4. Sweet Lie or F*cking Lie?

76 13 1
                                    

Tak ada dusta yang baik du dunia ini. Tapi apakah sebuah perkataan dusta demi kebaikan orang lain berakhir baik? Padahal itu sama-sama dusta?

❤❤❤

"Bagaimana Jim? Siap?"

"Tentu saja!" Jimin mengarahkan tangan kanannya ke belakang tengkukku memanjang hingga pundak kananku sesaat setelah kita berdua turun dari mobil bernamakan taxi itu. Sementara tangan kirinya menyeret koperkuㅡdia yang memaksa untuk membawanya. Jangan lupakan bahwa Jimin tidak membawa tas atau apapun itu saat kesini.

"Mengapa kau merangkulku? Turunkan!" Kataku sambil menurunkan secara kasar tangan besarnya itu. Tapi tenagaku tak begitu kuat.

"Ini untuk penjiwaan saja." Jawabnya santai dan tak menghadapku sama sekali. Pandangannya kedepan.

"Penjiwaan apa hah!"

"Penjiwaan drama pacar pura-pura ini tentu saja. Kau lupa?"

"Aishh! Ya sudah!" Akhirnya aku membiarkan tangannya bertengger dipundakku, Aku tak pernah berpikir untuk dekat-dekat dengannya seperti ini. aku pikir bohong lewat kata-kata saja cukup. Tapi ternyata gerak-gerik kita juga perlu diperhatikan karena jika kita berjauhan terus menerus tanpa berdekatan atau tanpa bertindak romantis ala sepasang kekasih, kita bisa dicurigai. Ternyata Jimin benar-benar memikirkan semuanya.

"Mengapa pintunya terbuka lebar sekali? Atau sedang ada tamu?" Tanya Jimin sesaat setelah indra penglihatannya menangkap papan kayu bercat putih ituㅡ pintu rumahku, terbuka lebar seolah menyapa kedatangan kami berdua.

Aku mengendikkan bahu tak tahu, "Entahlah."

"Annyeong eomma, oppa!!! Anybody home?!!" Teriakku heboh tak malu walaupun ada Jimin disampingku. Aku memang sengaja tak memanggil appa karena Aku tahu beliau masih dikantornya di jam seperti ini.

Jimin hanya terkekeh disampingku, tak lupa jari jempol dan telunjuknya dengan nakal mencubit pipi kananku.

"Ishh! Kenapa harus mencubit? Ini sakit!" Keluhku sembari menurunkan tangannya yang sedari tadi bertengger dipundakku dengan kasar. Lalu buru-buru melangkahkan kakiku kedalam rumah karena tak ada sahutan sedari tadi.

Tepat 10 langkah sesaat sebelum Aku mencapai pintu perbatasan ruang tamu dan ruang tengah, Aku menolehkan kepalaku sejenak kebelakang dan mendapati Jimin diam mematung di depan pintuㅡ belum masuk kerumah.

"Jim, ayo masuk. Duduklah disitu sebentar Aku takkan lama," Perintahku kepada Jimin sambil menunjuk sofa ruang tamu dengan daguku lalu lanjut masuk ke ruang tengah.

"Ah itu dia eomma," Ucapku pelan hampir berbisik mendapati wanita paruh baya kesayanganku sedang bergulat dengan  peralatan dapurㅡ sedang memasak.

Buru-buru aku langsung melangkah pelan-pelan. Setelah tepat di belakang punggung beliau, aku langsung mengarahkan kedua tanganku untuk melingkari kedua pundak eomma.

Aku merasakan keterkejutannya atas tindakan tiba-tibaku ini.

"Hallo eomma!" Aku mengarahkan kepalaku berbelok ke arah kiri menatap eomma-ku lalu mencium pipi kanannyaㅡ dipundak kanannya dan masih memeluknya dari belakang.

"Aishh Hera-ya! Kau mengagetkan eomma. Tapi mengapa kau tiba-tiba berkunjung kerumah. Tumben sekali."

"Iya eomma, Aku kan ingin membuat kejutan. Kebetulan sedang libur kuliah. Mmm dimana yang lain? Oppa? Kenapa sepi sekali rumah ini?" Ucapku heran sambil melepaskan pelukanku padanya dan menelisik pandanganku kepenjuru ruangan.

REAL HUNK [ PJM ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang