Chap. 05

1.1K 118 24
                                    

BRAAK!

"Kakek!" seru gadis 16 tahun yang seketika mendobrak, tepatnya menggeser dengan keras pintu shoji, pintu bergaya jepang.

Aku menolehkan kepala sejenak menatap kedatangan gadisku dan kakek tua dihadapanku terlihat terkejut sembari memegangi dadanya. Sepertinya dia akan terkena serangan jantung jika seseorang membuatnya terkejut lagi.

"Kakek... sudah berapa kali kukatakan untuk tidak menodongkan senjata di depan Osamu!" lanjutnya mendekat.

Kakek tua berambut putih pendek dan berantakan itu terlihat salah tingkah. Musang kecilku berkali-kali mengatakan kalau aku mirip dengan kakek tua itu. huh, padahal aku lebih keren dan tampan daripada si tua bangka itu.

Ya... kurasa dia bisa jadi setampan aku jika rambut putih dan janggut pendek di wajahnya di hilangkan, kurasa keriput itu akan tetap setia di wajahnya sampai dia mati. Tapi dia akan cocok dengan pakaian yang selalu dipakai Hirotsu-san.

"Tenanglah musang kecil. dia hanya menodongkan benda besi nan tajam." Sahutku memainkan ujung katana yang berada tepat di hadapanku.

Kakek tua itu... Yaruken? Kalau tidak salah itu sebutannya di kalangan para yakuza, mereka bilang panggilan akrabnya. Ya, kakek tua itu menatapku tajam, seolah-olah ada kobaran api yang keluar dari matanya.

Katana yang dipegangnya terlihat bergetar, sepertinya dia terlalu gemas ingin memotongku menjadi dua. Tapi dia tidak melakukannya, hanya karena seorang gadis melihatnya. Bagaimanapun gadis itu adalah anak angkatnya.

"KAU! Kenapa kau masih memanggil [y/n] dengan panggilan itu!! bukankah aku sudah memperingatimu!!?"

Uwaaah... menyeramkan sekali. Hanya karena itu dia marah? Tadi dia menghunuskan pedangnya ke arahku hanya karena aku membahas ajakan Mori-san sebelumnya, mengajak para yakuza lemah itu masuk ke dalam Port Mafia. Berkali-kali aku mengajaknya, dan berkali-kali pula kakek tua itu ingin membunuhku. Oh, termasuk para yakuza yang menunggu di balik pintu.

"Kakek, hentikan!"

Ah, musang kecilku berdiri di depanku sembari merentangkan tangannya, menjadi pembatas antara katana milik Si Yuzan denganku. Dan lihatlah pria tua itu, dia tidak berkutik di depan musang kecil, bahkan perlahan menurunkan katananya.

"Bawa pergi anak menyebalkan itu, [y/n]. aku tidak akan pernah menyerahkan yakuza kepada mafia seperti kalian." Dengusnya padaku sembari memasukkan tangannya ke dalam lengan yukatanya dan kemudian keluar dari ruangan ini.

Pria tua itu pada akhirnya mengalah seprti biasa ya... membosankan. Hanya karena seorang gadis, satu-satunya gadis di tempat ini, mereka jadi seperti ini. Aku tidak bisa menyalahkan musang kecilku, dia cepat belajar dan menguasai teknik-teknik berpedang—itu berkat kegigihannya.

Tidak, para yakuza itu hebat, mereka memiliki kemampuan berpedang yang lebih unggul lagi, tapi kenyataannya pengalamanlah yang memperkuat seseorang. Para yakuza itu tidak sepenuhnya bertarung, karena prinsipnya yan tidak menyerang perempuan, maka yang menjadi medan untuk memperkuat pengalaman musang kecilku adalah dengan berada di sisiku, ikut ke dalam Port Mafia.

Kapan aku bisa membuatnya lepas dari yakuza ini dan seutuhnya mengajak musang kecilku masuk ke Port Mafia? Entahlah, setidaknya saat ini aku masih melaksanakan perintah Mori-san untuk membereskan yakuza-yakuza ini.

"Kau mau sarapan?" aku terhenyak, tidak biasanya musang kecil menawarkanku akan setelah bertengkar dengan si kakek tua. Itu membuatku terdiam tanpa berkedip. "Aku sudah memasak untuk semuanya." Dia menambahkan, melepas ikatan rambutnya yang sebelumnya diikat sederhana.

Aku tahu dia berniat baik, tapi aku tidak mau makan bersama para yakuza itu, apalagi mengakrabkan diri. Huh, mereka kira mereka siapa. Aku menggeleng pelan dan beralih menariknya pergi.

No DoubtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang