🏡 Tukang Ojek

97 14 1
                                    

   Siang ini ceritanya Reyhan dan Sonya sudah jalan-jalan, dengan membawa sekresek eskrim di genggamannya, kini Sonya mengikuti Reyhan sampai pangkalan ojek. Ya, mereka tidak naik kendaraan pribadi, karena motor Reyhan di bengkel, sedangkan motor yang satunya  dipakai Adit nongkrong. Harusnya Reyhan ikut nongkrong bersama Adit tapi dia terlambat bangun, dan dengan kejamnya Adit yang makin hari semakin pikun meninggalkan dirinya di rumah. Jadi daripada Reyhan tidur di rumah seharian lebih baik jalan-jalan bersama Adik cerewetnya.

Akhirnya  mereka putuskan untuk naik ojek saja, katanya malas naik angkot, harus desak-desakan apalagi kalau sudah ada Ibu-Ibu yang badannya montok haduhh... makin sesak. Walaupun ongkosnya dua kali lipat, tapi harga tidak jadi pikiran  kalau ada uang.

"Bang ojek dong." panggil Reyhan kepada salah satu  tukang ojek.

"Oke siap, berdua?" tanya si tukang ojek.

"Iya Bang." jawab Reyhan.

"Oyy.. Mukhsin, angkut lagi nih." panggil tukang ojek kepada temannya yang sedang duduk di motornya.

"Kamu sama dia aja ya, sekalian bayarnya ke dia." kata si tukang ojek kepada Reyhan sambil menunjuk temannya. Reyhan pun mengangguk dan menghampiri tukang ojek yang bernama Mukhsin itu.

"Siap, tujuannya kemana nih?." tanya si tukang ojek yang diketahui bernama Mukhsin.

"Ke Kampung Rusuh, Jalan. Sari, Blok. Min , RT. 01/RW. 01." jawab Reyhan.
"Owh, Kampung Rusuh toh, ya udah ayok, enam puluh ribu ya." kata si tukang ojek itu.

"Iya, bayar nanti kalau udah sampe aja ya Bang saya gak bawa duit kecil." kata Reyhan.

"Di kecilin dulu aja Mas, ini saya bawa gunting." si tukang ojek malah ngelawak, buang-buang waktu saja.

"Bang jangan ngoceh mulu dong, ini eskrim saya keburu cair." protes Sonya yang entah sejak kapan sudah duduk di motor lengkap dengan helm yang melindungi kepalanya.

"Udah Bang kita duluan aja." perintah Sonya kepada si tukang ojek.

Setelah Sonya dan tukang ojek satunya berangkat, ojek yang Reyhan tumpangi pun menyusul. Kini cuaca cerah ditambah ciri khas suara motor bebek yang nyaring memekakkan telinga membuat angan-angan Reyhan ingin segera sampai di rumah, tujuan utamanya sih pasti untuk tidur, tapi di tengah perjalanan Reyhan sempat menawar ongkos kepada Mukhsin.

"Bang." panggil Reyhan.

"Hmm, ada apa? Mau boker? Jangan di sini saya gak tahu toilet umum daerah sini." kata si tukang ojek. Reyhan mulai kesal rasanya, dia geram ingin memukul helm yang dipakai si tukang ojek.

"Yaelah bukan begitu, saya mau nawar ongkosnya, lima puluh ribu aja ya Bang biar pas." tawar Reyhan, yang langsung disetujui si tukang ojek. Pikir Reyhan si tukang ojek baik banget, biasanya kalau tukang ojek lain gak mau di murahin, gak sia-sia memang sifat irit Kahi mengalir di diri Reyhan.

"Iya, segitu saja." kata si tukang ojek.

"Oke sip lah." kata Reyhan.

  Tapi Reyhan rasa ada yang sedikit aneh dengan jalan motornya, sedikit berguncang bagaimana gitu. Pas dilihat jalannya, ternyata si tukang ojek milih jalan yang berbatu, bukannya menghindar tapi malah diterobos. Padahal di samping itu jalannya bagus, jelas dia langsung protes,
"Bang kok gak ngehindar sih? Berbatu gini, kan pantat saya sakit ini." si tukang ojek hanya menggidikkan bahunya.

"Ya gimana ya, saya juga bingung." kata si tukang ojek. Lah si Abang minta dipukul beneran helmnya, pikir Reyhan.

"Yaelah Bang, ini jalannya jangan ke sebelah sini dong! Masa mepet ke tanah gini, remuk tulang ekor saya lama-lama kalau begini." Reyhan mulai cerewet bak Emak-Emak kehilangan ikan asin yang digondol kucing.

KAMPUNG RUSUH[LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang