Kereta berhenti di stasiun pemberhentian terakhir, Taeyong menarik kasar legan adiknya yang berjalan lambat di belakang. Taehyung tidak sedikit pun membuka suara, dia tidak berani. Dia hanya mengikuti Taeyong ketika sepulang sekolah mengajaknya pergi ke stasiun kereta api. Sedikit pun tidak tahu akan kemana mereka sebenarnya.
Kelembapan udara meningkat setelah hujan, bahkan awan abu masih beriringan di atas sana, dan gerimis masih enggan untuk berhenti. Taehyung patuh saat Taeyong mengatakan jangan bergerak dari tempatnya berdiri.
"Kita akan kemana Hyung?" memberanikan diri Taehyung bertanya, dia sebenarnya sudah merasa kedinginan. Hujan dan musim gugur bukan teman baiknya. Apalagi dia tidak berpakaian hangat; hanya menggunakan blazer sekolah lengkap dengan atributnya.
"Tidak kemana-mana, hanya di sini." Taeyong menjawab singkat, tanpa minat memperhatikan keadaan Taehyung sekarang. Bersandar santai pada pilar peron, dengan sebatang rokok yang ia hisap.
Lalu lalang para penumpang datang dan pergi silih berganti. Taehyung mengamatinya dalam bisu, jika berdampingan dengan Taeyong, Taehyung tidak akan mampu menolak karena takut. Dia tidak sedikit pun berani menceritakan apa saja yang Taeyong lakukan di luar pada ayah. Meski lelaki paruh baya itu memaksanya sekalipun.
"Diam di sini," Taeyong membuang puntung rokoknya yang tersisa seperempat ke lantai stasiun, kemudian menginjaknya hingga padam, "jangan mengikutiku, tetap diam di sini. Mengerti?!" ucapnya, dan tersenyum ringan setelah Taehyung mengangguk.
"Kamu kembalikan, nanti?" Taehyung kembali merasakan kecemasannya, Taeyong mungkin akan mengerjainya lagi kali ini. Dia tidak tahu berada di mana sekarang, dan jika Taeyong meninggalkannya, bagaimana caranya bisa pulang, "Hyung kembalikan?" tanyanya lagi dengan suara tertahan.
Taeyong mendengkus, "tidak tahu." lantas ia pun pergi tanpa menoleh ke belakang, pada Taehyung yang berharap untuk dikasihani. Punggung Taeyong telah lenyap dari pandangan, Taehyung lebih merapatkan dirinya di balik pilar. Pandangan orang-orang terlalu tajam ia rasakan.
Berulang kali Taehyung meyakinkan diri, bahwa kakaknya akan segera kembali. Mungkin ia sedang pergi ke kamar mandi dan buang air besar, makanya lama. Dia pasti akan kembali nanti, lalu mereka akan pulang bersama.
Kakinya sudah pegal berdiri, tapi Taehyung tidak ingin pergi dari sana. Dia tidak mau jika Taeyong meninggalkannya karena dia tidak patuh. Bibirnya kering karena udara dingin, Taeyong lama sekali perginya. Taehyung merasa lelah berdiri, tanganya juga hampir beku. Sesekali ia menghangatkan kedua tangannya dengan napas.
"Kau perlu bantuan nak?"
Taehyung mengerjap, sedikit terkejut dengan suara bass dari seorang lelaki paruh baya yang menyapa tiba-tiba. Ia memakai jaket kulit cokelat muda, berkemeja kotak-kotak dengan celana jins berwarna sama dengan kemejanya. Dia tersenyum, mungkin karena melihat wajah pias Taehyung.
"Maaf, aku membuatmu terkejut," katanya lagi dengan suara seraknya.
Taehyung menggeleng, "Tidak, terkejut pak." dan menjawab gugup.
"Sepertinya kau kedinginan, kemarilah aku akan membelikanmu sesuatu yang hangat." kemudian membawa serta Taehyung yang hendak menolak namun tak kuasa. Antara takut di tinggalkan dan kelelahan, Taehyung bingung harus memilihnya.
"Minumlah," sodoran segelas karton sedang, berisi cokelat hangat Taehyung terima dari pria tersebut. Semoga Taeyong tidak meninggalkannya jika dia pindah dari tempat itu dan duduk di kursi ini.
"Terimakasih pak." Taehyung menunduk sopan setelahnya.
" Iya, iya. Kukira kau tidak bisa bicara, maaf ya." kekehnya, "sedang menunggu siapa kau di sana?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Glasses
FanficTaehyung tahu bahwa Taeyong tidak menyukai kehadirannya, akan tetapi Taeyong menyayangi dirinya seperti ayah dan ibu lakukan dulu. Selama ada Taeyong, Taehyung tidak takut apapun. Dokter Kim Seokjin juga mengatakan jika Taeyong akan selalu menyayang...