Alhasil, Devan memang terlambat saat jam pelajaran sudah dimulai. Dia dihukum keluar kelas dan tidak mengikuti pelajaran tersebut. Devan mengangguk, lantas menuju bangkunya dengan sekantung makanan tadi.
"Re, makan. Cepetan nanti lo sakit. Makannya diem-diem." Devan berkata pelan sembil menyodorkan kantung makanan tersebut kearah Rea. Kemudian keluar kelas dengan membawa buku matematikanya. Rea yang tak enak hati dengannya memilih untuk membuat sedikit 'masalah' dengan Pak Edi.
"Baiklah anak-anak, tugas kemarin dikumpulkan sekarang!" tak butuh waktu lama, murid-murid itu segera berkerumun mendekati meja beliau dengan buku tugasnya.
"Siapa yang tidak mengumpulkan?!" ucapnya tegas. Rea pelan-pelan mengacungkan jarinya.
"Kamu pojok sana! Kenapa tidak mengumpulkan?!"
"Ngg anu pak. Bukunya ketinggalan." katanya gugup, semua kelas memandang Rea seolah tak percaya dengan apa yang terjadi.
"Re beneran? Kok gue nggak yakin ya." kata Meika teman didepan bangkunya. Rea mengangguk.
"Manusia tempatnya lupa ka."
"Aku yakin ada sesuatu.hemm"
Yang lain menimpali."Curiga nih.."
"Masa anak terpintar dikelas ini aja sampe lupa gak bawa buku."
"Ya sudah, seperti konsekuensinya. Kamu keluar kelas!" Rea tersenyum simpul. Mengangguk lagi. Membawa buku lembar kerja siswa dan menyembunyikan roti yang tadi dibeli oleh Devan.
Diluar kelas.
"Perlu bantuan?" Rea menawarkan diri, melihat Devan tampak kesulitan berkutat dengan angka-angka tersebut. Lalu duduk disampingnya.Devan menoleh sekilas.
"Kok lo bisa disini, kenapa?""Lupa nggak bawa buku tugas." Rea tersenyum manis pada Devan.
"Oh.. " merasa kesal tawarannya tak dijawab Rea memilih diam. Mengerjakan soal-soal selanjutnya.
"Lo belum makan?" Rea menoleh, tersenyum lagi. Mengambil roti yang tadi disimpannya.
"Ini, lo juga belum makan kan?" Rea membagi roti tersebut sama rata. Menyodorkannya pada Devan.
"Lo makan aja, laper banget kayaknya." Devan berucap tanpa sedikit pun melihat sosok yang berbicara padanya, masih fokus pada buku dipangkuan.
Sialnya, perut Devan juga berbunyi keroncongan minta diisi. Malu, benar-benar malu raut wajahnya. 'Sial kenapa lo bunyi pas waktu nggak tepat sih' Devan menggerutu dalam hati. Sedangkan Rea, tak kuasa menahan tawanya. Sampai keluar air matanya.
"Kalian ribut saja daritadi! Kerjakan tugas kalian segera!" Pak Edi menyembulkan kepalanya dari balik kaca jendela.
"Iya pak." jawab mereka hampir serempak.
"Van, ini lo makan juga. Nggak usah sok deh."
Devan dengan paksa dan menahan malu mengambil potongan roti tersebut.
"Makasih." diterimanya sepotong roti itu masih dengan wajah dingin, kembalinya Devan sibuk lagi berkutat dengan angka didepannya.
"Mau gue bantu?" tawar Rea.
"Gausah gue bisa." jawabnya ketus, mulutnya masih penuh dengan sisa roti terakhir. Raut wajahnya terlihat bingung, alisnya saling bertautan, bibirnya manyun matanya menyipit. Rea jelas memperhatikan setiap detailnya, sesekali menahan tawanya saat ekspresi itu dibuat.
"Beneran?" tawarnya lagi sedikit meledek.
"Diem lo!" kali ini pensil yang dipegangnya digarukkan pada pucuk kepala.
"Yaudah si." Rea kembali mengerjakan ulang tugas yang diberikan gurunya tiga hari yang lalu. Masih ingat sususan rumusnya, berapa jawabannya. 15 menit cukup untuk mengerjakan beberapa soal tersebut. Devan masih setia pada nomer 3, tak ada perubahan sejak tadi.
Tepat 15 menit, Rea sudah menyelesaikannya. Meregangkan lengannya, memainkan jemarinya. Melirik Devan, menawarkan bantuan lagi.
"Gue bantuin sini." Devan sepertinya pasrah tak bisa lagi melanjutkan. Menggeser buku tugasnya supaya Rea bisa melihat dan membantu. Tak ada yang terkejut saat Rea bisa menyelesaikan tugas hanya sebentar, semua tau itu.
"Siniin buku lo! Gue salin biar cepet." Devan menengadahkan tangannya.
"Nggak. Kalo gitu terus kapan lo bisa? Gue bantuin caranya." Rea menyimpan buku kerjanya menjauh.
"Bisa atau nggak apa urusannya sama lo!"
"Karna lo temen gue!"
"Manfaatnya apa buat lo?!"
"Yaudah si, kalo lo nggak mau gue ajarin gue kumpulin sekarang tugas gue. Dan lo disini sampe jamuran juga gue nggak peduli!" Rea berdiri, ingin kembali ke kelas mengumpulkan tugas susulannya. Baru selangkah, dengan cekatan tangan Devan mencengahnya.
"Duduk! Bantuin gue." kata Devan mencegah. Rea mendengus kesal. Mendudukkan kembali tubuhnya. Hampir 20menit sudah Rea sangat lelah, lelah karena sedari tadi Devan terus meminta mengulangi lagi apa yang dia ajarkan. Sekarang saja baru nomor 5, yang benar saja. Rea tak habis pikir soal ini, hanya mengajarkan temannya memakan waktu yang lama.
"Makanya tadi perhatiin! Capek gue, haus." ucap Rea kesal, punggung tangannya tak hentinya mengusap peluh.
Tanpa ba bi bu, Devan beranjak dari tempatnya.
"Mau kemana?""Kantin."
"Ngapain?!"
"Beliin lo minum." Devan pergi melesat hingga punggungnya tak lagi nampak. Ditempanya, Rea masih menyunggingkan senyum.
"Re!" derapan langakahnya mendekat, dibawanya rautan dengan pensil yang masih tertancap.
"Eh!"
"Kamu ngapain diluar? Nggak ada pelajaran ya?"
"Eum.. Aku dihukum, disuruh ngerjain diluar. Hehehe." Rea tampak canggung saat membuatnya tertawa.
"Masa sih? Kamu udah selesai? Perlu bantuan, kali aja aku bisa bantu. Hehehe."
"Nggak usah makasih. Aku udah selesai kok." senyumnya seperti tak pernah pudar disana.
"Kamu panasan ya? Sampe keringetan gitu. Aku bawa air loh, aku ambilin ya?"
"Eh nggak usah repot-repot Van. Tadi temenku udah beli kok."
"Temen siapa? Yuki? Jangan bilang itu Devan."
"I-iya.. "
"Jadi kalian cuma berdua dihukum?"
"Iya Vanooo.. Udahlah kamu cepet masuk, nanti ketinggalan." Vano tampak memanyunkan bibirnya.
"Jangan deket-deket sama Devan. Aku nggak suka!"
Apasi Vano gajelas.
"Iya udah sana masuk!"
.
.
.Tiga menit setelahnya, ditangan Devan terdapat sekantung plastik makanan ringan juga 2 botol minuman dingin.
"Kok beli jajan segala sih? Nanti kalau ketauan terus ditanya sama Pak Edi gimana?"
"Lo pikir kalo lo minum nggak bakal ditanya, dapet minum darimana? Yaudah kali orang gue laper, kalo nggak mau buat gue semua."
"Eeeh jangan gitu dong. Gue juga laper."
Sampai satu jam pelajaran hampir usai dan tepatnya mereka juga sudah meyelesaikan tugasnya. Untungnya Pak Edi hanya fokus mengajar dikelas seolah tidak ada oknum diluar sini.
"Makasih. Udah bantuin gue."
"Makasih juga beli jajanan tadi.Hehe"
Devan hanya membalasnya dengan sedikit senyuman.
Manis.. batin Rea dalam hati. Kemudian menggeleng pelan kepalanya. Mikir apa sih gue, bego!Lucu kayak kucing gue. Dirumahnya Devan memang maniak kucing, dia suka sekali membeli atau mengadopsi kucing. Mungkin saat ini sudah ada 5 kucing dewasa dan 3 anak kucing.
Alixeu🐝
KAMU SEDANG MEMBACA
REAVAN
Fiksi RemajaJika kalian Rea, yang menyukai kakak kelas sekaligus teman kakak laki-lakimu sendiri selama 1 tahun lebih tapi bingung antara sekedar suka atau benar-benar suka. Apa yang kalian lakukan? 🍫Happy reading 🍫