#02 Awal yang Baru

256 7 2
                                    

Hangat mentari lembut memasuki celah kamarku melalui sela-sela jendela yang belum tertutup rapat. Embun-embun masih dengan jelas menempel di kaca jendela yang membuat remang suasana seisi kamar. Itu adalah pagi dimana Bulan Ramadhan telah membalut kita selama setengah bulan. Dan itu adalah hari dimana pengumuman SBMPTN 2017 akan diunggah sore harinya.

"Yan, ibu mau ke pasar dulu, beli bahan untuk buka puasa nanti." suara ibu dari luar kamarku.
"Iyaa buk, diantar Ian apa bapak? Aku langsung menghentikan lamunanku dan keluar kamar menemui ibuku.
"Ibu sama bapakmu saja. Kamu tahu ini hari apa yan?"
"Hari rabu, tapi bedanya kita puasa karena ini bulan Ramadhan." sahutku dengan muka kebingungan.
"Hari ini kan pengumuman tes SBMPTN mu, memang nya kamu lupa?" tanya ibu keheranan.
"Iyaa Bu."

Aku diam sesaat mendengar kata-kata ibu ku pagi ini, sebenarnya aku tidak benar-benar lupa bahwa hari ini adalah pengumuman SBMPTN 2017 yang telah aku kerjakan satu bulan yang lalu. Dan dengan berbagai bentuk usaha yang telah aku lakukan, memang ada perasaan hal itu sia-sia karena saat tes berlangsung aku seperti orang paling bodoh di ruangan tersebut.

Lulus dari SMK tidak lantas membuat ku ingin langsung bekerja, terlebih setelah mendengar di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ada banyak beasiswa membuat ku bersemangat untuk melanjutkan jenjang pendidikan. Berbagai macam jalur masuk dan tes aku ikuti, berharap akan ada PTN yang mau menerimaku. Setelah SNMPTN yang tidak lolos, gagal mendaftar STAN, telat mendaftar PMDK telah memupus semua harapanku untuk kuliah. Sempat aku berpikir untuk kemudian memilih bekerja di industri lagi, tapi semua itu hilang ketika aku mendapat Whatsapp darinya.

"Ian alhamdulillah aku lolos di Matematika UGM." pesan singkat darinya.
"Alhamdulillah aku ikut senang."
"Kamu gimana Ian, diterima dimana nih?"
"Alhamdulillah." sambil kuhela nafas.
"Lha iyaa di PTN mana?"
"Alhamdulillah belum ada yang nerima aku." (sempet aku pengen dia jawab pesanku itu dengan dia mau menerimaku, hehehe)
"Berarti belum rezeki itu, emang sekarang kamu udah patah semangat nya?"
"Belum laah, insyaalah aku mau ikut SBMPTN."
"Iyaa gitu dong yang semangat Yan." jawabnya senang.

Terlanjur aku jawab perkataannya dengan sombong kalau aku ingin ikut tes SBMPTN, padahal sejujurnya aku masuk SMK pun untuk menghindari mata pelajaran IPA. Dan akhirnya aku akan menemui mapel itu lagi jika ikut SBMPTN. Betapa tidak percaya dirinya aku saat itu,

"Tapi aku kurang paham mapel IPA nya."
"Gapapa nanti aku ajarin kamu soal-soal SBMPTN."
"Beneran? Kamu nggak bohong kan?" tersirat sumringah di raut wajahku.
"Iyaa, tapi kamu beli bukunya juga yaa!"
"Siap komandan."

Akhirnya selama kurang lebih dua minggu aku belajar soal-soal tes dirumahnya. Aku masih ingat rumahnya berada di gang yang sempit namun udaranya cukup sejuk. Rumah berwarna hijau yang sederhana dengan aroma khas anak perempuan, karena semua anggota keluarganya adalah perempuan kecuali bapaknya. Jendela di rumah itu cukup banyak tetapi dibiarkan tertutup dengan korden, mungkin agar suasananya nyaman dan redup.

Setiap kali belajar, kami selalu ditunggu oleh neneknya yang duduk di kursi samping kanan tetapi agak jauh dari tempat duduk ku. Kadangkala saat dia masuk kedalam untuk membawakan camilan dan membuatkan minuman, aku selalu menyempatkan bercengkerama dengan neneknya. Nenek usianya sekitar 70 tahunan, namun masih terlihat cantik. Tidak heran cantiknya hasil turun-menurun warisan di keluarga.

"Nak Ian rumahnya mana?" tanya nenek.
"Saya di Polan mbah dekat kecamatan."
"Owalah cuma daerah situ, sama Ibu Harto Sugeng kenal?"
"Kenal mbah, Mbah Harto dulu waktu saya kecil punya warung tapi sekarang sudah tutup." jawabku menjelaskannya perlahan-lahan.
"Iyaa, mungkin beliau sudah terlalu tua untuk jualan sekarang nak."
"Betul mbah."

Banyak hal yang sering aku bicarakan dengan neneknya, ketika adzan berkumandang pun nenek selalu mengajakku sholat ke masjid bersama. Aku seperti merasa punya keluarga lagi ketika berada di dekatnya, nenek dan adiknya.

Ketika sedang belajar aku sempatkan melirik wajahnya untuk beberapa saat, sorot matanya ketika melihat soal, bibirnya yang berucap-ucap sendiri menghitung sesuatu sambil menjelaskan maksud soal itu padaku dan tangannya yang terus menulis di kertas. Semua hal yang ia lakukan untuk mengajariku membuat aku terus menyemangati diri sendiri sekedar berkata bahwa soal-soal tes yang terus ia ajarkan padaku ini akan keluar saat tes SBMPTN nantinya.

Aku selalu berdoa agar kebaikannya dan keluarganya padaku saat ini dapat aku balas suatu saat nanti. Sekalipun tidak bisa, semoga Allah SWT selalu memberi kebaikan dan keselamatan kepada dia dan keluarganya. Itu adalah doa untuknya setiap harinya di bangun tidurku.
Dua minggu belajar tentang soal-soal tes di rumahnya kurasa cukup singkat. Sebenarnya aku merasa beruntung ikut SBMPTN ini, tidak lain lantaran tes ini aku dapat bertemu kembali dengannya setelah 3 tahun lamanya. Tetapi di lain sisi ketakutan akan waktu yang terus berlalu, membuat pertemuan ku dengannya terasa begitu singkat. Di hari terakhir pun, saat masuk ke rumahnya perasaan sedih terus menyelimuti dan mengganggu belajarku.

"Gimana, Yan, paham kan soal-soal nya sekarang?" Ia bertanya.
"Eeeh, aa..apa?" jawab ku gugup.
"Kamu tuh mau belajar atau ngalamun, besok udah tes lho."
"Maaf yaa, aku takut."
"Takut apa?"
"Takutnya nggak berani, Hahaha."
"Idih kamu masih sempet guyon, dasar!" mukanya agak ngambek tapi dia tetap tertawa simpul mendengar candaanku.
"Aku takut kalau semua usaha yang udah kamu lakuin buat ngajarin aku, ternyata tidak dapat meloloskanku di tes besok." jawabku pesimis.
Ia langsung menaikkan nada suaranya :
"Udah hilang kah semangatmu? Belum apa-apa udah takut, kamu cowok?"
"Ya nggak gitu juga, kalau aku gagal rasa bersalah ke kamu itu mungkin ada." sahutku membela diri.
"Masyaallah Ian, kamu nggak perlu terbebani dengan pikiran itu. Fokus aja dan banyak berdoa. Okee." Ia mencoba menyemangatiku.
"Makasiih yaa, Insyaallah aku nggak akan mengecewakan bapak dan ibuk ku termasuk kamu dan keluargamu juga." mataku mulai berkaca-kaca.

Itu adalah pembicaraanku mengakhiri sesi belajar dihari terakhir ke rumahnya. Sempat saat berpamitan, nenek terus saja menyemangatiku dan berkata akan mendoakan agar dapat lolos SBMPTN. Adiknya juga terus tersenyum dan memberi semangat ala-ala anak kecil. Semua hal yang didapat selama belajar di rumahnya terus memberiku motivasi dan semangat untuk berjuang.

"Assalamualaikum, saya pamit." sambil menghidupkan motor.
"Walaikumsalam, semangat yaa." jawabnya, nenek dan adiknya sambil melambaikan tangan padaku.

====================================
THIRD -After Graduation -
*Update Tiap Minggu Malam
*Kritik, saran dan komentar saya harapkan dari kalian 😚😚

THIRD -After Graduation- [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang