Against All the Odds - I

638 101 10
                                    

Mingyu kira ia tak akan pernah mampu mencinta lagi setelah Jungkook meninggalkan bumi tempatnya berpijak. Namun, kemudian Jeonghan hadir dan membangun hatinya dari serpihan-serpihan yang disisakan soulmate-nya. Meski begitu, Mingyu kembali menghancurkannya dengan melepaskan laki-laki itu dari pelukan. Keputusan itu memang sudah sepatutnya terjadi, soulmate Jeonghan telah ada di sisinya, membuat kehadiran Mingyu tak lagi diperlukan. Lewat kecupan terakhir di bibir tipis itu Mingyu merelakan Jeonghan, keikhlasan menyertai keputusannya untuk mundur.

Kini, hampir setahun setelah Mingyu meninggalkan Jepang dengan hatinya yang retak. Selama itu pula Mingyu kerap kali menyempatkan diri untuk mampir ke Dream Café, sekedar membeli asupan kafein dan beberapa camilan sebelum mengurung diri di studionya. Berpisah bukan berarti membenci, Mingyu tak merasa perlu untuk menjauh dari kehidupan mantan kekasihnya. Ia terkadang akan bertahan di counter untuk beberapa lama, sekedar berbincang dengan si pemilik café dan pegawai-pegawai di sana jika sedang tak ramai pengunjung yang datang.

Bukan hal yang aneh jika kemudian laki-laki bernama Choi Seungcheol, soulmate Jeonghan, berada di sana. Untuk saat ini, hatinya tak lagi bergejolak menyaksikan kemesraan mereka, hanya ada rasa lega karena Jeonghan telah menemukan kebahagiaannya. Tak seperti kali pertama ia menemukan pasangan itu tengah bermesraan—berciuman—di café, yang mana membuat hatinya berdenyut tak nyaman. Cemburu itu dulu sempat menempati hatinya, entah ditujukan bagi Jeonghan atau cinta yang dengan jelas tak mungkin dimiliki olehnya.

Bagaimanapun juga, Mingyu pernah mencintai Jeonghan, menjadi satu-satunya laki-laki yang menerima kehangatan tubuh laki-laki itu kala bulan menggantikan matahari. Rasa itu masih ada untuknya, bahkan hingga saat ini. Bohong jika Mingyu berkata bahwa ia telah berhenti mencintai Jeonghan setelah mereka berpisah. Jikalau memang apa yang mereka bagi bukanlah cinta, kasih sayang itu adalah benar adanya. Setidak-tidaknya, Mingyu masih begitu peduli pada Jeonghan, dan begitu pula sebaliknya. Tatapan tajam yang kadang kala diarahkan Seungcheol  ketika Jeonghan memberikan perhatian padanya kemudian tak juga menyurutkan hobinya berkunjung ke sana.

Bersama Jeonghan, Mingyu belajar untuk kembali mencinta. Perpisahaan mereka kemudian menjadi pertanda baginya, bahwa kebahagiaan itu tak berhenti ketika merah menghiasi pergelangan tangannya. Mingyu kini paham bahwa kebahagiaan adalah suatu hal yang patutnya dicari, bukan diberikan padanya dengan cuma-cuma. Menjadi bahagia tak mestinya menunggu, butuh usaha dari diri sendiri guna meraihnya. Untuk itu ia menghabiskan hampir seluruh waktunya di studio, menciptakan musik dengan tangannya. Itu adalah satu-satunya hal yang membahagiakan baginya saat ini, menjadi lebih dekat dengan mendiang soulmate-nya, menulis rasa untuk Jungkook yang selalu tertinggal di hati.

Ketika pikirannya tak lagi melantunkan nada-nada secara acak, ia menghabiskan malam bersama Jihoon, sahabatnya yang juga berteman dengan sepi. Dia hidup berjauhan dengan soulmate-nya, tak ada satu kali dalam sebulan ia mendapat keistimewaan untuk merengkuh laki-laki yang dicinta olehnya. Apalah bedanya dia dengan Mingyu yang telah lama ditinggal mati oleh soulmate-nya? Meratapi kesepian mereka duduk di salah satu meja bar, membiarkan alkohol mengaliri darah dan mengendalikan akal sehat. Kebas di hati karena air keras, sejenak keduanya menghilangkan kesepian yang selalu mengikuti.

Tak berbeda dengan hari-hari sebelumnya, malam itu Mingyu telah membuat janji pada Jihoon untuk bertemu di bar favorit mereka sebenarnya. Namun, tiba-tiba saja sebuah inspirasi datang, dan ketika ia menyelesaikan lagu beserta draft liriknya, waktu telah menunjukkan pukul dua belas malam. Jihoon telah menghujaninya dengan ratusan pesan singkat ketika ia mengecek ponselnya, dengan yang terakhir baru saja dikirimkan lima menit yang lalu. Mingyu lantas bergegas sebelum sahabatnya itu mengamuk padanya hingga pagi menjelang.

Ia pergi menggunakan taksi dan meninggalkan mobilnya di studio, tak ada niatan untuk tetap sadar dan menyetir pulang nanti. Mingyu menghentikan taksinya di seberang bar, terlalu terburu-buru untuk menunggu taksi memutar balik di depan sana. Ia menyodorkan sejumlah uang dan memberikan sisa kembalian untuk supir taksi sebelum membuka pintu mobil. Beberapa langkah yang diambilnya untuk menyebrang jalan kemudian terhenti oleh suara bising, dan tiba-tiba saja tubuhnya telah terjatuh di aspal.

Kata Takdir : Spin - OffTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang