Am I dumped?

810 94 10
                                    

Hujan malam hari memang bukan pilihan bagi setiap orang untuk keluar rumah. Lain halnya dengan Taeyong, bersama hati yang dipaksakan untuk rela keluar rumah demi menjemput Taehyung di asrama. Sepuluh menit yang lalu, bocah itu menghubungi dengan ribut. Berakhir Taeyong merelakan waktu merebahnya di atas kasur. Dia tidak ingin ambil resiko jika Taehyung lupa jalan, apalagi ia mengajak Kim Renjun putra dokter Kim yang baru saja menginjakkan kaki di Korea.

Taeyong sudah terbiasa disusahkan, bagaimana pun juga dia tidak ingin Taehyung membuat masalah di luar sana dan berakhir melukai dirinya sendiri atau Renjun. Sebab Taehyung sudah menjadi tanggung jawabnya, Taeyong berjanji pada dirinya sendiri tentu saja.

"Maaf ya Taeyong, kamu pasti sebal padaku. Tapi tidak papa, biar aku yang bayar makanannya. Aku punya uang."

Taehyung berkata panjang lebar, setelah pantatnya nyaman duduk di jok belakang bersama Renjun yang menyapa canggung. Taeyong hanya memutar matanya, kepalang gemas bercampur sebal. Memang sejak kapan Taehyung tidak menaikkan tensi darahnya?

Taeyong mulai menjalankan mobil silvernya, lantas melirik sejenak dari kaca deshboard, "Uang darimana? Kalau uang jajanmu terserah saja, jika habis sebelum waktunya aku tidak akan memberimu lagi."

Taehyung berdecak, lalu mencondongkan tubuhnya mendekat pada kursi kemudi, "Ini uang dari hasil kujual lukisan. Uangku banyak sekali, lebih banyak dari uangmu."

Taeyong memutar tubuhnya, setelah berhenti karena lampu merah. "Siapa yang membelinya?"

"Orang."

"Aku tahu Taehyung," katanya berdecak, "siapa nama orang yang membeli lukisanmu?" Taehyung mengerjapkan matanya, tanda ia sedang berpikir keras.

"Tidak tahu. " Jawabnya kemudian menggendikkan bahu, "dia tidak beritahu nama." Taeyeong akan menimpalinya lagi, namun klakson dari pengendara lain menghentikannya berbicara dan segera melajukan mobil.

"Lain kali tanyakan namanya, dunia ini tidak sesederhana itu Taehyung. Sudah kubilang berulangkali, kau tidak mengingatnya?" Taehyung tidak menggubris, dia malah berpaling menghadap jendela dan mengabaikan Taeyong. Dia sudah berganti mood ternyata, Taeyong menyadari itu. "Baiklah kita tidak jadi pergi ke Starbucks, ini hukuman untukmu." ujarnya kemudian.

"Kau Jahat!"

Renjun tersenyum melihat interaksi absurd dua bersaudara di depannya. Lucu sekali menurutnya, dia jadi ingin cepat bertemu ayahnya di rumah. Tapi, mana mungkin sudah pulang melihat ini masih pukul 8 malam. Sedangkan ayahnya sudah bilang bahwa hari ini ia sedang sift malam, itulah mengapa dia memenuhi ajakan Taehyung.

"Maaf Renjun-ah, kau harus melihat kami berdebat." Taeyeong menegur dari tempatnya mengemudi, dan menerima gelengan dari putra dokter yang merawat Taehyung selama ini.

"Ah, tidak masalah Hyung-nim. Itu tidak sekalipun menggangu."

"Tidak usah sungkan untuk akrab dengan kami, hm?"

Taeyong mendesah melihat bagaimana dia merasa tidak membuat orang lain nyaman. Sedangkan Taehyung masih sibuk merajuk, menempel pada kaca sebelah kiri. Untunglah Renjun paham bagaimana keadaan Taehyung yang sebenarnya.

Ketika sampai di depan restoran tidak sedikit pun Taehyung menoleh ke belakang. Renjun juga dilupakan olehnya, pemuda itu merasa senang untuk pertama kalinya dengan sesuatu yang berbeda. Dia membungkuk santun pada Jhonny yang menyambutnya. Sedang Taehyung masih memasang wajah tajam pada Taeyong yang berdiri di depan pintu.

"Ingin sup ayam gingseng? "

Taehyung mengangguk, "Buatkan aku teh madu."

"Okay, baiklah. Duduklah yang manis, kubuatkan setelah ini." Taehyung menurut, beranjak duduk di tempat kesukaannya. "Ada apa? Kau menggodanya lagi?"

GlassesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang