Chapter 05. ♡

3.3K 298 1
                                    


- wHat?! -

Setelah mengantar Jungi ke sekolahnya, aku ikut dengan Jimin ke kantor. Jika Jimin tidak mengancamku, pasti aku sudah menolaknya tadi.

Sial, aku masih saja mengingat kejadian tadi. Saat Jimin dengan lancangnya menciumku, aku ingin menanyakannya tapi aku terlalu pemalu. Ah, tidak juga.

Aku memakai baju yang cocok untuk dibawa ke tempat penting - penting, seperti kantor.

Aku duduk disamping Jimin yang masih fokus menyetir, hening dan canggung suasana didalam mobil sekarang ini.

Tiba - tiba sesuatu membuatku sontak mengeluarkan suara, "Astaga! Bagaimana dengan pekerjaan rumah?!"

Jimin terkesiap lalu melirikku tajam, "Aish, bisakah jangan berteriak saat aku sedang fokus menyetir?" Dengusnya kesal.

Aku menatap Jimin gusar, "A-aku masih punya pekerjaan dirumah Jimin! Aku ingin pulang saja!"

"Tidak," jawabnya singkat yang masih fokus menyetir.

"Aku ingin pulang, atau kau turunkan aku disini!"

"Aku bilang tidak, kau ingin semua rencanaku gagal? Lagi pula Jennie ada dirumah bukan?"

Aku mendengus menatap Jimin tajam, "Jennie bukan pembantu--"

"Suatu saat dia akan menjadi seorang Eomma, dia harus belajar mengurusi rumah tangga. Ya.. aku harap dia mengerti tanpa harus diperintah,"

Seketika aku terdiam, mencoba mencerna kalimat yang baru saja Jimin keluarkan barusan.

"M-maksud mu kau akan menikah d-dengannya, begitu?" Tanyaku gugup.

Mobil tiba - tiba saja berhenti, aku sedikit terkejut karena dia menghentikkan mobilnya saat laju nya sedikit cepat.

Dia menatapku intens, aku tidak tahu kenapa dia menatapku seperti itu.

"Kau cemburu, hm?" Tanya Jimin menggodaku.

Aku lalu memukul lengannya, "Yak! Tidak, aku tidak menyukai mu." Jawabku menatap Jimin tajam, jantungku tiba - tiba saja terpacu sangat cepat. Hah...

Dia mengangguk samar lalu terkekeh, aku lihat Jimin membuka pintu mobil. Apa sudah sampai? Sepertinya iya.

"Ayo turun," ucap Jimin.

"Aku disini saja," jawabku dingin.

"Aku ada acara penting setelah cuti beberapa minggu yang lalu, apa kau tidak ingin turun dan melihat sesuatu yang aku siapkan untuk nanti malam?" Tanya Jimin seraya memasukkan tangannya ke saku celananya.

"Tidak, aku ingin disini saja." Aku mencoba senetral mungkin saat ini, aku tidak ingin Jimin mengatakan sesuatu yang membuatku semakin gugup saat dengannya.

Jimin menutup pintunya dengan kencang, membuatku terkejut. Apa dia marah?

Ternyata tidak, dia membuka pintu yang ada disampingku. Lalu menarikku paksa untuk keluar.

"J-jimin, apa yang kau lakukan?!" Aku melepaskan tangan Jimin di lenganku.

Ia melepaskannya lalu merangkulku, tangannya ia letakkan di belakang leherku. Sangat tidak romantis.

Aku meraih tangan Jimin agar pergi dari leherku, tapi dia sangat kuat jadi aku terpaksa harus pasrah.

"J-jiminn..." ucapku memohon.

Jimin justru terkekeh lalu mengacak rambutku, dia lalu menatapku, menatapku sangat lama..

Aku bingung lalu mengangkat satu alisku, "A-ada apa?" Tanyaku gugup.

"Ah, tidak. Hanya saja--"

"Ouh, Tuan. Kau sudah datang rupanya-- dan, Wah.. wah.. setelah Jennie lalu siapa lagi ini?" Sahut perempuan cantik yang tengah menggunakan setelan jas nya.

Luar biasa cantiknya,

"Dia? Dia hanya pemban-- Ah, dia pacarku," Jimin terlihat gugup.

Aku melotot,

"Wah, serius? Kau--"

"T-tidak! Dia boh--"

Jimin tiba - tiba saja membungkam mulutku dengan tangannya, dia lalu tersenyum kikuk ke arah perempuan cantik itu.

Tunggu, apa Jimin seorang CEO? Tapi kelakuannya sangat tidak cocok dengan pekerjaannya.

Perempuan itu menatap kami berdua aneh, Jimin benar - benar sudah gila.

"Diam bodoh, dia kenal dengan Jennie.." ucap Jimin lirih didekat telingaku.

Aku tidak peduli, yang terpenting sekarang adalah aku ingin dia melepas tangannya itu dari mulutku. Lantas, aku segera menggigit tangannya, "AW!" Rasakan, aku tahu itu sakit.

"Sakit bodoh!" Dia menatapku tajam.

"Salah siapa! Rasakan itu--"

"Ekhem," Perempuan itu berdehem dan membuat kita berdua terkesiap, Jimin menarik nafas dalam lalu merapikan jas dan juga dasinya.

Dia melirikku sekilas lalu berjalan masuk ke kantor diikuti perempuan cantik itu dibelakang Jimin. Ah, mungkin dia sekretarisnya.

Tidak mungkin jika Jimin tidak menyukai sekretarisnya itu. Dia sangat cantik, bak model.

Aku mendengus saat Jimin memberiku isyarat supaya mengikutinya. Dengan terpaksa aku harus mengikutinya masuk ke dalam kantor.

.
.
.

"Seulgi, kau akan hancur ditanganku. Dan.. lihat saja nanti, siapa yang akan memohon didepanku, Jimin - Ah"

•°•°•°•°•°•
- TBC -
°•°•°•°•°•°•

Waduh, mereka berdua bakal di apain gaes? :(

Waduh, mereka berdua bakal di apain gaes? :(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
• W H A T •  ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang