Sepucuk surat tiba. Aneh, di zaman yang (katanya) serba teknologi ini surat-menyurat ternyata masih ada. Entah siapa yang masih punya nyali melakukannya, padahal tinggal sent message lewat Whats App.
Entahlah, kupikir pasti orang yang mengirimnya suka akan hal-hal ribet.Hmmm.
Tapi ada satu yang ganjil dari surat itu. Dari sampul depan kubaca, ada tertera namaku dan alamat rumahku.
"Pengirimnya pasti mengenalku."
Tapi siapa.
Apakah dari orang-orang di masa lalu di tahun 1900-an?
Atau dari Dinasti kuno abad pertengahan? Bukankah mereka menggunakan daun lontar?
Sementara disini, kertasnya sudah bagus, dan juga modern.
Bahkan tulisannya menggunakan font Arial, dan jelas tulisan ini tidak ditulis dengan tangan."Huhh, dari pada ribet mikirin kek gitu mending kubuka." Batinku.
Perlahan kubuka plastik pembungkusnya, kuamati kertas itu, warnanya indah tetapi polos, sama sekali tak ada tulisan apapun didepannya kecuali nama dan alamat ku. Kertas itu warnanya hitam, sepertinya orang ini tahu kalau aku pecinta warna hitam.
Kubuka perlahan, akhirnya inti surat itu terlihat. Hurufnya cantik, seperti ukiran kaligrafi. Tapi sejenak aku menganalisis kata dalam bahasa Inggris itu. Aku tahu maknanya. Sangat tahu.
Tapi mataku terus membaca, membaca, dan membacanya. Hingga kutemukan satu nama. Aku mengenalnya. Kita sudah bersama hampir dua tahun, kupikir surat ini akan terisi namaku dan namamu. Tapi ternyata ada namamu, namaku, dan tentu saja nama wanita lain. Seharusnya aku berdoa agar namaku lekat bersanding denganmu. Karena ternyata doaku tak spesifik ke arah itu.(Cerita ini hanya fiktif belaka, bukan diambil dari kisah nyata.)