dian yang merasa diejek itu sontak ngusap airmatanya, "apaan sih! nih berenti!"
dan yohan gemes setengah gila.
yohan menatap bintang dilangit. iya, mereka lagi ditaman komplek, berdua, malem-malem, masih pake seragam pula, mengundang tante girang banget.
"eum~ kalo boleh tau, kenapa sih lo jauhin gue sampe seniat itu?"
dian terbelalak, takut mau nerangin.
"tapi janji ya? nggak usah diemin gue lagi!"
"ya," tukasnya tanpa melirik ke dian sedikitpun.
"tuh kan!! jutek!!"
sumpah yohan gemes.
"iyaa, gue nggak bakal marah dian....!"
dian melengos plong, terus tarik bafas buat bacot panjang, "ya pokoknya karena gue ngerasa gue nggak pantes temenan sama lo."
"ih, kok gitu sih! nih yaㅡ,"
"DENGERIN DULU BABI!" dian malah marah, sedangkan yohan dalam hatinya puas banget liat dian marah.
"iya, lanjutin."
"kan lo tau, gue anak malem, anak balapan, silsilah keluarga gue antah-berantah, gue dilahirkan dari rahim ibu yang bener-bener hinaㅡ pokoknya gue dikenal buruk dilingkungan manapun....
....dan intinya, gue nggak mau lo kena imbasnya, lo orang baik, lingkungan lo baik, lo punya latar belakang yang baik, dan juga....pergaulan lo juga harus baik, iyakan? jadi, dengan bertemunya lo sama gue, gue rasa itu bukan hal baik."
yohan sontak terkejut, dian yang kocapnya baddasnya minta ampun punya sisi setulus ini.
memang sih, dari awal yohan paham, seberapa kasarnya dian kalo bicara, dian tetep nggak bisa lepas dari definisi 'wanita lemah'.
"dian, tatap gue sih, gue bergaul sama siapa aja, jangan anggap diri lo buruk, terus lo nggak boleh ada dikalangan orang-orang yang menurut lo baik, manusia berkamuflase,
... jadi hilangin ya, tentang diri lo yang buruk-buruk, gue yakin lo nggak seburuk itu, jangan jauhin gue cuma gara-gara itu, nggak masuk akal."
dian menatap balik obsidian hitam pekat selegam malam, masih nggak nyangka, dian bisa deket sama orang yang berspesies aneh, tapi siapa sangka malah dian galau setengah mati kalo nggak ada yohan.