"Kami membutuhkan persetujuan anda untuk melakukan operasi, putra anda mengalami aneurisma aorta abdominalis, pendarahan terjadi pada pembuluh darah yang berada dalam perut. Hal ini disebabkan karena putra anda pernah mengalami kejadian kecelakaan atau mungkin pukulan dari benda tumpul. Syukurlah anda membawanya ke rumah sakit tepat waktu."
Satu jam berlalu begitu lambat, pernyataan dokter masih menenggelamkannya ke dasar. Sendat ragu hatinya ketika melihat wajah pucat berkeringat Taehyung. Anak itu hanya memanggil ayah dan ibunya di ujung kesadaran. Ayah menyesal karena mengabaikan putra bungsunya, mengabaikan saat seharusnya ia memperhatikan lebam di ibu jari anak itu.
"Taeyong-ah, kau tahu sesuatu nak? " untuk pertama kali ayah menanyakan prasangkanya pada si sulung: begitu pelan agar tidak menyinggung perasaan.
"Aku tidak tahu. " Taeyong menjawab apa adanya bukan dia memendam takut namun dia masih menghukum dirinya.
Ayah menghela napas, "baiklah, Ayah akan menunggu sampai kau ingin menceritakannya. Ayah tidak memaksa, karena Ayah percaya padamu. "
Hening kembali melingkupi ruang tunggu di depan ruang operasi, masih dalam keadaan malam melintup waktu. Taeyong tanpa henti bergulat dengan pikirannya yang runyam tak berujung. Dia menyesali sudah tak acuh pada perkataan Jhonny, dan mengabaikan Taehyung yang sudah jelas ia tahu bahwa anak itu meminta pertolongan padanya.
Bukan hanya sekali Taeyong mendapati pendar memohon pada iris Taehyung saat bertemu di sekolah, kali itu pula ia pernah sekilas melihat adik tak sedarahnya merenung di belakang sekolah. Banyak desas-dasus buruk memakan nama baik Taehyung. Akan tetapi Taeyong memilih menutup telinga: tidak menggubrisnya.
Selama ini memang semesta sengaja membiarkan Taeyong melakukan apapun yang dia inginkan. Termasuk membenci presensi Taehyung dalam lingkup kehidupannya, namun bukan berarti keterdiaman itu membuat Tuhan abai akan makhlukanya, justru ada hal lebih luar biasa di baliknya.
Kekosongan terlampaui begitu lamban, Ayah masih dengan gelisah menunggu kepastian dari belakang meski letih menggumang. Pada helaan napas terakhir pintu berkaca tebal terbuka, menampakkan para medis yang sedari tadi menggantungkan nasib putra bungsunya.
Ayah menggernyit ketika dokter membungkuk padanya, semakin mendukung firasat buruk yang berusaha tertepis habis, "mohon maafkan kami, sudah lalai ketika menyampaikan keadaan pasien pada wali. Tuan, selain pendarahan pada rongga perutnya, putra anda mengalami patah tulang sendi ibu jari. Kami sudah berusaha memperbaikinya namun_"
"Berhasil? " Ayah menyela, rasa lega sempat menghinggapi saat tahu bahwa putranya selamat. Akan tetapi kekhawatiran lain mulai mendatangi, "apa yang akan terjadi jika operasi tidak membantu? " sambungnya lagi setelah melihat dokter memandang tanpa jawaban.
Sejenak sang dokter menghebus napas sesal, "Putra anda tidak bisa menggunakan jari-jari tangan kanannya untuk membantu aktifitas."
"Itu berarti putraku lumpuh? "
"Tidak sepenuhnya, mungkin terapi sedikit membantu." dokter itu membungkuk lagi, "Sungguh mohon maafkan kami. " lalu pergi setelah menerima anggukan dari ayah.
"Oh, maaf Tae. Sepertinya Ayah melamun, " ayah terkekeh ketika menyadari Taeyong menggenggam tangannya, rupanya ia terlalu jatuh dalam lamunan. "Kau pasti tidak nyaman berada di sini, maafkan Ayah karena mengganggu tidurmu, tapi jika kau mau Ayah akan men_"

KAMU SEDANG MEMBACA
Glasses
FanfictionTaehyung tahu bahwa Taeyong tidak menyukai kehadirannya, akan tetapi Taeyong menyayangi dirinya seperti ayah dan ibu lakukan dulu. Selama ada Taeyong, Taehyung tidak takut apapun. Dokter Kim Seokjin juga mengatakan jika Taeyong akan selalu menyayang...