"Bangun Retha, udah siang!"
Gadis dengan piyama motif bunga-bunga berwarna merah muda itu lantas mengerjap saat didengarnya suara sang bunda. Ia menggeliat sebentar, meregangkan otot-ototnya.
Retha kemudian terdiam menatap langit-langit kamar. Terlalu banyak yang terjadi kemarin hingga membuatnya malas barang untuk membangunkan tubuhnya dari kasur sekalipun.
Setelah semalam ia berbohong kepada bundanya dengan mengatakan ia habis dirampok, sekarang Retha menyesal kenapa tidak berkata jujur saja agar wanita itu mengizinkannya beristirahat selama beberapa hari di rumah. Setidaknya sampai bayangan Arka tak mengganggu pikirannya lagi.
Jika berbicara tentang Arka, sebenarnya Retha masih bingung kenapa cowok itu malah kembali setelah menyerahkam dirinya kepada anak-anak kelas dua belas. Retha sudah benar-benar berpikir kalau malam itu adalah hari terakhirnya menghirup udara.
Rahang keras Arka yang terlihat begitu kokoh dan pahatan sempurna di setiap lekuk wajahnya adalah masalah terbesar Retha saat ini. Wajah cowok itu terus membayang di kepalanya. Momen saat Arka datang begitu gagahnya dan mengangkat tubuhnya ke dalam gendongan.
Retha menarik selimut hingga menutupi bibir. Kenapa pula wajahnya menjadi begitu panas saat mengingat cowok itu.
Ah, Retha menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhnya. Siapa pun tolong hapus bayangan Arka dari benaknya.
"Retha?"
Gadis itu segera menyibak selimut lalu menoleh menatap bundanya yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Kamu itu ya, belum bangung juga."
Retha mendengus. "Iya Bun, ini juga udah mau bangun."
"Yaudah kamu cepetan mandi terus siap-siap." Setelah itu bunda kembali menarik pintu kamar putrinya, namun saat tersisa beberapa senti lagi ia kembali membukanya untuk sekadar menyembulkan kepala. "Oh ya, Bunda lupa. Hari ini ayah mau berangkat ke luar kota. Kamu harus cepet biar bisa pamitan sama ayah di ruang makan."
Retha menghela napas, ia kemudian meringsut turun dan membersihkan diri seperti apa yang diperintahkan bundanya.
🐳🐳🐳
"Yan, Om titip Retha ya."
Dean yang tadinya hanya duduk dan fokus mengutak-atik ponselnya jadi menoleh menatap Farhan yang baru saja selesai menyeruput kopi miliknya. Lelaki dengan wajah tegas itu terlihat begitu berat meninggalkan putrinya.
Dean mengangguk. "Tentu saja Om, Dean pasti akan jagain Retha."
Farhan tersenyum. Lelaki itu adalah sosok yang begitu ramah dan menyayangi keluarganya, apalagi Retha yang notabene-nya putri sematawayangnya.
Terkadang Dean merasa cemburu terhadap Retha yang mempunyai ayah yang begitu menyayanginya dan bertanggung jawab. Tidak seperti ayahnya yang sudah meninggalkan dirinya dan sang mama sampai akhirnya ia lupa bagaimana wajah ayahnya, atau lebih tepatnya Dean memang sengaja melupakannya.
"Bagaimana kabar mama kamu?"
Dean menghela napas. "Baik kok Om, mama sekarang lagi sibuk ngurus restoran kecil-kecilannya."
"Syukurlah, sekarang mamamu mempunyai pekerjaan tetap. Kalau ada waktu, ajak Retha untuk bantu-bantu."
"Rencananya sepulang sekolah nanti Dean bakalan ngajak Retha mampir ke restoran Om, katanya mama lagi buat menu baru."
Farhan mengangguk lalu kembali menyeruput kopinya. Keheningan kemudian menyelimuti sepasang laki-laki yang terpaut usia cukup jauh itu.
Sampai akhirnya Retha bergabung bersama mereka. Gadis itu langsung menarik keduanya menuju meja makan, pasalnya ia sudah sangat kelaparan karena semalam tak sempat makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Hi, Arka
Teen FictionHanya dalam dua hari semuanya berubah. Saat kau datang dan menarikku tanpa sengaja, kau tak membuatkan pintu untukku keluar. Aku terkunci dalam hatimu yang beku. -Rethalia Putri.