35. Memberontak.

48 4 0
                                    

"Lo denger gak, kalau kemarin anak-anak sekolah kita pada tawuran." Obrolan para siswa menarik perhatian Tasya dan Ana yang baru saja sampai disekolah.

"Kata siapa lo, jangan bohong!" Ucap salah satu siswa lainnya yang sedang duduk didekat lorong kelas XI.

Siswa yang tadi duduk diundakan, berdiri mendekat kearah temannya. "Saudara sepupu gue anak sini, dia kemarin ikut tawuran sama gengnya dan lo tau gak dia itu ikut geng apa ya namannya, gue lupa. Tapi yang membuat gue kaget yaitu siapa ketua gengnya."

"Emang siapa ketuanya?" Tanya teman satunya yang sedari memperhatikan ceritanya.

"Anak kelas 12. Kalau enggak salah itu namanya Asanas, anak baru itu loh yang tinggi."

Para temannya merespon dengan berbagai cara, ada yang terkejut sambil berdiri, ada juga yang mendekat mencoba mengecek apakah ia tidak salah dengar.

Tasya melotot terkejut, sedangkan Ana sudah maju mendekat kearah siswa yang sedang bergosip itu.

Ana menggebrak kursi yang berada di lorong itu, seketika semua menoleh dan terkejut oleh tindakan Ana.

"Maksud lo apa-apa?" Tanya salah satu siswa yang maju mendekat kearah Ana.

Ana maju, mendorong bahu siswa tersebut. "Pagi-pagi jangan gosip, laki-laki kok gosip enggak malu apa sama tuh burung!" Ucap Ana yang sudah terlanjur emosi.

Tasya buru-buru menarik Ana dan mengajaknya pergi, tak ingin membuat keributan. Ana memberontak saat diseret Tasya.

"Maaf ya kak." Ucap Tasya kepada siswa laki-laki itu yang ternyata kakak kelasnya, terlihat dari bet seragam disebelah kanannya.

"Suruh tuh temen lo sopan."

"Apa lo!" Tantang Ana yang masih emosi.

Tasya menyeret Ana menjauh, dan mengangguk kepada kakak kelas yang masih saja menatap Ana.

Ana masih saja misuh-misuh kepada Tasya yang tiba-tiba menyeretnya. Tasya menjitak kepala Ana membuat sang empu meringis serta melotot kearah Tasya.

"Lo apa-apa sih." Ucap Ana dengan nada sebal.

Tasya menatap Ana sekilas lalu meneruskan langkahnya menuju kelas. "Lo jangan buat gara-gara deh!"

"Siapa suruh gosipin sahabat gue!"

Tasya mengangkat sebelah alisnya. "Emang Asanas sahabat lo?" Tanya Tasya.

Ana menghela nafasnya, menatap Tasya jengkel. "Lo tuh bloon ya. Gini gue jelasin deh, sahabat gue itu lo sama Indi. Kan Indi baru deket sama Asanas, terus ya sama aja gitu kalau Asanas yang digosipin itu ibarat Indi."

Tasya mencoba bersabar menghadapi sifat kekanak-kanakan Ana yang muncul. "Dasar pinternya dari lahir, ya bodohnya kena pas dewasa."

"Tapi gue penasaran, memang bener Asanas ketua geng?" Tanya Tasya yang baru saja memasuki kelas mereka.

Ana menggeleng pelan, menaruh tasnya ke tempat duduknya. "Gue kangen Indi." Ucap Ana tiba-tiba saat melihat kursi Indi yang masih kosong.

"Udah lah, enggak penting mikirin dia. Mending kita main Instagram, live yuk Na!" Ucap Tasya, sambil mengambil Smartphone disaku roknya.

Indi baru saja turun dari motor besar Asanas. Parkiran motor mulai banyak siswa-siswi yang tengah memarkirkan motornya.

Entah firasat Indi atau tidak, semua orang seperti sedang memperhatikannya dan Asanas. Indi menatap Asanas yang sedang melepas jaket Army nya. Lalu menyisir rambutnya dengan jari tangan.

"Ayo!" Ajak Asanas sambil menggandeng tangan Indi.

Indi hanya diam saat Asanas menggandeng tangannya, bahkan para murid yang berada di lorong seketika menatap mereka berdua.

"Eh itu bukannya Asanas ketua geng Ultras ya." Ucap salah satu siswi saat Indi dan Asanas melintas didepan mereka.

Seketika Indi berhenti berjalan, membuat Asanas juga memperhatikan langkahnya. Indi merasa kaget, kenapa bisa siswi itu tahu identitas Asanas, setahunya hanya beberapa murid yang hanya masuk Ultras yang mengetahuinya.

"Kenapa mereka bisa tahu?" Tanya Indi mendongak mengahap Asanas.

Asanas sudah menebak ini sebelumnya, pasti berita tawuran kemarin sudah menyebar sampai disekolah. Beruntung kemarin mereka hanya diberi nasihat oleh polisi, dan dibebaskan dengan syarat tak mengulangi perbuatan mereka yang merugikan diri sendiri dan orang lain.

Asanas mengangkat bahunya acuh, lalu menarik Indi untuk mengikuti langkahnya lagi. Indi tak puas dengan jawaban Asanas, tatapi mungkin ini belum waktu yang tepat untuk membicarakan masalah ini.

Di pertengahan lorong menuju kelas 11 Indi dan Asanas dibuat berhenti oleh kepala sekolah yang menghadang mereka. "Kalain ikut saya keruangan, sekarang!" Ucap pak Dibyo lalu melangkah meninggalkan Indi yang terkejut, sedangkan Asanas masih saja tenang.

"Pak, saya salah apa?" Tanya Indi.

Tetapi bukannya menjawab pak Dibyo tetap meneruskan langkahnya menuju ruangannya.

"Buset, pagi-pagi udah dipanggil kepsek." Ucap Asanas lalu berbelok jalur dan mengajak Indi keruangan pak Dibyo.

"Kita mau diapain ya San?" Tanya Indi bingung sekaligus takut dengan perintah kepsek.

Asanas mendekat, menaruh telinganya di sebelah wajah Indi. Membuat Indi kaget karena sikap Asanas yang tiba-tiba. "Apaan sih deket-deket, sana deh jauh-jauh!" Ucap Indi mendorong Asanas menjauh.

"Mungkin kita mau diberi uang jajan sama kepsek" Ucap Asanas dengan mode nyebelinnya.

"Bloonnya kumat." Ucap Indi sambil mencoba mempercepat langkahnya. Tak mau berdekatan dengan Asanas takut ia tertular sifat bloon Asanas.

"Woy manis, tunggu!" Ucap Asanas yang tak digagas Indi.

Indi mengetuk pintu ruangan kepsek, lalu terdengar suara mempersilakan mereka masuk kedalam. Indi masuk lalu disusul Asanas dibelakangnya.

"Permisi pak." Ucap Indi bersikap sopan.

"Enggak usah pakek acara sopan santun." Cerca pak Dibyo tegas lalu berdiri menghampiri Indi dan Asanas.

Indi dibuat terkejut oleh sikap pak Dibyo yang biasanya terkenal ramah kepada muridnya, tiba-tiba bersikap seperti ini.

"Maksud bapak apa ya?" Tanya Indi yang masih berbahasa santun.

"Murid sekarang emang kek gini semau ya, mukannya dimana-mana. Luar boleh lembut tetapi dalamnya rusak." Ucap pak Dibyo sambil menelisik Asanas dan Indi.

Asanas maju, mendekat kearah pak Dibyo. Menatapnya tak berkedip sekalipun. "Bapak kalau omong dijaga!"

Pak Dibyo tersenyum remeh kearah Asanas, lalu menatap Indi lagi, dari bawah sampai atas. "Salah bapak omong kek gini?"

"Liat aja kelakuan kalain kek gimana, sekarang bapak perintahin kamu buat panggil semua murid SMA Bergas yang ikut anggota geng kalian, terkhusus yang ikut tawuran kemarin, sekarang!"

Deg.

Indi maupun Asanas sama-sama terkejut, tak menyangka bahwa kepala sekolah juga mengetahui soal kabar ini. Seketika Asanas merubah raut wajahnya yang tadi kaget menjadi lebih tenang. Walaupun dalam keadaan apapun ia harus dapat mengontrol raut wajahnya.

Pak Dibyo mendekat kearah Asanas, menampar keras lengan kiri Asanas. Membuat Indi menutup mata.

"Kamu budeg apa lupa ingatan!" Ucap pak Dibyo dengan oktaf tinggi.

"Cepat, suruh semua temen geng kamu buat kumpul dilapangan sekolahan!" Perintah pak Dibyo sambil melangkah keluar ruangannya.

Indi mendekat, menatap mata Asanas dalam. "Lo enggak papa?"

Asanas hanya diam, tak merespon sebab ia sangat terkejut serta tak menyangka semua akan sampai sejauh ini.

TrahisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang