Pukul 17.30
"Yuhuu.. Dean ganteng pulangg!!"
"Eh den Dean sudah pulang to? Makan dulu den, bibi masakin sayur sop sama perkedel. "
"Loh Bi Asih kapan pulang? Kok nggak ngabarin Dean sih? Nek Yasmi udah sembuh?" Kata Dean sambil mencium tangan Bi Asih.
"Tadi siang den, alhamdulillah sudah. Ini neng Rea masih tidur kecapean kayaknya. Tadi pulang sekolah langsung tidur disofa."
"Kebiasaan kutil nih." Ucapnya lagi sesekali melirik adiknya sekilas yang sudah terlelap tidur.
Bi Asih hanya menggelengkan kepalanya, tersenyum. Sudah tak asing lagi baginya melihat hal semacam ini. Saling meledek satu sama lain. Sejak 7 bulan yang lalu, mereka kehilangan kedua orang tuanya peran Bi Asih dan Pak Harto lebih dari sekedar pembantu mereka sudah seperti keluarga.
Sandi Wijaya dengan istrinya Larasiva Wijaya tertimpa musibah kecelakaan beruntun yang mengakibatkan mereka kehilangan nyawanya juga meninggalkan dua putra putrinya.
"OY Ano, bangun lo! Mandi!" Perintah Dean selepasnya dia bersihkan badan. Rea yang masih bergelut mimpi itu tampak tak terusik sedikit pun.
"Gila ni anak. WOY ANO BONAPERTE COBA-COBA DOMIAN EGG.." Jurus andalan Dean hanya satu, teriak pas ditelinga.
"BUDEG GUE GALUH LAMA-LAMA LO TERIAK SANDI MORSE!"
"Udah sana lo mandi, mau magrib juga."
"Ck! Iya Galuh iya." Rea berjalan gontai setengah sadar menaiki tangga rumahnya.
"JANGAN LUPA MAKAN HABIS MANDI! GUE TUNGGU DIBAWAH"
"GUE BISA DENGER GALUH AELAH." Teriak Rea tak mau kalah kencang.
🍫🍫🍫
Selesainya mandi dan sholat bukannya turun untuk makan malam Rea malah rebahan dikasurnya. Sambil mendengarkan radio acara kesukaannya. Tak ada salahnya juga kan dizaman modern seperti ini masih ada yang ingin mendengarkan siaran radio bukannya televisi atau handphone android yang semakin canggih.
"ANOCCIA TURUN CEPET, DITUNGGUIN JUGA!"
Rea sesekali mendengus sebal. Bisa tidak si kakak laki-lakinya itu berhenti berteriak sehari aja. Berhenti mengomelinya, menyuruhnya, atau mengganggunya.
Tak perlu membalas teriakan si sulung itu, karna Rea pikir ini rumah bukan hutan rimba diujung pulau sana.
Hentakan kakinya terdengar menggema mengisi keheningan ruang. Menuruni tangga dengan perasaan jengkel. Baru saja mendudukkan pantatnya, seseorang dihapannya berceletuk.
"Bisa nggak sih, lo lakuin tanpa disuruh! Tanpa gue teriak-teriak! Ha!"
Beberapa detik hening. Hanya terdengar suara sendok beradu dengan piring keramik.
"ANDREA LO DENGERIN GUE NGGAK?!"
Rea tak pernah berfikir kakaknya itu akan semarah ini dengannya. Dia hanya bisa menelan ludah dan mengangguk pelan. Menenggelamkan kepalanya. Sesuatu sepertinya sedang terjadi dengan Dean, karena tak biasa kakaknya seperti ini. Dean kakak yang penuh perhatian meskipun sering mengejeknya, membuatnya kesal setiap hari.
"Jawab Andrea!"
Perasaannya hancur. Matanya sudah berkaca-kaca. Rea pergi meninggalkan kursinya menangis terisak masuk kedalam kamarnya. Menghentakkan kakinya keras-keras hingga siapapun didalam rumah besar itu bisa mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REAVAN
Ficção AdolescenteJika kalian Rea, yang menyukai kakak kelas sekaligus teman kakak laki-lakimu sendiri selama 1 tahun lebih tapi bingung antara sekedar suka atau benar-benar suka. Apa yang kalian lakukan? 🍫Happy reading 🍫