Minta vot boleh donk ya...
Dermawan ga dosa kok... 😉Matahari bersinar di seperdelapan langit, kala itu lalu lintas terlihat ramai lancar seperti biasanya. Mondar-mandir berlawanan arah, kadang klakson bersahutan entah apa yang sedang mereka perdebatkan. Taeyong masih setia duduk di tempat, menikmati segelas ice americano buatan karyawannya.
Manik kembarnya tetap diam, seolah memandang satu titik beku. Namun sebenarnya, tidak ada satu pun yang menarik untuk dipandang di depan sana.
"Kau akan terlambat lima belas menit ke kampus Taehyung. " Jhonny datang, mengingatkan.
Taeyong berdecak, "Shit. " lanjutnya, membuat Jhonny melotot tidak terima diumpati.
"Entahlah, aku menyesal jadi orang baik. " Setelahnya Jhonny menendang meja, melampiaskan kekesalannya. Tidak peduli benda itu akan patah atau rusak parah, lain kali dia tidak akan mengingatkan Taeyong lagi. Biar saja orang itu uring-uringan tidak jelas.
Taeyong mendesah, ketika pintu mobilnya ia tutup kembali dari dalam. Sedikit menyesal karena menyinggung Jhonny yang bermaksud baik, tapi ya sudahlah tidak ada gunanya menyesal; terlanjur. Mobilnya melaju seperkian detik kemudian, membelah jalanan kota. Dia memiliki sedikit waktu untuk sampai tepat waktu. Lamunannya hari ini terlalu banyak sampai tidak tahu apa saja.
"Maaf terlambat. " Taeyong membantu membukakan pintu di sebelah kursi kemudi dari dalam.
Taehyung masuk setelahnya, melebarkan senyum seperti biasa. "Tidak apa, tidak dingin juga. Langit bagus, sedang musim panas. " katanya lagi.
Taeyong mengangguk saja, terlampau terbiasa dengan kata acak Taehyung. Kadang, dia terlambat mengerti apa yang sedang Taehyung katakan meski lebih dari sepuluh tahun mereka tinggal dalam satu atap. Bagi Taeyong, lebih baik begitu dari pada tidak mengerti sama sekali.
"Datang paman kapan? " tanya Taehyung kemudian dengan tangan yang sibuk mengenakan sabuk pengaman. Memicu Taeyong gemas memandangnya sehingga tidak sabar lalu membantunya. "Terima kasih. "
"Minta bantuan jika tidak bisa, ada tempatnya sendiri untuk kata menyusahkan. "
"Tahu, baiklah Taeyong. "
Taeyong kembali menyalakan mesin mobilnya, berpindah tempat ke bandara untuk menjemput sang ayah yang sudah sepekan ini berada di Jeju untuk mengisi kuliah umum. Pria yang sudah menginjak angka enam puluh lebih itu tetap aktif untuk mengisi kuliah di dalam maupun di luar kota. Bahkan beberapa kampus di luar negeri sana mengundangnya namun Taeyong melarang.
Ayah masih tetap menjadi seorang jaksa, perannya masih dibutuhkan di pengadilan, dan masih tetap menuntut para terdakwah yang mengelak bersalah. Taeyong kembali membantu Taehyung untuk membuka sabuk pengamannya. Lantas membuka pintu dan turun dari sana, mengawasi Taehyung dengan berjalan di belakangnya.
Taeyong kembali ditenggelamkan pada lamunan, ketika begitu saja irisnya menghampiri tangan kanan Taehyung yang tidak berfungsi dengan baik. Ada jahitan melintang di ibu jarinya, kata dokter sudah tidak akan bisa berfungsi lagi. Sebab sendi pelana di dalamnya tak bisa diperbaiki, yang mereka lakukan hanya membuatnya terlihat lebih baik.
"Tanganmu tidak sakit? " Taeyong bertanya tanpa sadar, mengundang tatapan dari iris jelaga Taehyung. "Tangan kananmu. " lanjutnya lagi, melihat Taehyung tidaka paham.
"Tidak sakit, masalah tidak ada. " dia akan mengatakan itu berapa kali pun pertanyaan yang sama terulang. Taehyung tetap akan mengatakan baik saja meski dia merasa tersiksa dengan beraktivitas menggunakan tangan kirinya. Semua ia lakukan dengan tangan kiri, tangan kanannya sulit untuk bergerak. Jika dipaksa, maka berujung kram dan itu sakit sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Glasses
أدب الهواةTaehyung tahu bahwa Taeyong tidak menyukai kehadirannya, akan tetapi Taeyong menyayangi dirinya seperti ayah dan ibu lakukan dulu. Selama ada Taeyong, Taehyung tidak takut apapun. Dokter Kim Seokjin juga mengatakan jika Taeyong akan selalu menyayang...