Berteduh di hatimu. Selalu menjadi alasan ternyaman untukku berbenah diri. Alasannya karena di hatimu masih kosong dan banyak sepi yang mampu menemaniku. Di hatimu kutemukan beberapa goresan luka yang sudah mengering. Mungkin luka itu tak pernah kau rawat, kau biarkan saja, hingga mengering dengan sendirinya. Sembari mengelilingi hatimu, kutanyakan rasa penasaranku padamu. "Dari mana kau dapatkan luka itu?"
Tapi semakin jauh langkahku pergi menelisik hatimu, tak kunjung kutemui jawaban. Kau sengaja menyembunyikannya dariku. Entah apa alasannya aku tak tahu, tapi aku melihat raut sendu dari balik matamu.
Aku kembali berjalan, kulihat kau tersenyum kecil, menatapku sejenak dan kembali berjalan dibelakangku.
Sejujurnya aku penasaran dengan kondisi hatimu. Selama singgah di hatimu aku merasa nyaman. Terkadang aku merasa hati seperti inilah yang kubutuhkan. Jauh dari keramaian. Jauh dari hilangnya harapan. Karena disini aku tahu ada banyak harapan yang mampu diwujudkan. Terlihat jelas dari si pemiliknya.
Tapi sejak berkeliling menjelajahi sudut hatimu, terlihat banyak sekali goresan luka. Dan setiap kali kutanya padamu tentang luka itu, kau berusaha menyembunyikannya dariku. Seakan-akan aku bukan orang yang penting dimatamu. Padahal sudah jelas, hatimu sudah kusewa.
"Kita terikat oleh kontrak kerja, kita harus profesional selayaknya mitra kerja, kau boss dan aku salah satu staffmu, kau tak boleh berharap lebih padaku, masih banyak pria lain yang jauh lebih pantas bersanding denganmu dari pada aku."