Chap. 04

1.1K 124 12
                                    

Dia menggigit bibirnya, sepertinya setitik darah akan meluncur karena dia menggigit bibirnya erat. Dia ingin bersuara, tapi terlihat ada sesuatu yang menahannya untuk meneriakkan suaranya.

Aku menunggu, yakin kalau dia memang ingin mengatakan sesuatu. Aku tahu dia sudah mulai lelah, emosinya yang dipendam juga sebentar lagi tidak akan bertahan.

Dia tidak bisa terus menerus seperti ini, dia harus melakukan sesuatu agar terbebas dari jeratan yang masih mengukungnya.

"Aku..."

Satu kata mulai kudengar, tapi masih pelan, dia mulai ragu. Jadi sepertinya sia-sia aku berharap walaupun tahu dia sudah tidak tahan lagi.

Aku berbalik, hendak meninggalkannya. Dia memang gigih, milikku yang keras kepala dan terkadang bertingkah egois. Tapi jika seperti ini, dia hanya akan menjadi mainan tanpa kehendak.

Aku tahu di belakang sana dia mulai menangis. Menangis dalam diam.

"Aku ingin bebas!!"

Satu kata yang berhasil diucapkannya, yang sedari tadi kutunggu untuk dilontarkan. Dia mendongak, memberikanku tatapan penuh kepastian, walau mata itu terlihat berlinangan air mata.

Aku terdiam, kata-katanya tadi terdengar bergetar, tapi aku yakin hatinya sudah mantap untuk mengatakan itu. kata-kata yang memiliki banyak arti.

"Ya, tidak ada siapapun yang mengekangmu sekarang, kau bisa lakukan apapun."

Kataku tanpa menoleh dan beranjak pergi. Dalam hati memujinya.

@@@

aku membuka mataku, tidak ada siapa-siapa di ruanganku. Sepertinya musang kecilku pergi setelah menyelimutiku dengan mantel yang sebelumnya kuletakkan dengan asal di kursi. Lagipula ini sudah malam, jadi wajar kalau dia sudah pulang.

Tentang yang sebelumnya, itu tidak sepenuhnya mimpi. Musang kecilku benar-benar mengatakan keinginannya untuk bebas, di telepon.

Dia tidak bisa menemuiku suatu hari karena wali-nya mengurung dia di rumah.

Kalian tahu 'kan kalau dia yatim piatu? Aku bahkan tidak pernah menyebutkan tentang orang tua aslinya, seorang kakek yang pernah kusebut hanyalah kakek biasa, tidak ada hubungan darah dengan musang kecilku. Bahkan aku kesal ketika mengingat kalau musang kecilku bertemu dengan kakek tua bangka itu lebih dulu sebelum aku.

Paling tidak, musang kecilku mendapatkan manfaat dengan kakek tua bangka itu.

Ngomong-ngomong... mengenai wali yang menggantikan tugas sebagai orang tua dari musang kecilku, perilaku mereka buruk. Tidak seburuk Port Mafia sebenarnya. Tapi tetap saja aku tidak menyukai perilaku mereka kepada musang kecilku.

Hei, dia milikku, tapi mereka masih memperlakukannya seakan dia adalah sampah.

Kekerasan dalam rumah tangga, itu adalah topik basi yang sudah kudengar berkali-kali. Dan musang kecilku adalah salah satu korban dari topik itu.

Yah, keluarga palsu itu dengan sengaja memungut musang kecilku yang tidak punya keluarga lagi untuk dijadikan 'pelengkap'

Pelengkap akting mereka agar terlihat seperti keluarga normal.

Musang kecilku memang di rawat selayaknya seorang anak. Di beri makan, pakaian, dan kamar untuk tidur. Tapi semuanya dilakukan dengan biadab.

Makanan untuknya di lempar begitu saja di lantai, selain pakaian sekolahnya, dia hanya memakai pakaian usang, dan kamar tidurnya hanya tempat untuk mengurungnya. Terisolasi dari dunia luar.

No DoubtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang