Saat aku memutuskan memulai kisah ini denganmu. Saat itu pula ada patahan karang yang merobek tubuhku. Memaksaku jatuh ke lautan itu, dengan tubuh koyakku yang sudah kau robek sebelumnya. Perih. Darah, luka bercampur dengan air laut.
Kau tak tau saat itu.
Saat kau memutuskan memulai kisah denganku. Ada sedih yang seolah membuncah ingin keluar menjadi tetesan air mata. Ada ketidakrelaan mengapa ini harus terjadi padaku. Ada sedikit pemberontakan mengapa aku tak memutuskan hubungan denganmu saja. Mengapa aku tak menolak saja, lalu memilih ikatan pertemanan sebagai jalan takdir untuk kita tetap dekat.
Namun, yang ada saat itu adalah kita sama-sama tolol. Memaki Tuhan.
Saat aku memutuskan mengakhiri kisah denganmu, berat. Ada ketidakrelaan yang diam-diam membujukku untuk tak melepasmu. Ada bisikan yang aku tak tau dari mana datangnya.
"selama ini kau dan dia saling mencintai, lalu mengapa harus saling pergi untuk urusan hati yang sebenarnya bisa kalian selesaikan sambil ngopi. kenapa kalian harus saling menyakiti diri sendiri, bukankah bersama adalah mimpi kalian berdua?"Saat kau mengiyakan permintaanku, meninggalkanku adalah jalan satu-satunya untuk kita tetap waras menjalani hidup. Kau pergi dengan membawa kisah lama yang kuharap bisa kau hapus dengan kisah baru. Aku pergi dengan tertatih, membawa harapan yang belum sempat kuwujudkan.
Kita berpisah dipersimpangan jalan, tanpa perlu lagi menoleh kebelakang. Tanpa perlu lagi mengharap pertemuan. Semuanya harus tetap baik-baik saja, sama seperti saat kita belum saling mengenal.Tidak ada kisah yang tak adil.
Semua adil dalam cinta dan luka.