33. Jarak kita

44 3 0
                                    

Taman belakang seperti biasa, terlihat sepi serta kosong. Hanya ada satu bangku yang diampit langsung oleh dua pohon besar sedangkan disebelah kiri terdapat kolam yang lumayan besar.

Asanas menarik wajah Indi untuk menatapnya, memeriksa bahwa kalau ada luka di wajah Indi. Indi menegang ditempat, terkesima oleh tatapan Asanas.

Tanpa sebuah aba-aba Asanas berjongkok tepat didepan Indi, dengan gerakan tegas Asanas mengambil sapu tangan disaku celananya. Lalu mengusap serta meniup luka Indi dibagian kaki Indi.

Hanya luka kecil, tapi membuat Indi harus memejamkan mata untuk menahan rasa perih yang disalurkan oleh sapu tangan Asanas yang mengenai permukaan lukanya.

"Sakit?" Tanya Asanas sambil sesekali meniup luka Indi.

"Lumayan." Jawab Indi merem melek.

Indi menatap Asanas yang masih jongkok didepannya, lalu tatapannya jatuh di kolam taman yang tak jauh dari tempatnya duduk.  Indi seketika mengingat dulu ia sering menghabiskan waktunya dengan Tasya dan Ana ditaman sekolah.

Bahkan Indi mengingat setiap apa yang ia lakukan dengan mereka, seketika tak terasa matanya mengeluarkan air. Indi merasa semuanya telah hilang, bahkan ia tidak tau letak kesalahannya sehingga menyebabkan sahabatnya meninggalkannya.

Rasa sakit dilututnya terasa hambar, rasa sakit dihatinya lebih mendominasi semua sakit yang ia rasakan. Indi terisak bahkan Indi sendiri tak sadar sudah menangis sedari tadi.

Asanas mendongak, menatap Indi. Lalu dengan cekatan ia bangun dan duduk disebelah Indi. Entah dari mana semua ini dimulai, Asanas dengan mantap mendorong tubuh Indi untuk semakin dekat dengan tubuhnya. Lalu dibawa kepala Indi dibahunya.

"Kalau mau nangis, silakan sepuas lo. Selama senderan lo saat nangis itu gue!" Indi memberontak, mencoba mendorong Asanas tetapi yang namanya cewek tetap tak bisa melawan tenaga cowok.

Asanas mengusap pelan bahu Indi, sedangkan tangannya yang lain membawa tangan Indi untuk digenggam.

"Gue salah apa Nas?" Tanya Indi sambil menatap kedepan.

Asanas hanya diam, tak mau mengambil balon percakapan dan tak ingin membahas mengenai persoalan yang tengah terjadi.

"Kenapa semua sahabat gue pergi?, Apa gue emang egois ke mereka?" Tanya Indi bertubi-tubi.

Asanas mempererat rangkulannya, mengusap pelan rambut Indi. "Sust, gadis manis enggak boleh cengeng."

"Yang namanya teman enggak bakal ninggalin lo apapun keadaan lo."

"Selama gue disini, lo ngak bakal gue tinggalin. Kan masih ada gue sama anak-anak Ultras." Ucap Asanas mencoba menyingkirkan anak rambut Indi yang berterbangan.

Indi menenggelamkan wajahnya di dada Asanas, menumpahkan semua air mata yang ia punya.

"Ntar malem gue ajak lo jalan!" Ucap Asanas tiba-tiba.

Indi mengusap bekas air matanya, lalu menatap Asanas. Sedangkan Asanas sedari tadi menatap Indi tak mau mengalihkan pandangannya, diusapnya bekas air mata Indi disudut pipi Indi.

Indi menutup mata, meresapi sentuhan dari Asanas, sejak kapan ia selemah ini didepan orang yang baru ia kenal dan sejak kapan pula ia mudah disentuh oleh sembarang orang.

TrahisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang