🍁02. Sekantung Coklat

105 29 1
                                    

Seperti biasa, setiap pagi selalu ada yang diributkan. Si Galuh memang dasarnya keras kepala. Sudah kuberitahu bahwa jaket kesayangannya ada dikamarku tetap saja tidak percaya.

"Jaketmu ada dikamarku. Aku pinjam hari lalu." Kataku didalam mobil silver miliknya, yang dihadiahkan oleh mama satu tahun yang lalu sebagai kemenangannya dan timnya dalam lomba basket antar sekolah.

"udah gue masukin dalam tas."

"Benarkah? Kurasa tadi kulihat masih disana." Tanyaku heran.

"Bener.. Coba cek tas abang."

Rea segera membuka tas ransel hitam itu. Dia sedang fokus menyetir mobil. Tapi tak kutemukan jaketnya di dalam sini.

"Nggak ada bang."

"Cari yang bener. Nggak mungkin nggak ada orang tadi gue yakin udah masukin kok."

"Di lihat doang juga bisa kali. Tas lo nggak ada isi bukunya juga." Tapi sebentar, kubuka bagian lainnya.

"Lah ini mah sweater gue kenapa disini?"

Rea menjinjing sweaternya yang di dominasi warna biru pastel itu kearah kakaknya.

"Yaelah Reaaaa siih... Kenapa tadi nggak lo ambil jaket gue kalo lo liat!. Tau ah!" Dean mendengus kesal.

"Lah kok gue yang salah? Daritadi sebelum berangkat juga udah gue ingetin kali.. Lo aja yang batu."

Hening
Semua menggerutu kesal. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Dean memang tak pernah absen menggunakan jaketnya itu. Seperti barang wajib yang harus ada disampingnya. Mau puter balik ke rumah juga sia-sia, tinggal 3 menit lagi sampai sekolah.

🍫🍫


Parkiran sekolah.
Masih didalam mobil, Galuh membuatku semakin kesal karenanya.

"Nanti gue ada janji sama Reno, lo pulang naik ojol aja. " Katanya tanpa melihat kearahku.

Rea tak segera menjawab pernyataan itu, memilih untuk cepat-cepat pergi darinya. Menghentakkan kaki kesal. Disaat seperti ini Galuh punya segala cara untuk membalas 'keteledoranku?'. Sialan!

Suasana sekolah sudah ramai. Sekarang hampir jam tujuh. Kerumunan putih abu-abu dikantin dan parkiran sepeda segera berpencar saat bel berbunyi nyaring.

🍫🍫

XI-Ips 1

"Selamat pagi Andrea Anocchia!" senyum manis gadis itu tak pernah alfa.

"Pagi Ki."
Jawab Rea tak bersemangat.

"Weh.. Kenapa nih. Berantem lagi sama kak Dean?" Tanya Yuki menggoda.

"Yoi. Galuh emang batu."

"Untung ganteng Re abang lo. Kayaknya kalo gue jadi lo nggak bakal bisa marah sama dia." Yuki sudah berimajinasi dialamnya. Membayangkan jika saja dia menjadi anggota keluarga Wijaya.

"Khayalan lo berbanding terbalik sama kenyataannya."

Yuki memasang wajah cemberut seperti ada karet yang menguncir bibirnya.

Hentakan sepatu high heels semakin dekat terlihat dari jendela kelas nampak seorang wanita muda sekitar umur 22 tahun dengan kacamata minus berwarna ungu menempel cantik pada wajahnya.

"Selamat pagi!"

"Pagi bu!" Jawab serentak.

"Hari ini ulangan harian sejarah bab 1. Siapkan kertas dan pulpen diatas meja!"

REAVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang