Chapter 4

1.6K 287 38
                                    

Mohon maaf kemarin aku keliru mengartikan daebi mama sama permaisuri. Selanjutnya panggilan untuk nenek Taehyung 'Daebi Mama' yaa, itu panggilan untuk ibu Raja yang sedang menjabat atau ibu suri lah bahasa Indonesianya.. Hehe

Btw selamat merayakan hari Raya idul Fitri yaa...

Happy Reading...

--

Irene memandang layar laptopnya dimana ada Wendy disana yang sejak tadi menjadi pendengar setia setiap keluh kesahnya yang menceritakan begitu banyak kejadian yang menimpa dirinya padahal belum ada dua kali dua puluh empat jam ia menginjakkan kaki disana.

"Wendy, hanya kau yang dapat membantuku saat ini, aku benar-benar bingung.," tutup Irene.

"Aku sendiri pun tidak tau harus memberi saran seperti apa karena aku hanya mendengar dari satu pihak saja..," Wendy menghela nafas, "tapi, Rene. Jika ayah dan ibumu sampai menjodohkanmu dengan penerus tahta korea.. Wow, menurutku mereka hanya menginginkan yang terbaik. Tidak semua gadis seburuntung dirimu,"

"Aku tidak merasa beruntung," decak Irene tidak terima akan perkataan Wendy.

"Aku tau.. Aku tau, hanya saja bayangkan jika kau menikah nanti dengan pangeran itu? Hidupmu akan jauh lebih baik lagi,"

"Wendy!! Harus berapa kali ku bilang. Aku tidak pernah sekalipun menginginkan hidup seperti ini,"

Wendy terdengar mendengus kasar, "aku tau. Kau ingin menjadi seorang designer terkenal, memiliki banyak butik diseluruh dunia dan kau ingin semua orang menyukai desainmu, iya kan?"

Irene mengangguk mendengarnya.

"Tapi pernahkah terpikirkan olehmu bahwa untuk meraih semua itu kau membutuhkan sesuatu yang fantastis? Come on baby! Pengalaman, otak encer saja tidak cukup. Yang kau butuhkan adalah uang dan ketenaran..,"

"Jadi kau meragukan kemampuanku?"

"Please yaa, this is real life. Jika kau mau bermimpi maka kau harus bergerak untuk mencapai mimpi itu tapi yang kulihat kau tidak melakukannya,"

Irene mengangguk malas. Ia melirik jam dinding dikamarnya sebelum berkata, "baiklah. Aku harus bersiap ke istana. Terima kasih sarannya, Wen..,"

"Dengar!! Apapun keputusanmu, coba pikirkan dampaknya. Jangan egois! Dengarkan kata hati maka kau akan tau apa yang harus kau lakukan!!" seru Wendy sebelum Irene mengakhiri sambungan video call mereka berdua.

"Hm..,"

Irene kembali duduk diatas tempat tidurnya sesaat setelah memutuskan sambungan video call bersama Wendy, ia lalu membuka laci samping tempat tidur. Mengeluarkan sesuatu dari dalam sana. Kotak hitam berisikan kalung dan stempel peninggalan mendiang kakeknya.

Selama ini Irene mengira benda itu hanyalah mainan yang dihadiahi kakeknya kepada dirinya. Hanya beberapa kali saja Irene menjadikan bendaitu mainannya karena setelah itu Irene bosan karena benda itu terlalu berat untuk anak kecil sepertinya yang kala itu baru berusia enam tahun. Sangat berbeda dengan liontin pemberian kakeknya yang terus ia kenakan dimanapun dan kapanpun.

"Grandpa, kenapa harus Irene?" tanya Irene dalam kesendiriannya.

Brukkk

"Irene!!"

Irene terlonjak ditempatnya. Secepat kilat ia berlari keluar dari dalam kamarnya. Menuju dapur dimana asal suara teriakan ibunya berasal.

"Dad!!" pekik Irene syok melihat ayahnya terbaring tak sadarkan diri dilantai dapur.

Royal WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang