Seharusnya Aku Sudah Mati

11 4 0
                                    

Ada yang berbeda di bawah hujan kemarin malam. Langit cerah seperti biasa, tapi hujan turun tiba-tiba, seolah menangisi kisah di masa lalu.
Seperti sedang menunjukkan siapa aku dikala itu.

Malam itu hujan seolah bersenandung, rerintiknya pelan, teduh, namun menyiksa.

Ada lara di sebaliknya.

Ada luka menganga yang tiba-tiba berjumpa.

Hujan kemarin malam itu, mengejekku. Tentang doaku di masa itu. Tentang keinginan yang belum Tuhan konfirmasi. Tentang aku yang masih mencari dan meraba, masih pantaskah aku di dunia?

"kalau kau ingin mati, kenapa tak bunuh diri saja, kau bisa menggantungkan lehermu di pohon cabe".  Begitulah, ejekan sang hujan padaku ditiap kehadirannya.

Dan disini, aku masih diam. Bukan aku takut pada hujan. Tapi nyaliku untuk melawannya ternyata tak sebesar tetesan hujan di malam itu. Hujan datang membawa teman, dan aku?
Siapa temanku?
Aku tak mungkin membawa lumut dan berbalas ejekan pada hujan. Lumut akan tenang bersama hujan, lalu aku sendirian diterpa nestapa.

Hujan, rerintikmu teduh. Sirami kematianku dengan tetesanmu. Biarkan aku dingin bersama dinginnya airmu.

Memorabilia SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang