III

276 44 10
                                    

Menjelang malam, para pelayan kembali disibukkan dengan persiapan jamuan makan malam dan pemeriksaan kamar-kamar yang akan digunakan oleh para tamu. Sekarang aku ditugaskan sebagai pemeriksa kamar para tamu. Dan artinya, aku terpaksa mengelilingi istana untuk memeriksa kamar yang jumlahnya kurang lebih sepuluh orang. Karena menurut data yang tertulis, setiap kerajaan dari lima kerajaan yang hadir mengirimkan dua orang pangeran.

Dari kejauhan, aku dapat mendengar suara derap langkah kaki yang berasal dari koridor utara. Itu pasti para pangeran. Tak lama kemudian, muncul sekelompok orang yang ternyata memang benar para pangeran yang didampingi oleh Putera Mahkota Edward, Puteri Azele, dan Puteri Helena.

Aku menunduk hormat kepada mereka yang berjalan melewatiku. Sebagai pelayan, aku hanya dianggap angin lalu bagi mereka.

Eh, kenapa jadi sepi? Apa mereka sudah lewat?

Kudongakkan kepala untuk memastikan hal tersebut. Namun, hal yang tak terduga malah terjadi. Para pangeran itu berhenti tepat di depanku yang merapat pada dinding istana yang dingin.

Ya Tuhan… ingin sekali rasanya aku berlari dari tempat ini. Namun, aku tidak bisa!

Aku tidak tahu apa yang sekarang ada di dalam otak mereka. Apa karena saking jeleknya aku sampai-sampai menjadi bahan tontonan seperti ini?

“Hai, Sweetheart. Apa kabar?”

Aku terhenyak saat mendengar suara orang yang menyapa. Sial. Itu Edmund!

Dengan percaya dirinya pemuda mesum berambut coklat itu menghampiriku. Tubuhku nyaris tak bisa bergerak saat sosok yang pernah hampir memperkosaku itu kini benar-benar berada di hadapan. Aku menelan ludahku kasar.

Nampak Puteri Azele dan Puteri Helena yang melirik sinis kepadaku. Memang, selama ini mereka ‘lah yang paling tidak menyukaiku. Alasannya pun aku tak tahu. Akibatnya, setiap aku berbuat salah, sekecil apapun itu, mereka akan memberikan dengan mengurungku di penjara bawah tanah.

Para pengeran belum beranjak dari sana. Itu membuatku risih sekaligus takut.

“Edward, kapan pesta ‘itu’ diadakan?” Edmund kembali bersuara tanpa mengalihkan pandangannya. Putera Mahkota Edward—yang nyatanya adalah sahabat Edmund, menjawab, “Malam ketujuh, Edmund. Aku harap kau bisa bersabar.”

Pesta? Apa akan ada pesta lagi? Kuharap bukan pesta seks lagi yang dimaksud dua orang itu.

“Ehem. Yang Mulia, mari kita lanjutkan perjalanan. Aku rasa hidangan malam sudah siap untuk disantap,” Azele akhirnya bersuara. Perempuan berambut pirang itu tersenyum manis. Tapi dalam pengelihatanku, senyum itu sangat memuakkan!

Dan tak lama kemudian, mereka kembali melanjutkan langkah mereka. Tapi, ada satu hal menarik perhatianku. Dua orang dari mereka berambut hitam pendek. Tubuh mereka tinggi dan berisi, berbeda jauh dengan tubuhku yang agak pendek dan kurus. Apa mungkin pengaruh karena mereka adalah pangeran?

Tiba-tiba salah satu pangeran berambut hitam yang aku perhatikan tadi menoleh kepadaku. Napasku tercekat saat melihat wajahnya yang sangat tampan dengan mata tajam. Bentuk wajahnya kecil, tapi hal tersebut malah makin memperparah kadar kemaskulinan lelaki itu. Dia tersenyum kecil kepadaku. Sedangkan aku hanya bisa termangu, bergeming.

Setelah mereka menghilang di balik koridor, barulah aku beranjak dari tempatku berdiam tadi. Kusentuh dadaku yang terasa berdebar kencang. Ada apa ini? Apa aku sedang sakit?

Kugelengkan kepala untuk mengusir pikiran-pikiran yang mengganggu itu. Fokus, Jae, fokus!

Oke, aku akan melihat denah beserta daftar nama penghuni kamar.

YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang