Part 9 - END

6.1K 446 52
                                    

"Berapa usianya?"

Saint menoleh kearah saudara tirinya, Peak, "Apanya?" Saint balik bertanya.

"Anakmu... berapa usianya?"

Saint menunduk, menatap perutnya yang semakin membesar, "Tujuh Bulan" Jawabnya pelan.

Kini Peak mengantarkan Saint untuk periksa kehamilannya di Rumah Sakit.

Awalnya saat pertama kali bertemu, keduanya sangat canggung, namun Peak bukanlah orang yang tega melihat saudaranya bersusah payah melakukan kegiatan sehari-harinya sendirian, apalagi Saint sedang hamil.

Pernah suatu hari, Peak menangkap tubuh Saint yang hampir jatuh di dapur karena terpeleset. Sejak saat itu, dia menjadi overpritective dan selalu melindunginya kapanpun.

Ayah tentu merasa senang dan lega karena kedua putra berharganya bisa akur dan saling menjaga seperti ini.

"Aku ingin membeli camilan" Ucap Saint tiba-tiba ketika keduanya sudah memasuki mobil, bersiap untuk kembali pulang.

Peak menoleh malas, "Sudah kubilang, tidak ada makanan sampah selama kehamilanmu"

"Ayolah... aku hanya ingin memakannya sedikit" Rengek Saint memaksa.

Begitulah hubungan mereka saat ini, Saint yang usianya lebih tua malah terlihat lebih kekanakan, karena kehamilannya.

"Tidak"

Saint merengut kesal, "Ya sudah! Aku tidak akan meminum susuku malam ini"

Kekanakan!

"Baiklah-baiklah!" Seru Peak mengalah.

Akhirnya keduanya berhenti disebuah Minimarket.

"Tunggu disini, biar aku yang membeli!" Ucap Peak memerintah.

"Tapi aku mau memilih sendiri" Gerutu Saint.

"Take it, or leave it!"

"Ish... iya iya!" Sentaknya, Peak tersenyum geli kemudian masuk kedalam Minimarket untuk membelikan camilan untuk Saint.

Karena bosan, Saint memilih untuk keluar dari dalam mobil dan berdiri dengan bersandar pada pintu mobil, dia butuh udara segar.

Banyak pejalan kaki yang berlalu-lalang sembari meliriknya kemudian berbisik-bisik.

Saint tahu, mereka sedang membicarakannya.

Dia hanya tersenyum tipis, dan mengelus perutnya pelan, tidak apa mereka mencemoohnya seperti ini, selama mereka tidak membahayakan anaknya, dia akan terus diam dan tersenyum.

Namun, senyumnya luntur ketika dia merasakan sebuah sengatan kecil di perutnya.

Bukan, bukan kontraksi.

Dia merasa, bayinya memukulinya dengan kencang dari dalam perutnya.

Sakit sekali.

"Akh!" Pekiknya kesakitan, dia bahkan langsung jatuh terduduk di aspal karena tidak tahan dengan rasa sakitnya.

Perutnya terasa semakin melilit dan menyiksanya, membuatnya tak kuasa menahan tangis, "Kumohon.... sshh... sakitt.... tolongg" Rintihnya kesakitan.

Namun tidak ada yang peduli. Mereka terus berjalan tanpa memperdulikannya.

Rasanya sakit sekali hingga membuatnya ingin mati saja!

Perutnya terasa diputar hingga membuatnya sesak napas!

"Saint!"

Saint kenal suara itu, itu Perth!

Love or Hate [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang