JUNHUI menatap lautan dihadapannya dengan tatapan yang sendu, sore ini kekacauan di pulau Aralanta telah berakhir, kepercayaannya pada sersan lenyap begitu saja dan membiarkan pria yang telah mengabdi padanya dibawa oleh suku duyung kehadapan Raja Laut Hilton untuk diberikan hukuman karena telah membunuh sang ratu.
Angin berhembus menyapu surai hitam Jenderal tampan itu, Junhui berlutut dihadapan lautan dan melepaskan kalung emas yang dikenakan pada lehernya, tangannya menyentuh pasir pantai yang bercampur dengan air laut lalu menempelkan tangannya pada dadanya sambil memejamkan matanya.
"Ayah, maafkan aku yang telah membenci lautan. Apapun yang terjadi pada mu saat itu, aku yakin sudah tertulis didalam takdir mu. Aku menyayangi mu ayah, semoga kau tenang dilautan Araloana."
Junhui pun bangkit dan melempar kalung emasnya sejauh mungkin ke laut dan memejamkan matanya, Minghao yang sudah berdiri dibelakang Junhui ikut merasakan rasa sesak di dada karena kehilangan seseorang yang berjasa didalam hidup Junhui.
"Kaio, ayahmu pasti sangat bangga dengan apa yang telah kau capai saat ini."
Junhui membuka matanya perlahan dan mengangguk pelan.
"Ayah selalu bangga pada ku, bahkan sebelum ia pergi berlayar, ia sempat berpesan pada ku untuk melangsungkan pernikahan ku dengan Kadelia, tapi sayangnya permintaannya tidak bisa aku laksanakan."
Minghao mengulum senyumnya lalu mengangguk paham.
"Ayahmu pasti akan mengerti, Kaio."
"Aku harap begitu."
Junhui pun berbalik lalu pergi begitu saja menuju rumah meninggalkan Minghao yang masih mematung dengan seluruh keraguan dihatinya namun tak lama pria manis itu pun membuka suaranya.
"Kaio."
Junhui menghentikan langkah kakinya dan berbalik untuk menatap Minghao yang sedang menatapnya dengan tatapan yang sangat dalam.
"Ada urusan apa, Laksamana-"
"Hanya panggil nama ku, tidak perlu dengan pangkat ku."
Sergah Minghao dan Junhui pun mengangguk pelan, pria manis itu maju satu langkah lebih dekat lalu meneguk salivanya dalam-dalam.
"Aku tahu bagaimana perasaan mu sekarang, kau pasti sangat terluka karena Kadelia—"
"Aku sedang tidak ingin membahasnya, Liandira."
"Baiklah, tapi aku ingin mengatakan sesuatu pada mu."
"Katakan."
Minghao menarik nafasnya dalam-dalam lalu membuangnya perlahan, tangannya mengepal kuat dan manik indahnya menatap Junhui dalam.
"Kapan pun kau membutuhkan ku, aku akan selalu ada untuk mu. Aku melakukan ini bukan karena aku memaksa mu untuk membalas perasaan ku tapi aku melakukan ini agar hati mu bisa sembuh dari luka masa lalu mu dengan Kadelia, tak masalah kau menjadikan ku sebagai pelampiasan, asalkan kau bisa menjadi Jenderal Kaio Junhui yang gagah dan berani seperti yang aku kenal."
Minghao pun memberi hormat dengan tangan kanannya di dahi lalu pergi meninggalkan Junhui yang terdiam menatap kepergian pria manis itu dengan tatapan sendu.
"Aku tidak mengerti, kenapa kau masih menaruh hati pada pria yang telah menolak mu berkali-kali seperti ku, Liandira?"
•••
"Kadelia.."
Mingyu berjalan menaiki karang dimana Wonwoo sedang duduk disana sambil menatap matahari yang mulai terbenam sore ini, pria tampan yang tak mengenakan atasan sehingga tubuh atletisnya terekspos itu pun mengambil duduk disisi Wonwoo yang sedang mengayunkan kakinya di atas karang. Angin berhembus menyapu poni coklat Wonwoo dan pria manis itu pun tersenyum tipis menyapa kedatangan Mingyu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] KANDERA (GOD KANO)
FantasíaPara Siren telah membuat Jendral Kaio Junhui murka, Kadelia Archira Wonwoo yang ikut berlayar bersama sang kekasih pun harus mendapatkan nasib yang nahas, ia dan kapal yang ditumpangi kekasihnya tenggelam di laut Araloana. Namun sesosok manusia berk...