7

3.3K 260 15
                                    

Vote sebelum baca dan koment sesudahnya!
Tolong hargai penulis :)
Selamat membaca.
___

8 tahun kemudian

Rafael menyandarkan tubuhnya ke dinding kepalanya berdenyut sakit, darah keluar dari hidung dan pelipisnya, bibirnya pun sedikit sobek karena tamparan dari sang Ayah.

Rafael kesal dengan semua yang ia jalani selalu menjadi bayang bayang Farrel. Apakah Rafael salah jika ia ingin hidup normal seperti anak anak lainnya? apakah ia salah memperjuangkan hidupnya? Kenapa ia harus mengorbankan anggota tubuhnya untuk Farrel, kenapa mereka tidak mengerti apa yang dia inginkan. Rafael sungguh lelah, capek menjalani semua ini.

Rafael meremas rambutnya, kepalanya pusing tidak bisa ia tahan, Rafael membanting kepala nya ke tembok berharap sakit itu bisa berkurang.

“arrgghhhhhhh sampai kapan aku begini tuhan, aku lelah” teriak Rafael

Darah mengalir disekitar dahinya, tembok bercat putih bersih sekarang menjadi merah karena noda darah Rafael.

Rafael mencoba mengatur napasnya semua bayang bayang yang dilakukan Faranisa dan Anton datang perlahan secara slow motion. Membuat Rafael memejamkan matanya menikmati rasa sakit itu, dan tidak terasa air mata itu meluncur dengan mulus ke pipi tirusnya

“Rafael harus nurut apa yang Bunda katakan, jika kamu gak mau bunda pukul lagi dengan ini” ujar Faranisa menunjukan ikat pinggang.

“jika Rafael nurut dan tidak nakal lagi, Bunda janji gak akan pukul kamu”

Rafael kecil dengan isak tangisnya hanya diam, punggungnya terasa perih dan sakit akibat pukulan dari Bundanya.

Bohong! Bunda selalu berkata seperti itu, tapi kenyataannya Bunda selalu marah dan mukul aku batin Rafael.

“Ayah udah katakan sama kamu, semua yang ada dalam dirimu adalah milik Farrel! Termasuk tubuhmu!” bentak Anton

Rafael memukul dadanya yang terasa menyesakan, kenapa rasanya sesakit ini. Setiap hari menjani hidup seorang diri didalam kegelapan yang mereka buat.

Farrel membuka matanya, ia melihat sekeliling rupanya ia berada di dalam kamarnya. Farrel memijit pelipisnya yang terasa pusing. Farrel mengingat bagaimana bisa ia berada di sini.

Farrel memejamkan matanya sejenak menikmati rasa sakit itu. Tadi saat upacara ia jatuh pingsan karena keadaan tubuhnya yang drof. Padahal tadi pagi Bundanya telah mengingatkan dirinya jangan terlalu kecapean.

Farrel menyibak selimut yang berada di tubuhnya, dan keluar dari kamar hal yang pertama ia cari adalah adiknya-Rafael.

Farrel selalu merasa tidak berguna menjadi kakak karena ia tidak bisa menjaga adiknya dari amukan kedua orangtua mereka. Jangankan menjaga adiknya menjaga tubuhnya saja Farrel tidak bisa.

Di setiap langkah Farrel menghela napas, kali ini apa yang akan mereka lakukan terhadap adiknya pikir Farrel.

Farrel melihat Faranisa yang menata makanan dan Anton sedang asyik dengan mac booknya. Farrel mengedarkan matanya kesegala penjuru di sana ia tidak melihat Rafael.

Farrel menepuk dahinya kenapa ia tidak memeriksa kamar sebelahnya sebelum turun, Farrel melangkahkan kembali ke anak tangga sebelum suara bariton Ayahnya terdengar membuat langkah kakinya terhenti.

“mau kemana kamu? Kemari ini waktunya makan” tanya Anton memperingati

“aku mau manggil Rafael?” ujar Farrel dan kembali melangkah

“tidak usah, buat apa kamu mikirin dia? Kamu pikirin aja diri mu sendiri, kalo lapar juga dia nanti pasti turun dan makan” ujar Anton

Farrel menghela napasnya, selalu seperti ini. Kenapa orangtuanya gak pernah mengerti keadaan Rafael, apa mereka lupa jika mereka mempunyai dua orang anak, bukan cuman dirinya saja yang harus di perhatikan.
Maaf batin Farrel

Sesal (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang