1. Pertemuan Pertama

26 5 6
                                    

Hari ini adalah hari yang cerah, hari dimana Sabita mulai menjalani hidup baru tanpa kekasihnya Rio. Hari ini Sabita mulai merintis kembali karirnya, restoran yang telah lama ia tinggalkan begitu saja kini berdiri kembali dengan aneka macam menu makanan, dan minuman baru. Dengan beberapa pegawai baru, dan chef baru yang masih muda, dan cekatan.

Sabita berdoa, seraya menggenggam tangannya didepan dada, dan memejamkan matanya. "Ya Tuhan berikanlah Sabita kekuatan untuk menjalani semua ini, berikanlah juga Sabita kelancaran dalam mencari rejeki. Semoga hari ini adalah awal baru Sabita untuk menjalani hari baru tanpa Rio, Amin.

Ketika akan masuk ke restorannya Sabita tak sengaja bertubrukan dengan seorang pria, ia terjatuh lalu pria tersebut menolongnya. "Aduhhh......". Sabita berteriak kesakitan. Pria tersebut membantu Sabita untuk berdiri, dan ia juga meminta maaf kepada Sabita. "Ehh.., sorry aku nggak sengaja, kamu nggak apa-apa kan?". Sabita meringis menahan sakit. "Kayaknya kakiku terkilir deh". Pria itu pun akhirnya menggendong Sabita masuk ke dalam restoran. "Ya udah biar aku obatin ya, ayok kita kedalem, apa kamu mau aku bawa ke tukang urut aja?". Pinta Sabita dengan meringis menahan sakit. "Bawa aku ke dalam aja".

Akhirnya Aldo membawa Sabita ke dalam restoran Sabita. Aldo mengobati luka Sabita, dan berusaha memijat kakinya yang terkilir sebisa dia. "Kaki kamu yang sakit yang sebelah mana?, coba aku lihat, siapa tau ada yang luka". Sabita menggulung celananya "Yang sebelah kiri". Aldo bergegas menacari obat merah, dan perban untuk Sabita. "Kakimu terluka, ya udah kamu tunggu bentar ya, aku akan cari obat merah sama perban", ucap Aldo dengan wajah kebingungan. "Ya, aku akan tunggu disini".

Tak lama kemudian Aldo sampai di restoran dengan membawa obat merah, dan perban untuk mengobati luka Sabita. "Aduhhh.....sakit" Teriak Sabita. "Maaf ya, maaf kamu jadi kesakitan kayak gini" Aldo meminta maaf sembari terus mengobati luka Sabita. Sabita tersenyum, dan menatap Aldo "Iya nggak papa, lagipula kamu kan nggak sengaja". Selesai mengobati luka Sabita, Aldo memijat kaki Sabita. "Aku pijit kaki kamu ya". Aldo menawarkan diri. "Ya udah pelan-pelan ya". Sabita mempersilahkan.

Aldo kemudian memijit kaki Sabita, entah kenapa keajaiban muncul, walau kaki Sabita terasa sakit saat dipijit oleh Aldo, namun kakinya langsung sembuh. Sabita berteriak kesakitan "Aduhhh.....,pelan-pelan". Wajah Aldo tampak semakin panik "Duhh... gimana ya, kamu tahan dulu deh. Aku akan berusaha semampuku untuk mijit kaki kamu, tahan ya".

Sabita diam-diam memperhatikan Aldo, entah kenapa perasaannya beda ketika ia dekat dengan Aldo. Sabita seperti menemukan sosok Rio pada diri Aldo. Sabita juga merasa tenang dan nyaman ketika bersama Aldo. "Kaki aku udah nggak sakit kok, makasih ya". Sabita menepuk pundak Aldo, sembari mengucapkan terimakasih padanya. Aldo mengulurkan tangannya "Ya sama-sama, oo..iya nama kamu siapa?, aku Aldo" Sabita membalas uluran tangan Aldo "Aku Sabita".

Aldo menawarkan diri untuk mengantar Sabita pulang. "Sabita rumah kamu mana biar aku antar pulang". Sabita tersenyum dan menerima tawaran Aldo "Rumah aku nggak jauh kok dari sini". Aldo tersenyum dan memegang tangan Sabita "Ya udah yuk, aku bantu berdiri". Sabita tersenyum "Makasih ya Do, udah bantuin aku" Aldo tersenyum "Iya Bi, kamu nggak usah berlebihan gitu. Harusnya aku yang minta maaf sama kamu, kan aku udah buat kamu celaka. Udahlah Bi lupain aja, yang terpenting sekarang kamu jaga kesehatan". Mereka berdua bertatap wajah sembari tersenyum.

Akhirnya Aldo dan Sabita pun masuk ke dalam mobil, Aldo mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang, tak lama kemudian mereka sampai di rumah Sabita.

"Rumah kamu mana Bi?" Tanya Aldo sembari mengemudikan mobilnya. "Kamu lurus terus Do, nanti ada perempatan belok kanan, rumah aku kanan jalan cat warna putih" Jawab Sabita. "Rumah kamu yang mana Bi?" Tanya Aldo. Sabita menunjuk pada sebuah rumah yang pagarnya tinggi dengan nomor rumah 90 Blok D "Yang itu tuh, yang pagarnya tinggi". Aldo menunjuk rumah tersebut untuk memastikan. "Ooo... yang itu ya" Sabita melihat tangan Aldo yang sedang menunjuk pada suatu rumah "Iya-iya bener Do".

Takdir CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang