#12 Pintu Keluar

84 2 2
                                    

Kini yang tersisa adalah hari-hari menjelang Ujian Nasional, kebetulan Maman waktu itu meminta berpindah tempat duduk dengan ku. Mungkin agar bisa duduk berdekatan dengan Salamah saat pelajaran Bahasa Inggris, aku pun langsung menyetujuinya. Begitu ia tahu bahwa aku sudah tidak duduk dibelakangnya lagi, saat jam istirahat ia mendatangiku,

"Ian, kamu kok pindah tempat duduknya sih ?" tanyanya agak kesal.
"Pengen ganti suasana aja. Kenapa emangnya ?" jawabku dingin.
"Ya kalau bisa jangan pindah. Aku kurang nyaman duduk di depan Maman." sahutnya pelan.
"Udah terlanjur pindah. Maaf aku enggak bisa." jawabku singkat.
"Ya udah, dasar egois" ia makin kesal.

Kebohongan di bulan April itu mungkin akibat kejadian sepele yang masih kuingat karena perkaannya. Aku mulai cuek dan tidak menanggapi Salamah, saat ia mengajakku bicara aku hanya diam, saat ia tersenyum padaku aku tidak membalas senyumnya, saat ia mengajakku bercanda aku tidak memberi tanggapan.

"Pagi Ian ! Udah sarapan belum ?" Salamah menyapa pelan.
"Pagi, Udah." sahutku dingin.
"Udah belajar buat ulangan Matematika nanti ?"
"Hmmm." jawabku sambil mengangguk.

Setelah melakukan hal-hal bodoh ini aku masih saja merasa menyesal, kenapa aku belum bisa memaafkan temanku sendiri. Kenapa aku masih saja bersifat kekanak-kanakan, apa ini sesuatu yang wajar dilakukan oleh teman yang sedang kecewa. Namun jika kulihat teman yang lain, mereka sepertinya telah memaafkan perkataannya dan membuang jauh ingatan buruk itu. Tapi kenapa aku justru menyimpan dendam seperti orang bodoh, bahkan ibu ku sendiri tidak mengajarkan anaknya untuk menjadi seorang pendendam.

"Mungkin dengan membencinya akan lebih mudah melupakannya. Toh setelah lulus aku enggak satu sekolah lagi dengannya."
"Tapi kenapa aku masih merasa perbuatanku ini salah. Aku tidak bahagia sama sekali melakukan hal ini."
"Sebenarnya apa yang kuharapkan darinya ? Bukankah memaafkan orang yang kita sayangi lebih mudah untuk dilakukan ?" gumamku dalam hati.

Akhirnya apa yang kulakukan berhasil membuatnya tidak dekat lagi denganku, ia mulai menjauh dan memilih berbicara dengan yang lain. Keberhasilan ini sama sekali tidak membuat ku bahagia. Aku merasa sangat sedih dan bodoh, mungkin ini adalah bentuk usaha terakhirku untuk memenuhi perkataan ku dulu.

Saat aku bertemu denganmu lagi,
Saat itu aku akan mengenalimu lebih dulu.
Saat aku bertemu denganmu lagi
Saat itu aku akan menyukaimu lebih dulu.

Aku lulus dari SMP dengan beberapa rasa sesal yang tak kunjung henti. Aku dan Salamah melanjutkan ke sekolah pilihan masing-masing. Dongeng indah yang mungkin telah lama ku impikan, hancur oleh perbuatanku sendiri. Aku sadar bahwa masa dimana setiap hari aku bisa melihat wajahnya, menyapanya ketika bertemu, bercerita keluh kesah pelajaran dan mengejeknya semauku telah benar-benar berakhir. Melupakan seseorang karena rasa benci adalah pilihan terburuk, bukan dengan mudah melupakan dan hanya akan menjadi penyesalan.

"Aku tidak bisa melupakannya, aku terus mengingatnya."
"Dengan segala kebodohan yang kulakukan. Kali ini aku ingin sekali bertemu dengannya dan meminta maaf."

Namun ketika bertemu saat reuni kelas, aku masih saja mematung dan tidak berani mengajaknya bicara dengan santai seperti dahulu. Ternyata kebencian yang kubuat dulu menjadi tembok penghalang yang sangat besar. Terhitung setelah kelulusan sudah berkali-kali kita bertemu di reuni kelas. Tapi yang kulakukan saat bertemu dengannya selalu saja sama,

Kusapa dia,
"Hai Sal, gimana kabarnya sekarang ?" tanyaku.
"Alhamdulillah sehat, sekolahnya juga lancar. Kalau kamu gimana ?" ia balik bertanya
"Alhamdulillah, baik juga dan lancar hehe." sahutku.

Kuajak dia bicara,
"Kamu mau pesen apa. Ini menunya !" kugeser papan menu.
"Makasih Yan. Tak liat-liat dulu." jawabnya.
"Nanti kalau sudah digeser lagi ke temen lain ya."
"Okee siap."

Tetapi akhirnya,
"Makasih temen-temen buat hari ini, lain kali kita kumpul-kumpul lagi ya."ujar ketua kelas.
"Iyaa makasih sukses terus buat kalian." sahutnya.
"Moga lancar sekolahnya." jawabku.

Selalu saja seperti itu selama tiga tahun acara reuni ini, tidak pernah ada momen yang tepat untuk ku meminta maaf padanya.

...

Kini menjelang tiga tahun perpisahanku dengan Salamah. Aku akhirnya baru dapat menulis cerita ini dan berharap melalui tulisan ini dia dapat memaafkanku. Aku sadar bahwa saat itu dia sepenuhnya tidak salah dan mungkin aku lah yang saat itu masih berpikir dangkal dan kekanak - kanakan. Alhamdulillah saat ini hubungan ku dengan Salamah mulai terjalin lagi kami melalui berbalas pesan dan kadang bertemu saat reuni kelas. Walau tidak sedekat dulu dan mungkin Salamah masih mengingat kejadian itu, tapi aku tetap bersyukur bisa bertemu kembali dengan nya. Aku baru dapat berfikir dewasa saat ini.

Rasa bersalah...
Sedih...
Marah...
Kesal...
Dan maaf...

Hari ini di tahun 2017, tepatnya di bulan Ramadhan aku melihat ke luar jendela. Aku terus mengingat kembali ke masa-masa itu. Saat Salamah jauh disana, aku berharap kita bisa bertemu lagi sebagai sahabat yang saling mendoakan.

Klaten, 31 Oktober 2019
=================================================================

THIRD -After Graduation -
*Alhamdulillah udah chapter terakhir, terimakasih buat kalian yang udah baca dan ngikutin sampe sekarang ☺☺
*Kritik, saran dan komentar saya harapkan dari kalian 😚😚

THIRD -After Graduation- [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang