Chap. 08

743 103 6
                                    

Musang kecil, sama hal-nya dengan orang lain, dia memiliki ketakutan untuk dibunuh. Dibunuh dan membunuh adalah dua hal yang berbeda, seingatku, dia selalu terbawa emosi tiap dia membunuh orang. Emosi yang selalu membuatnya merasakan dosa.

Jumlah korban yang pernah di bunuhnya hanyalah tiga. Orang tua wali-nya dan si seribu wajah. Dia tidak pernah membunuh orang tua aslinya, semua murni karena kecelakaan dan takdir. Mengetahui kalau musang kecil menjadi histerical tiap membunuh orang, membuatku tidak senang. Jika dia melakukan itu terus menerus, dia akan menjadi makhluk tanpa emosi sama sepertiku, aku tidak mau.

Ketika seseorang mulai menjadi pembunuh. Dia akan merasakan rasa bersalah, takut, dan cemas, keringat dingin tidak akan berhenti mengucur dan membuat tanganmu yang kau gunakan untuk membunuh terasa lepek dan licin. Tapi, seiring berjalannya waktu, emosi dan rasa bersalah seperti itu perlahan akan menghilang dan menjadikannya pembunuh berdarah dingin.

Ironis sekali kalau aku mengingat bahwa aku yang merupakan seseorang yang selalu dianggap kesialan oleh musuhku, malah menjaga seorang gadis agar tidak menjadi seperti diriku.

Dan sekarang, apa ini waktunya aku membunuh musang kecil ya?

Dia menatapku dengan wajah yang ketakutan, dari depan dan belakang, pistol sama-sama siap melubangi kepalanya. Entah mengapa sepertinya menyenangkan membuatnya mengeluarkan wajah seperti itu, apa setakut itu dia dengan kematian?

"Hei, kau!" panggilku pada orang yang berhodie itu. Aku mengenalnya dan kurasa musang kecil mengenalnya, tidak, dia memang mengenalnya. Karena orang itu adalah salah satu temannya di sekolah. Di orang yang seenaknya menyentuh dan mengusap kepala musang kecilku, dia tidak tahu maksud kalau musang kecil itu milik-ku ya?

Kenapa dia hanya diam? Bukankah dia harusnya lebih awas? Dasar pemula, berniat mengalahkanku, tapi dia tidak tahu harus berbuat apa. Lihatlah tangannya yang bergetar itu, dia menodongkan senjata untuk membunuh musang kecilku, tapi ketika aku melakukan hal yang sama dengannya, dia malah terlihat tidak rela melakukannya.

Ini yang tidak kusukai dari manusia, mereka terlalu berperasaan.

Dor.

Oke, tembakanku tidak meleset. Itu hanya mengenai bahu gadis itu. Aku tahu dia kesakitan hingga jatuh terduduk dan memegang bahunya erat-erat. Yah, lagipula itu luka kecil, aku yakin luka itu akan sembuh dengan cepat.

"[Y/N]!!"

Oho... jadi seperti itu hubungan antara musang kecil dengan pemuda hodie itu ya... hanya karena sebuah tembakan, pemuda itu menjerit dan langsung menghampiri musang kecil, mengeluarkan kata-kata penuh kekhawatiran.

Ini menarik, berani sekali ada orang lain yang hendak menjadikan musang kecil sebagai miliknya. Apalagi melihat wajah musang kecil yang seketika berubah menjadi wajah penuh keterkejutan, akhirnya dia menyadari maksud dari kehadiran si pemuda itu ya.

"Tomodachi-kun?! Apa yang kau lakukan di sini?" nada penuh tanya musang kecil dengan mata terbelalak melihat pemuda itu yang terus mengecek apa musang kecilku baik-baik saja.

"A-aku..."

Hora~ pemuda itu terlihat kebingungan untuk menjawab pertanyaan itu. lucu sekali.

"Ahahahahahaha! Kalian sangat lucu ya... ah tidak, yang lucu itu kau." Kataku menunjuk ke arah pemuda berhodie itu. kelihatan sekali dia tidak terima ketika aku tertawa dan mengatakan kalau dia itu lucu.

"Apa maksud perkataanmu itu, hah?!!?" kata pemuda itu dengan kata-kata penuh penekanan. Wajahnya kini terlihat bertekuk-tekuk karena marah.

Aku menyeringai, "coba kutebak, selain bersikap baik dan dekat dengannya di sekolah, kau sekarang mulai mengikutinya ya... segitu sukanya kau kepada musang kecilku? Dia hanya gadis biasa yang bahkan tidak punya aset menonjol pada tubuhnya."

No DoubtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang