BAB 01

115 43 33
                                    

    Jangan selalu percaya dengan apa yang kamu baca. Ini hanyalah sebuah karangan penulis.

***


   Inggrid memandang lurus tulisan yang terpampang jelas diatas gerbang utama sekolahnya, SMAS Cakrawala. Sekolah yang menjadi favorit bagi anak-anak kota dan berasal dari keluarga yang berada.

     Satu tahun sudah ia menjadi salah satu murid di sekolah itu, bukan karena ia adalah anak orang kaya. Inggrid Anya, hanya seorang gadis panti yang beruntung bisa mendapatkan keringanan administrasi sekolah karena lulus SMP dengan nilai UN terbesar di kotanya.

     Suara klakson mobil menghentikan lamunannya. Inggrid menghembuskan napas dan bergeser ke sebelah kanan untuk memberi jalan bagi city car itu memasuki area sekolah. 

     "Dasar, anak kampungan lo! Masa, berdiri di tengah-tengah jalan masuk. Mau ketabrak? Otak lo dimana, sih?!" Sang pemilik mobil menyembulkan kepalanya di jendela, berkata kasar sambil menatapnya tajam.

     Inggrid hanya diam, matanya memandang lurus-lurus mobil mewah itu yang kembali berjalan.

     Sudah biasa baginya jika dijuluki sebagai "Anak kampungan" atau "Anak yang terbuang" semua itu memang kenyataannya.

     Sekali lagi, ia hanyalah gadis panti yang beruntung dapat melanjutkan sekolahnya. Apalagi, di sekolah yang terbilang mewah ini.

     Gadis itu melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, sebentar lagi bel masuk akan berbunyi. Baru saja Inggrid melangkahkan kakinya, suara seseorang membuatnya kembali berhenti dan menengok ke belakang.

     "Inggrid! Inggrid, tunggu!" Seorang perempuan berlari kearahnya.

     Saat tahu siapa yang memanggilnya, segera Inggrid berjalan memasuki area sekolah. Namun, langkahnya kembali terhenti saat orang itu berhasil mencegatnya.

     "Apaan sih? Awas, gue mau masuk ke kelas!" Inggrid mendorong pelan orang itu.

     "Please, Grid. Ke kelasnya bareng, ya?"

     Inggrid menghentikan langkahnya, membalikkan badan dan menatap orang itu dengan wajah datar biasanya, "mau lo apa sih, Erisca?  Gak capek lo gangguin gue terus?"

     "Maaf kalau ganggu. Tapi, aku cuma mau kita berteman."

     "Berteman? Sayangnya gak bisa," Inggrid segera membalikkan badannya berniat meninggalkan Erisca. Namun, lagi-lagi Erisca membuat langkahnya terhenti.

     "Emangnya kenapa Grid? Kenapa kamu selalu ngomong kayak gitu, disaat aku cuma mau kita berteman?"

     "Kenapa lo mau jadi temen gue? Kenapa harus gue, Erisca? Banyak kok, yang pingin berteman sama lo. Anak sang pemilik Yayasan." Alih-alih menjawab, Inggrid malah balik bertanya tanpa mau menghadapkan badannya kearah Erisca.

     "Karena.. aku yakin kamu orangnya tulus, Grid. Kamu gak kayak mereka yang memilih dalam berteman."

     "Ck, tau apa lo tentang gue? Asal lo tau. Gue ini bukan siapa-siapa dan mungkin juga, gue bukan seseorang yang diharapkan lahir ke dunia ini," Inggrid tersenyum kecut atas perkataannya. "Gue cuma gadis panti yang sering diolok-olok disini. Emangnya, lo gak malu kalau berteman sama gue?"

     "Kenapa kamu ngomong begitu? Lagi pula buat apa malu? Inggrid, gak ada yang sia-sia atas apa yang telah Tuhan ciptakan ke dunia ini. Begitu juga dengan kamu, setidaknya kamu punya peran yang penting dalam hidup kamu sendiri."

ThanksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang