21. Siapa yang salah??

94 9 0
                                    

Fatwa baru saja pulang, dan hari sudah mulai petang sedangkan Indi belum juga ditemukan. Fatwa semakin gelisah dibuat, ia sedari tadi mondar-mandir didepan pintu. Siapa tau Indi akan pulang.

Dengan pening yang tiba-tiba menyerang, Fatwa mengambil duduk dan meremas rambutnya, frustasi. Deru sepeda motor membuat Fatwa mendongakkan kepala melihat ke gerbang rumahnya.

Dan cepat-cepat Fatwa berlari ke depan saat ia melihat Indi datang, saat didepan rumah betapa kagetnya ia mendapati Asanas yang mengantar Indi. Dan seketika Fatwa menjadi mempunyai banyak pertanyaan untuk Indi dan Asanas.

Bagaimana bisa mereka bersama?

Apakah Indi yang menghubungi Asanas?

Atau Asanas yang menghubungi Indi, menyadari bahwa Asanas akhir-akhir ini kerap bersama indi.

Atau mereka emang sengaja berjanjian?

Masih banyak yang Fatwa pikirkan saat Indi turun dari motor KLK hitam putih Asanas. Fatwa hanya diam ditempat sambil menahan emosinya agar tidak sampai terpancing saat melihat Asanas yang dengan gerakan yang menurut Fatwa dibuat-buat saat membantu Indi turun dari motornya.

"Baik-baik lo,jangan kabur-kaburan lagi!" Perintah Asanas sambil menerima sodoran helm dari Indi.

"Lo kok bisa tau sih!" Kaget Indi sambil mendekatkan dirinya kerah Asanas saat dirasa Fatwa sedang mencoba mendengar pembicaraan mereka berdua.

Memang sedari tadi Indi sudah mengetahui kalau Fatwa sudah memperhatikannya sedari ia sudah sampai didepan gerbang, tetapi ia memang mengacuhkan berpura-pura bahwa ia tak melihat Fatwa yang terus menatapnya tanpa mau menghampirinya, sedangkan Asanas sepeti masih belum menyadari kehadiran Fatwa.

"Gue bisa baca pikiran kalau lo mau tau!" Tutur Asanas dengan tatapan yang dibuat semeyakinkan.

Indi melotot kearah Asanas "serius?"

Asanas terkekeh sambil mencubit pipi Indi "bercanda, goblok."

"Yee, gue kira emang bener." Ucap Indi sambil memukul helm Asanas

Asanas hanya tersenyum,dan mendorong tubuh Indi kearah rumahnya "masuk gih, tuh anjing penjaganya udah kek mau orang kejang-kejang dari tadi matanya melotot kek mau keluar gitu."

"Lo juga ngelihat?, Gue kira gue doang yang liat." Tanya Indi pelan mencoba melirik sedikit kerah Fatwa.

"Dari spion." Jawab Asanas sambil mulai menghidupkan mesin motornya.

"Eh ya, jangan lupa besok lo ikut gue habis pulang sekolah tadi lo udah janji."

Indi mengangguk mengiyakan walaupun ia juga belum tau mau dibawa kemana ia besok. Tapi karena kebaikan Asanas yang sudah menolongnya untuk menghindar dari Fatwa walaupun sementara, dan pembelaannya saat didepan teman-temannya membuat Indi menjadi seperti sudah berhutang banyak kepada Asanas untuk hari ini.

Walaupun masuk kedalam Ultras bukan kemauannya, tetapi ia juga ingin mengetahui sebenarnya apa yang terjadi pada abangnya sehingga membuatnya ia keluar dari kumpulan anak remaja laki-laki yang menurut baik-baik itu.

"Gue pulang. Btw selesain juga masalah lo." Setelah itu Indi hanya melihat punggung Asanas yang lama-lama semakin mengecil dan hilang dibelikan komplek rumahnya.

Indi membalikkan badannya dan tanpa ia sangka Fatwa sudah didepannya, tatapan matanya terlihat sendu dan rambutnya terlihat berantakan seperti orang yang frustasi.

Indi mencoba membiarkannya dan ingin segera berlalu dari hadapan Fatwa, mencoba mengambil jalan dari arah kiri tetapi dihalangi oleh Fatwa dan mencoba mengambil jalan kearah kanannya tetapi Fatwa setia menghalanginya. Indi muak saat seperti ini!.

Fatwa mengambil kedua tangan Indi untuk ia genggam, lalu ia mengangkatnya kedepan dadanya Indi mencoba membuang wajahnya berusaha menghindari dari tatapan Fatwa.

Padahal baru kemarin Indi dan Fatwa baikan tetapi hari ini mereka sudah bermusuhan kembali, tetapi jangan salahkan Indi salahkan saja Fatwa yang selalu menyembunyikan sesuatu darinya.

"Segitukah hinanya wajah abang Ndi, sampai-sampai kamu ngak mau ngelihat wajah abang?" Tanya Fatwa sambil mencoba menyentuh wajah  Indi untuk melihat kearahnya.

Tetapi sekali lagi Indi mencoba memberontak masih enggan menatap Fatwa. "Abang mohon jangan kek gini, kamu nyakitin Abang."

Indi menghentakkan tangannya yang dipegang oleh Fatwa "Abang itu orang paling egois, saat kek gini abang masih bisa bilang bahwa abang yang tersakiti?"tutur Indi sambil terkekeh pelan sambil menghadap keatas melihat langit yang nampak mendung. Ia melakukan ini agar air matanya tak menetes, ia tak mau terlihat menyedihkan didepan Fatwa.

"Maksud abang bukan gitu Ndi." Bela Fatwa meraih mencoba meraih lagi tangan Indi

"Terus apa maksud abang sebenarnya?" Lirih Indi sambil melangkah mundur mencoba menghindar dari Fatwa.

"Ndi, plis jangan nangis sayang." Pinta Fatwa saat melihat mata Indi mulai berkaca-kaca siap menumpahkan air matanya.

Setelah Fatwa mengucapkan itu, seperti keran yang bocor dan dengan tiba-tiba air mata Indi tak bisa lagi ia bendung, Indi mencoba menghapus air matanya dengan kasar masih dengan menatap Fatwa yang nampak menatapnya dengan sorot sulit diartikan.

"Bukan urusan abang!"

Dan tanpa kata-kata lagi Fatwa mengambil langkah maju dan sesegera memerangkap tubuh Indi kedalam pelukannya. Tetapi Indi yang masih merasa sangat marah terhadap Fatwa mencoba memberontak dari kungkungan Fatwa. Tetapi Fatwa semakin erat memeluk Indi.

"Maafin abang, abang gak bermaksud bohong ke kamu." Tutur Fatwa lirih sambil menenggelamkan kepalanya ke curug leher Indi menghirup wanginya dengan rakus.

"Kalau gitu, coba sekarang jelasin ke Indi semuanya!" Tidak ada suara, hanya hembusan angin yang sesekali menerbangkan anak rambut Indi.

Indi mencoba mendorong dada Fatwa tetapi Fatwa tak bisa didorong sedikitpun.

"Jangan kek anak kecil Indi pergi gak bilang-bilang dulu." Tutur Fatwa pelan tetapi masih bisa didengar Indi karena jarak mereka yang cukup dekat.

"Apa abang bilang ,kek anak kecil?" Tanya Indi sambil menginjak kaki Fatwa agar ia terlepas dari pelukan Fatwa.

"Abang bilang Indi kek anak kecil?, Indi juga ngak bakal kek gini kalau abang bilang ke Indi, sekarang Indi mau tanya kenapa abang selalu larang Indi masuk ke kamar abang, tanya kegiatan abang setiap hari Sabtu, dan tanya apa penyebab dari wajah abang yang babak belur setiap hari Sabtu, apa hubungan Abang sama nak Sniper,hah?" Ucap Indi sekali tarikan nafas masih belum mengerti pemikiran Fatwa.

Indi menggelengkan kepalanya melihat kedalam mata Fatwa "gimana bang punya jawabnya? ENGGAK kan." Teriak Indi mencoba melampiaskan semua rasa kesalnya.

"Abang minta maaf ndi." Tutur Fatwa sekali lagi sambil mencoba mendekap Indi lagi.

"Indi gak butuh ucapan maaf, Indi butuhnya penjelasan bang."

Fatwa hanya diam tak bisa berkata-kata lagi, Indi yang melihat Fatwa hanya diam akhirnya melangkah maju mendekat kearah Fatwa.

"Jangan salahkan Indi kalau suatu saat Indi semakin jauh dari abang, karena abang yang buat Indi kek gitu."

TBC
NANDA MAU NGOMONG MAKASIH BANYAK BUAT KALIAN YANG SENANTIASA MEMBACA CERITA NANDA.

TERUS DUKUNG NANDA AGAR SEGERA MENYELESAIKAN CERITA INI YA.

Jangan lupa juga buat follow akun ig Nanda
@nandayulaekah_

akhirnya bisa update setelah sekian lama, maafin ya kalau kalian sebagai pembaca enggak nyaman karena aku lambat banget buat update nya.

S

ekali lagi selamat menikmati membacanya, jangan lupa vote ya. Biar aku rajin update.

TrahisonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang