Dean benar, Retha tak sepenuhnya tahu tentang Arka. Bagaimana kehidupan cowok itu di luar sekolah bukanlah jangkauannya.
Sama seperti malam ini, setelah pulang sekolah tadi ia terus menempel pada Arka dan meminta maaf atas perlakuan Dean kepadanya, cowok itu malah membawanya ke sebuah kelab malam. Bahkan dengan setelan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya. Yang membuat Retha heran, mengapa mereka tak dicegat pada pintu masuk kelab. Jelas mereka adalah anak di bawah umur, kelab bukanlah tempat yang lumrah bagi seorang pelajar.
Di sini Retha baru menyadari bagaimana berkuasanya seorang Arkana Kanaka.
Retha mendesah saat Arka lagi-lagi meneguk segelas bir hingga tandas. Ia tak habis pikir bagaimana cowok itu masih bisa mempertahankan kesadarannya saat sudah hampir tiga botol yang ia minum sendirian. Apakah dia seorang maniak alkohol?
Seorang gadis dengan rok mini tiba-tiba menghampiri mereka. Retha fokus menatap mata yang dilapisi softlens cokelat itu, jelas ia hanyalah gadis penggoda.
"Sudah cukup dengan alkohol."
Mata Retha membulat saat tiba-tiba gadis itu menjatuhkan duduknya di atas pangkuan Arka dengan kedua tangan yang melingkar di leher cowok itu. Sepertinya Arka pun tak menolak. Ia justru merengkuh pinggang ramping milik si gadis penggoda.
Keterkejutan Retha tak sampai di situ. Jantungnya bahkan berdegup kencang saat keduanya justru saling menempelkan bibir, saling melumat satu sama lain.
Ah, Retha benar-benar sudah tidak tahan. Ia langsung mengalihkan pandangan. Ini kali pertamanya masuk ke kelab malam dan juga menjadi pengalaman pertamanya melihat adegan ciuman yang selama ini hanya ada di drama-drama korea yang ia tonton.
Arka sudah membawa dunianya ke tempat yang berbeda, yang selama ini tidak pernah ia jamah, dan ia melakukan ini hanya dalam waktu dua hari. Retha tidak mempercayai itu. Namun ia tidak akan menyerah sampai ia tahu mengapa hanya Arka yang tidak bisa ia baca isi hatinya.
Mungkin hanya melalui Arka ia bisa terlepas dari kemampuan aneh ini.
"RAZIAAAAAA!!"
Retha terlonjak, jantungnya langsung berdentum. Mendadak suasana menjadi begitu ricuh. Ia terpaku, tubuhnya membeku, mungkin karena shock atau sejenisnya ia menjadi tak bisa mengontrol gerakannya.
Sampai akhirnya Arka menarik pergelangan gadis itu. Ia membawanya menerobos kericuhan menuju pintu belakang.
Sial. Mereka dikepung. Arka langsung menutup kembali pintu kayu yang seharusnya bisa ia gunakan untuk kabur. Lorong yang sempit membuat posisinya dengan Retha begitu dekat. Wajah ketakutan Retha langsung tertangkap oleh retinanya. Napas gadis itu memburu dan matanya memerah seperti hendak menangis.
Arka mengumpat, jika ia sendirian mungkin tidak apa-apa ia tertangkap, namun kali ini ia bersama Retha, ia tidak mungkin menyeret gadis itu dalam masalah. Bagaimanapun caranya mereka harus bisa keluar dari tempat ini.
Arka kemudian merogoh saku celana putih abu-abunya lalu mengambil ponsel dari sana. Ia menempelkan benda itu ke telinga setelah mendial nomor seseorang.
"Cepat alihkan perhatian polisi."
Suara Arka terdengar geram, rahangnya memerah, sorot matanya berkali-kali lipat lebih tajam dari biasanya. Retha memang takut, tapi entah mengapa ia percaya bahwa Arka akan membawanya keluar dengan selamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Hi, Arka
Teen FictionHanya dalam dua hari semuanya berubah. Saat kau datang dan menarikku tanpa sengaja, kau tak membuatkan pintu untukku keluar. Aku terkunci dalam hatimu yang beku. -Rethalia Putri.