa yang akan melakukan dan membantu Farrel. Seketika matanya melihat Rafael yang duduk dengan mainan ditangannya, apakah mungkin ia harus mengorbankan anaknya hanya untuk kepentingan anaknya yang lain. Ntahlah ia rasa mungkin ia akan melakukannya.
Berkorban sedikit mungkin tidak masalah?

Tbc.

7 Oktober 2019

Sesal (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang