13) Tak Berkutik!

5 2 0
                                    

-SELAMAT MEMBACA-

Author

     Hembusan nafas terdengar begitu lega ketika perjuangan itu telah berakhir. Bahkan Rafa yang berada di sisi kanan pasien itu, tersenyum bahagia sembari menyeka keringatnya. Begitu juga dengan Eric yang sedari tadi ikut serta dalam mempertahankan nyawa seorang gadis yang hanya ia kenal sebagai mantan pasiennya.

"Selamat Dok, operasinya sukses dan berjalan dengan lancar," ungkap Deno -salah satu tenaga medis yang ada di tempat- menatap Rafa dan Eric dengan mantap.

        Keduanya -Rafa dan Eric- menyunggingkan senyum tulus sembari mengangguk ringan sebagai balasan. Mereka patut bangga dapat menyelamatkan nyawa seseorang di waktu malam hari, dimana hampir semua orang telah terlelap di alam mimpinya.

"Ric?"

"Hm, napa?" Eric bertanya balik dengan tatapan nanar pada Rafa yang sedari tadi menatap gadis itu dengan begitu intens.

"Kata lu, dia pasien lu yang ngundurin diri atas nama keluarga. Trus keluarganya gadis ini kemana? Gue gak liat siapapun di sekitar dia sejak tadi." Rafa bergumam seakan bertanya kepada dirinya sendiri.

       Sedangkan Eric hanya mengangkat bahu,
"Yah mana gue tau kali ah. Bapanya dia kalau gak salah, bilang sendiri mau bawa anaknya pergi. Eh tau-taunya malah ditinggalin di taman RS."

        Rafa sontak menatap tepat ke manik Eric,
"Tunggu! Tunggu! Lah terus gadis ini gimana? Kalau sampai kata-kata kamu benar? Ah~."

"Apaan sih Raf, kok lo jadi lebay gini sih. Ya udah daripada keder, mending lo bawa ajah deh ini cewek ke rumah lo. Kan kelar masalahnya," ujar Eric dengan begitu mulusnya.

        Sontak Rafa membulatkan matanya tak percaya,
"Lemes banget tuh yah mulut, minta disetrika."

"Ya ampun itu gue udah ngasih saran paling brilian, bukannya bilang makasih, ck..." rajuk Eric memalingkan wajahnya berlagak seperti banci.

       Melihat tingkah Eric yang menjijikan, tentu saja Rafa makin tak percaya bahwa ada orang sejenis Eric di dunia ini. Sungguh Rafa tak tahan untuk memusnahkan spesies macam Eric. Rafa mendengus kesal dan menepak kepala udang jelmaan sigung di hadapannya.

"Lo pikun apa ga punya otak?! Dirumah gue ada bos besar, mana mungkin gue bawa gadis ini ke rumah gue," jelas Rafa kelewat geram.

"Hm iya juga yah," gumam Eric sambil mengangguk polos.

"Nah kan keliatan begonya."

"Ck, ya terus mau gimana? Hah? Lo mau taruh ini cewek di pinggir jalan? Tega lo?" hardik Eric dengan nada ketus.

"Tapi gimana sama Bang Revan, sumpah yah gue ga mau berantem sama singa lapar."

"Gini deh, abang lo gitu-gitu juga punya hati kali. Coba ajah jelasin baik-baik siapa tau ngertiin kan," Eric tersenyum bangga akan saran yang barusan ia lontarkan.

        Sedangkan Rafa mengerutkan keningnya. Tidak, jangan mengira bahwa ia sedang menimang ide Eric barusan. Tapi naasnya,
"Halo, ini Eric kan? Ric, lo kagak kesambet kan?" Rafa melambaikan tangannya di depan wajah Eric yang sudah melotot.

         Bahkan tak segan-segan Rafa juga menempelkan telapak tangannya pada jidat Eric. Eric yang mulai kesal menepis tangan Rafa, dan menatap tajam. Enak saja ia dikata kesambet.

"Ah kentutlah. Nanti-nanti gue gak bakalan gunain otak gue lagi kalau ngomong sama lu."

"Heheh iya-iya canda kali ah. Ya udah deh, gue bakalan coba ide lo. Thanks yah Bro..." ucap Rafa sembari terkekeh ringan.

What is Happy?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang