#09 Dia yang Diceritakan

68 7 4
                                    

   Setelah naik ke kelas 8 aku masih sekelas dengan Salamah. Dan dia juga terpilih menjadi ketua kelas kami. Ia termasuk kategori ketua yang galak ditambah suka mengatur. Kalau ada sesuatu yang tidak pas di kelas bakalan langsung dapat teguran darinya.

   Saat ini aku mulai berganti gaya dan mungkin sedikit lebih ganteng dari tahun lalu baik penampilan fisik maupun pakaian aku mulai berubah. Ada kalanya adik-adik kelas mulai melirik dan mungkin punya rasa suka sama aku. Kadang ada yang sms gaje, terus ada yang malu-malu kucing lihat aku pas jalan. Pokoknya saat ini rasa percaya diriku meningkat berkali-kali lipat dari dulu.

“Assalamualaikum mas.” sebuah SMS masuk.
“Walaikumsalam, ini siapa yaa? jawabku membalas.
“Aku yang tadi siang pas pulang sekolah sepedaan dibelakang mas Ian.” tulisnya menjelaskan.
“Oh iyaa salam kenal. Tapi maaf kalau gaada kepentingan tolong jangan SMS lagi yaa.” tulisku mengakhiri percakapan.

   Aku memang selalu bersikap dingin dengan setiap perempuan yang berniat mendekati ku. Ini kulakukan karena ibuku berpesan agar aku tidak berpacaran saat ini. Dan alasan kedua jika aku sudah menyukai satu perempuan maka rasa suka itu memang hanya akan menjadi milik satu orang saja.

   Saat itu juga aku merasa malahan Salamah yang agak tertarik padaku. Dari kelakuannya yang sedikit meniruku saat di kelas. Ketika duduk pun kadang  ia melirik diam-diam kearah ku. Waktu aku sadar dan melihat kearahnya, ia seperti terkejut dan berbalik arah tersipu malu (Ngimpi nya ketinggian yak, awas jatuh Yan 😁🤣)

Di lain sisi Maman dan Momon juga terlihat mendekati Salamah, sedangkan aku hanya bisa menyembunyikan perasaanku dan selalu menjadi penasehat mereka.

“Sepertinya aku suka sama Salamah.” ucap Maman di parkiran sepeda.
“Eh, gampang banget kamu bilang gitu. Dia banyak yang suka tau, sulit dapetinnya.” jawab Momon sinis.
“Emang kamu juga suka Salamah ?” tanyaku ke Momon
“Hehe, iyaa. Cantik sih orangnya.” mukanya memerah.
“Kamu juga kan Yan ?” tanya mereka berdua penasaran.
“Ah biasa aja. Enggak kok.” lagi-lagi sifat pengecutku membungkam mulut ini.

   Pernah beberapa kali Salamah mengejek aku pacaran dengan siapa lah itu sambil ketawa-tawa sendiri. Aku pun menyikapi hal itu dengan senang hati karena yang membuat aku merasa senang bukan ledekannya tetapi senyumannya yang bikin  kesengsem. Aku juga sering membalas ledekannya dengan hal – hal konyol, kadang ia tertawa dan bisa sampai ngambek pula,

"Ian, itu dicariin sama ***... Cieee... Cieee!"
"Apaan sih, nggak lucu tau." jawabku sedikit kesal.
"Nanti dari benci jadi cinta lho." sahutnya sambil terus menggoda.
"Kamu tau nggak arti kata ciee ?" tanyaku.
"Emangnya apa ?" dengan raut muka penasaran.
"Cieee itu kata untuk mengejek, tapi..."
"Tapi apa ?" ia tambah penasaran.
"Tapi di dalam kata cieee itu ada cemburu juga."
"Maksud mu apa ?" pipinya mulai memerah.
"Bararti kamu cemburu kalau ada yang suka sama aku.”
“Hayoo ngaku aja ?" ledek ku pada Salamah.
"Eng...eng...enggak mungkin lah, sok tahu kamu.”
“Jangan ke-PD an yaa." mukanya semakin memerah.
"Yaudah biasa aja. Kok gugup gitu." sahut ku terus mengejeknya.
"Iiiiih... Jahat kamu." berteriak sambil mengangkat tangannya.
“Maapkeun.” sambil menahan tawa

   Mungkin ledekanku saat itu agak keterlaluan dan membuatnya berdiri di hadapan ku. Dengan muka kesal yang agak imut-imut dia menonjok pelan pipiku untuk pertama kalinya. Pukulannya memang tidak sakit tapi hatiku yang cenat-cenut sendiri.

   Banyak sekali kejadian-kejadian di kelas yang membuat aku semakin dekat dan lebih dekat lagi dengannyq. Apakah Salamah menganggap aku teman yang dapat membuatnya nyaman saja ataukah ada rasa suka padaku walau hanya sedikit saja? Hal-hal seperti itu yang selalu aku tanyakan pada diriku sendiri saat ini.

   Dari banyak kebiasaan Salamah aku paling suka dengan senyumannya terlihat tulus dan ketawanya yang bagus, tetapi aku selalu merasa khawatir jika ia merasa sedih ataupun sakit. Pernah saat ia sakit aku rela datang lebih awal dan piket membersihkan kelas sendiri sampai bersih dengan maksud agar dia tidak usah ikut piket lagi.

“Yan, piket yuk.” ajak Salamah yang datang agak kesiangan.
“Kamu masih sakit? Mending diliat dulu aja kelas nya kalau udah bersih kamu duduk aja.” jawab ku.
“Loh iya kok udah bersih padahal kemarin kotornya minta ampun.” mukanya keheranan.
“Yaa, alhamdulillah dong. Udah kamu duduk aja.” sahut ku.
“Pasti kamu nih, piket sendirian.”
“Gaboleh gitu Yan.” dengan nada agak kesal.
“Enggak kok, aku aja cuma nyapu dikit sama bersihin papan tulis.” jawabku mengelak.
“Yaudah, lain kali jangan diulangi lagi yaa.”
“Iyaa, maaf yaa.” aku merasa bersalah.
“Eh enggak Yan. Aku yang makasih ke kamu.” sambil tersenyum
“Sama-sama.” jawabku senang.

===================================
THIRD -After Graduation -
*Update Tiap Minggu Malam
*Kritik, saran dan komentar saya harapkan dari kalian 😚😚

THIRD -After Graduation- [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang