19. Greatest Night

890 135 64
                                    

"Pamit ya, Tante," ucap Lova sembari menyalami Ibu Milo. Setelah makan malam bersama dan mengobrol, Milo mengajak Lova untuk pulang.

Ibu Milo mengangguk lalu mengusap punggung Lova pelan. "Hati-hati, ya. Minggu depan ikut ke Bandung lagi..."

Lova mengangguk. "Iya, Tan. Semoga nggak sibuk," jawabnya diiringi senyum lebar.

Ibu Milo tertawa pelan lalu berganti menatap Milo. "Jangan ngebut bawa mobilnya ya, Milo."

Milo mengangkat tangannya dan hormat ke Ibunya membuat Lova geleng-geleng heran.

"Daaah, Tante!" Lova melambaikan tangan lalu masuk ke dalam mobil dan mobilpun melaju meninggalkan pekarangan rumah Milo yang dulu sangat ia takuti.

...

"Laper nggak?" tanya Milo.

Lova menggeleng. "Baru juga selesai makan. Emang lo laper?" tanya Lova.

"Enggak juga sih, tapi pengin ngunyah."

"Ya udah cari camilan aja."

Milo mengangguk-angguk sembari berpikir akan membeli camilan apa. "Makan jagung bakar aja, yuk!" seru Milo bersemangat.

"Mau makan jagung di mana?" tanya Lova saat Milo membelokkan mobilnya ke arah lain tanpa menunggu persetujuan dari gadis itu.

"Ada deh," jawabnya sambil tersenyum geli.

"Udah malem, nggak usah mampir-mampir yang jauh. Ntar Mama gue bingung lagi."

"Kabarin aja dulu. Baru juga jam tujuh."

Lova mendengkus kesal mendengar Milo yang menjawab dengan sangat enteng. "Baru jam tujuh pala lo. Nanti sampai rumah gue malam, bego!"

Milo tertawa geli. "Ye, ngegas."

"Kita mau ke bukit bintang ya?" tebak Lova yang sedari tadi memperhatikan jalan karena malas berdebat dengan Milo.

"Yah nggak asik lo, masa langsung bisa nebak sih."

Lova mencibir.

...

"Jagung bakarnya dua ya, Mang..." ucap Milo dari dalam mobil lalu memarkirkan mobilnya menghadap lampu-lampu di kota.

Milo naik ke atas kap mobil dan menepuk tempat di sebelahnya, mengisyaratkan Lova agar naik dan duduk di sebelahnya.

"Mil."

"Hm?"

"Gue boleh tanya?"

Milo menatap Lova sejenak lalu mengangguk.

"Cewek yang di bazar itu..." Lova sengaja menggantung ucapannya karena bingung harus melanjutkannya atau tidak.

Milo tampak berpikir sejenak. "Tarisha?"

Lova mengangguk pelan.

"Teman gue."

"Kenapa dia manggil lo sayang?" tanya Lova curiga. Ia masih belum bisa sepenuhnya percaya dengan laki-laki itu. Jelas tidak akan mudah memberikan kepercayaannya seratus persen pada orang yang pernah mengecewakannya.

Obrolan mereka terhenti sejenak karena si bapak penjual jagung bakar mengantar pesanan mereka.

"Dia emang suka sama gue kayaknya. Dan gue juga ngajak dia kemaren di bazar sebenarnya karena salah satu temen gue ada yang naksir dia dan suruh gue bantuin dia. Tapi dia nyangkanya gue yang ngajakin dia. Eh dia malah ngaku-ngaku kalo gue pacarnya. Sinting emang."

Lova mengangguk pelan sambil meniup-niup jagung bakar yang masih mengepulkan asap.

"Lo cemburu?"

Lova berhenti meniup jagungnya. Ia menoleh ke arah Milo yang juga sedang menatapnya dengan senyum jahil. Lova mendelik kesal. "Sok tahu lo."

"Kalau cemburu bilang aja." Milo mencolek pipi Lova sambil tertawa jahil.

"Apa sih, nggak usah ketawa."

Milo menunjuk pipi Lova. "Ih merah pipinya."

"Mana ada! Gelap begini!" protesnya. Gadis itu menangkup kedua pipinya dengan tangan lalu menyembunyikannya di pundak Milo karena laki-laki itu tak berhenti menjahilinya.

Milo merangkul Lova erat.

"Masih aja sok jaim-jaim nggak mau ngaku kalau cemburu. Emang ego lo tinggi banget ya, Lov. Gemes banget deh sama pacar gue."

Lova tertawa geli mendengar Milo menyebutnya sebagai pacar. "Apa sih..."

"Lo tuh satu-satunya cewek yang bisa bikin gue berhenti main-main, dan bener-bener bikin gue sayang sama satu orang aja," ucap Milo pelan sambil menatap lurus ke depan dengan raut serius.

Lova menoleh pelan, ia tetap diam. Perlahan muncul semburat merah di pipinya.

Milo menggenggam tangan Lova lalu menatap gadis itu dalam. "Jangan pergi lagi, Lov."

Lova mengangguk. "Jangan buat gue kecewa lagi. Gue nggak akan pergi kalau lo nggak bikin gue kecewa lagi."

Milo mengecup puncak kepala Lova singkat lalu kemudian kembali menatap lampu-lampu kota.

Setelah itu keadaan kembali hening, Lova dan Milo larut dalam pikiran masing-masing sambil menghabiskan jagung bakar yang sudah mulai dingin karena terlalu lama ditinggal mengobrol.

"Kok jadi canggung gini sih, Lov."

Lova tertawa pelan. "Lo duluan kan yang diam."

"Ya habis gue bingung mau ngomong apa lagi. Tapi jujur gue bingung banget pas lo pergi. Apa lagi dengan situasi yang buruk banget gitu. Gue kira lo nggak akan maafin gue lagi. Pas lihat lo nangis waktu itu bahkan gue ngerasa gue tuh orang paling jahat karena sia-siain lo. Gue nggak mau lo pergi lagi."

Lova tersenyum simpul. "Niatnya sih emang gitu, abis lo jahat banget sama gue."

"Jahat-jahat kan gue juga jadi sayang sama lo beneran."

Lova mengunyah jagung bakarnya sambil menggeleng tak terima. "Tetap aja awalnya lo nggak tulus."

Milo diam, memilih tidak berdebat lagi dengan Lova.

"Kenapa diem? Lo lagi bohongin gue lagi?" tanya Lova dengan tatapan curiga.

Milo mendengkus karena merasa terintimidasi. "Enggak lah, ya ampun, gemes banget sih!" Laki-laki itu mencubit pipi Lova keras.

"Sakit, bego!"

______

Next part? 50 comment, komen next nggak diitung:p

24 Juni 2019

Setelah Usai (Milova 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang