#05 Haru dan Harap

115 5 2
                                    

Kupandang sekali lagi seragam putih yang kini penuh warna dan coretan terantung di dinding kamarku pagi ini. Rumah hari ini sepi karena ayah dan ibu masih belum pulang dari pasar. Kamu tahu, ketika bermimpi buruk kamu ingin cepat-cepat terbangun. Namun hari ini adalah mimpi buruk itu sendiri dan aku ingin mengakhiri mimpi buruk ini dengan tidur sampai besok mungkin.

“Mas Ian, mas ayo dolan nang TPA.” Terdengar suara Alfa memanggilku dari luar rumah.
“Okee siap, bentar yaa.” jawabku gembira sambil mengambil sarung dan berlari keluar rumah.
“Ayo mas udah ditunggu Arif, Ridho, Wawan.” Teriaknya karena aku belum juga keluar.

Memang selain untuk TPA sore hari, bangunan yang terletak disamping masjid biasa digunakan untuk kumpul pemuda di kampungku saat bulan Ramadhan. Hari itu kuhabiskan waktu untuk sekedar nonton anime bersama mereka. Ketika terdengar adzan kami berhenti, satu persatu dari mereka pulang kerumah untuk mengambil sarung. Tapi aku yang hari ini takut pulang kerumah memang sudah membawa sarung sedari awal. Aku langsung berangkat ke masjid dan berniat tidak menemui ayah dan ibu jaga-jaga nanti kalau disuruh buka pengumuman SBMPTN.

Setelah selesai sholat aku berdoa cukup lama berharap dapat lolos SBMPTN saat pengumuman jam dua siang nanti. Aku juga berharap saat nanti keluar dari masjid ayah dan ibu ku sudah pulang terlebih dulu. Ketika aku menengok kebelakang dan berniat berjalan keluar masjid ternyata ibu ku masih ada di depan masjid berbincang-bincang dengan Budhe Sri. Aku pelan-pelan mengambil sandal agar tidak terlihat oleh ibu ku.

“Yan, mau kemana le ?” suara ibu ku menghentikan langkah kaki ku.
“Eeeh Ibuk, belum pulang buk ?” jawab ku kaget setengah mati.
“Belum, kamu darimana kok nggak kelihatan dari tadi ?” tanya ibuku.
“Aku di TPA buk, kumpul sama temen-temen.” jawab ku panik.
“Nanti pengumuman jam berapa ?” pertanyaan itu membuatku tambah panik.
“Anu buk, malem mungkin. Kan seluruh Indonesia pasti agak lama.”
“Yasudah nanti kalau udah pengumuman pulang kerumah yaa, kita lihat sama bapakmu juga.” sahut ibuku penuh pengertian.
“Iyaa buk.” muka ku makin bersalah karena sudah bohong.

Suara orang berlari terdengar cukup keras ditelingaku, kulihat didepan ada gerombolan siswa yang sedang berolahraga. Aku merasa tidak asing dengan seragam dan muka mereka. Ketika kuamati lagi aku tersadar aku memakai seragam seperti mereka. Kebanyakan dari mereka terus saja menjauh ketika kukejar, hingga habis napas terisak aku masih terus mengejar mereka. Tiba-tiba aku tersandung hingga jatuh dan mereka semakin menjauh. Entah kenapa aku luapkan emosi dengan menangis sejadi-jadinya karena merasa ditinggal mereka.

Tiba-tiba ada seseorang dengan seragam yang sama mengulurkan tangannya, saat aku menengok keatas hanya satu yang terlihat yaitu kerudungnya. Belum sempat kuraih tangannya terdengar suara adzan. Seketika aku terbangun dari tidurku di TPA dan sadar bahwa itu tadi hanya mimpi.

Selepas sholat ashar, kali ini aku terasa berat meninggalkan masjid untuk pulang kerumah. Walaupun tidak ingin, ketika berdoa air mataku menetes entah karena apa. Sebelum dilihat orang aku buru-buru mengusapnya, akhirnya kuputuskan untuk berkata jujur pada ibuku mengenai waktu pengumuman SBMPTN dan pulang kerumah saat ini juga. Di jalan kulihat ayah dan ibuku berjalan didepanku, mendadak ingatan tentang mimpi tadi muncul, aku penasaran dengan sosok yang mengulurkan tangannya tadi. Ketika aku menghentikan lamunanku dan berjalan lagi ayah dan ibu menengok kebelakang menungguku. Sontak aku berlari dan merangkul bahu keduanya.

“Yan, sudah siap buka pengumuman?” tanya ayah.
“Insyaallah, tapi kalau tidak lolos seperti sebelumnya gimana?” saat itu mataku sudah berkaca-kaca.
“Ayah sama ibu tidak pernah menuntut kamu akan sesuatu. Tapi ada satu hal yang kita sangat tahu yaitu usaha kerasmu selama ini dan itu sudah cukup membuat bahagia. Artinya kamu bersungguh-sungguh dalam tesmu kali ini, pun kalau tidak lolos masih ada kebaikan lain yang pasti menunggu untuk kamu jemput.” jawab ibuku sambil kita bertiga jalan bersama.
“Iya yan, bangga ayah dan ibu punya anak seperti kamu.” tambah ayahku sambil tersenyum dan mengelus kepalaku.
“Iyaa.” kali ini aku benar-benar menangis walapun masih di jalan.
“Udah gede kok masih nangis, malu sama tetangga.” ledek ibuku sambil mengelus pundakku.

Pembicaraan kami bertiga selesai ketika sudah sampai didepan rumah. Walaupun hanya sebentar namun rasa haru itu membalut perasaanku sore ini. Beruntungnya aku memiliki kedua orang tua seperti mereka. Sebelum membuka pengumuman SBMPTN ayah mengajak kami untuk tadarus Al-Quran bersama terlebih dahulu.

===================================
THIRD -After Graduation -
*Update Tiap Minggu Malam
*Kritik, saran dan komentar saya harapkan dari kalian 😚😚

THIRD -After Graduation- [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang