lima belas

11.8K 2.2K 93
                                    

On Shape dipenuhi oleh banyak pria pagi ini. Kebanyakannya adalah pria-pria yang sering digoda oleh Miu. Yah, tentu saja. Kerjaannya kan hanya menggoda hingga pria-pria itu luluh dan menghilang begitu saja. Miu menopang dagunya, duduk di salah satu kursi istirahat sambil memperhitungkan pendapatannya bulan ini.

"Kalau saja selalu ramai begini, aku akan membuka cabang baru yang lebih besar," gumam Miu pada dirinya sendiri. "Ah, atau aku beli mobil saja dulu?"

"Kau bisa minta pada Papa, kau tahu?" Miu mendongak ketika mendengar sebuah suara yang familiar menyapanya. "Papa tidak pernah keberatan memberikan uang supaya kau tetap hidup enak."

Miu tersenyum ketika melihat pria tampan bertubuh tinggi berdiri di hadapannya.

"Wah, apa kau artis cina terkenal Dylan Wang itu? Bagaimana kau bisa sampai Korea dan bisa bahasa Korea?" goda Miu membuat pria itu mendengus.

Dylan Wang, adik laki-laki beda ibu (dan Miu sempat membencinya dan ibunya) yang baru ia ketahui ketika kelas dua SMP. Setahun setelah kematian ibunya, ayahnya membawa Dylan beserta ibunya dan mengenalkannya sebagai keluarga Miu. Hal yang membuat Miu terpukul, mengetahui jika ayahnya punya anak dari wanita lain. Hubungan mereka memburuk sejak saat itu, tetapi Dylan adalah satu-satunya yang berusaha keras berada di pihak Miu walau ia tahu kehadirannya saja sudah menyakiti hati kakaknya itu.

"Kau bercanda ya? Aku ini kan adikmu!" sahut Dylan menekankan kata adik pada wanita yang tiga tahun lebih tua darinya.

Miu tertawa, mengulurkan tangannya untuk menarik Dylan ke pelukannya. "Jadi, adikku yang menyebalkan sudah besar ya?" ujar Miu sambil mengusap kasar rambut Dylan.

"Aduh, Kak! Rambutku berantakan tahu!" pekiknya tak terima sambil berusaha melepaskan pelukan Miu.

Lagi-lagi Miu tertawa. Ia melepaskan pelukannya, menatap adiknya itu sambil tersenyum. Dylan tumbuh menjadi pria tampan sehingga ketika ia kuliah di Cina, ia ditawarkan menjadi aktor oleh agensi terkenal di sana. Pria itu sangat sibuk hingga jarang menelepon Miu. Padahal biasanya ia akan menelepon dan merengek selama berjam-jam mengenai kuliah, teman dan sejenisnya.

"Kenapa kemari?" tanya Miu.

"Aku rindu. Lagi pula, Papa dan Mama juga memintaku untuk membawamu kembali ke rumah," kata Dylan merajuk. "Sampai kapan kau mau tinggal di apartemenmu?"

"Aku punya pekerjaan dan apartemen, buat apa pulang ke rumah? Rumah itu buatmu saja," celetuk Miu. "Aku juga tidak tertarik mengurus perusahaan, jadi kau yang jalankan."

"Mana bisa begitu!" protes Dylan sambil duduk di hadapan Miu dengan wajah mencebik. "Kau kan putri sulungnya!"

Walau sebenarnya Dylan merasa tak enak pada Miu karena selama ini ia lebih dinomorsatukan dan Miu hanya menjadi si nomor dua. Ia memang suka perhatian ayahnya, tetapi ia lebih suka jika Miu kembali ke rumah dan tinggal bersamanya dan orang tua mereka.

Miu berdecih, mengulurkan tangan untuk memukul kening Dylan keras. "Jadi karena aku ini putri sulung, kau mau melimpahkan semua kesulitan padaku?" tanya Miu dramatis dengan satu tangan menyentuh dada. "Kasihanilah Kakakmu yang harus hidup dengan membantu orang lain membentuk tubuhnya!"

"Tidak ada siapapun yang menyuruhmu hidup begini! Lagi pula, kau bilang kau sudah tidak marah lagi pada Papa dan Mama!" rajuk Dylan seperti anak kecil.

Miu mengangkat tangannya, menunjukan kepalan tangan pada Dylan. "Kau tahu ini apa?" tanyanya seperti karakter antagonis di drama. "Aku bisa menghajarmu kalau kau bertingkah sok imut lagi."

Dylan mencebik. "Lalu kenapa kau tak kembali?"

Miu menatap Dylan sejenak, melirik On Shape dan beberapa pegawainya yang sedang sibuk dan tersenyum. "Aku menemukan hal yang ingin kulakukan di sini," katanya kemudian beralih menatap Dylan. "Memang cuma hal kecil dan tidak kelihatan berarti, tapi aku bahagia dengan semua ini."

Through The MomentsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang