9💦

6.7K 359 11
                                    

Kini sudah hampir tiga bulan mereka hidup bersama. Hidup dengan prinsip-prinsip yang mereka tetapkan. Seperti Raras yang tidak akan lupa akan tugas seorang istri, mulai dari membersihkan rumahnya, memasak untuk suaminya, dan menyiapkan pakaian milik Wisnu. Sedangkan Wisnupun demikian, ia selalu mengucap terima kasih kepada Raras, memberikan kelonggaran untuk melakukan hal bebas yang ia inginkan dan juga memberikan uang bulanan yang cukup bahkan lebih untuk Raras.

Hari ini hari dimana Raras akan mengunjungi tempat bibi dan juga pamannya yang ada di kampung halaman. Wisnu dengan suka rela mengantar Raras sampai rumahnya. Wisnu sangat antusias dan ia bahkan membawakan beberapa macam oleh-oleh untuk paman dan bibik Raras.

Raras sudah memberitahu Wisnu kalau itu semua tidak diperlukan tetapi Wisnu tetap bersikeras untuk membawa semua itu.

Setelah selesai berkemas, mereka memutuskan untuk berangkat pagi-pagi sekali agar mereka sampai di sana tidak terlalu siang hari. Mobil berwarna hitam itu meninggalkan perkarangan rumah, dengan otomatis gerbang ditutup kembali dan mobil segera pergi menuju lokasi.

Selama mobil melaju entah mengapa Raras tidak merasa mengantuk mungkin karena ia sangat merindukan paman, bibik serta Sinta jadi ia tidak merasa lelah sedikitpun.

"Ras, apa kamu tidak ingin tidur." Wisnu menoleh dan menatap wajah Raras sekilas dan kembali fokus kedepan.

"Emm.. tidak kok hehe."

Setelah berbicara Raras mengambil sebotol air minum dari jok belakang dan segera menyegarkan tengorokannya.

"Aku mau."

"Enn."

Raras mengangguk dan berniat untuk mengambil botol yang lain. Tetapi Wisnu dengan cepat mengambil botol yang berada di tangan Raras dan segera meminumnya sampai habis tidak tersisa. Raras hanya melihat dan tidak mengatakan apapun, dengan mulut yang masih penuh air, wajah Raras tiba-tiba memerah. Secara tidak langsung itu seperti perbuatan intim.

Raras mengalihkan tatapan keluar cendela dengan gugup tetapi ada senyum samar di sudut bibirnya membuat orang lain tidak tau kalau di dalam hatinya ada sedikit kebahagiaan. Setelah beberapa jam akhirnya mereka telah sampai di kampung halaman Raras. Bahkan setiap warga desa menatap mobil yang melintasi kampung mereka dan berhenti di kediaman Gilang dan juga Diana.

Mereka berdua turun dari mobil untuk mengambil barang-barang yang ada di bagaai mobil. Menutup kembali dan berjalan kearah rumah yang sederhana.

Belum sempat Raras mengetuk pintu sudah dibuka dari dalam dan disana keluar Gilang yang membawa cangkulnya. "Ehh nak Raras, Wisnu."

"Paman." Raras langsung memeluk Gilang dengan erat, menyalurkan rasa rindunya.

"Kenapa kamu tidak bilang kalau mau datang kemari." Setelah melepas pelukan mereka, Gilang menpersilahkan mereka berdua untuk segera masuk dan menjamu tuan muda dengan baik.

Raras melihat kalau tubuh pamannya kini kian hari tambah mengurus. Apa pamanya sedang sakit akhir-akhir ini dan memaksakan diri untuk bekerja di ladang.

"Paman, apa paman tidak makan baik akhir-akhir ini?" Setelah duduk Raras mengambil insiatif untuk memulai percakapan.

"Ahh.. tidak kok Ras, paman makan dengan baik kok. Bagaimana kabar kamu selama ini, pasti nak Wisnu telah menjaga kamu dengan baik."

"Enn... sangat baik."

Wisnu menghampiri dengan membawa beberapa barang yang tadi ia keluarkan dari bagasi. "Paman ini oleh-oleh dari kami mohon tidak menolaknya."

"Tidak perlu repot-repot, kami tidak bisa menerimanya nak."

"Tidak papa paman terima saja." Raras meyakinkan pada Gilang yang bersikeras untuk menolak.

"Baiklah, paman akan menerimanya, terimakasih untuk kalian berdua."

Setelah berbinjang mengenai kabar mereka tiba-tiba pintu di buka dan dua orang perempuan masuk dengan tergesah-gesah.

"Ehh.. tuan mudah datang kemari, selamat datang." Diana memasang senyum palsu dan memberi salam.

"Iya bik."

"Wahh tuan mudah tambah hari tambah tampan saja benar tidak Sinta?" Diana menyenggol Sinta yang ada di sebelahnya.

"Be..benar." entah mengapa pipi Sinta tiba-tiba memerah.

Wisnu tau niat dari kedua ibu dan anak itu. Sejak Wisnu dan Raras akan menikah, Wisnu sudah mengecek informasi tentang Raras. Bagaimana kedua ibu anak ini telah menyiksa Raras yang buta huruf. Bagaimana mereka berdua memperlakukan Raras seperti halnya seorang pelayan. Dan ia sudah tau niat di balik itu semua.

"Baiklah-baiklah, biarkan mereka berdua untuk istirahat. Raras kamu bawa suamimu ke kamar mu yang dulu, kamar itu masih sama seperti dulu. Kami tidak merubah apapun yang ada di sana."

Perintah Gilang dan disetujui oleh Raras. Raras memimpin Wisnu untuk memasuki kamarnya. Rumah memang kecil tetapi rumah itu memiliki tiga kamar jadi itu masih cukup untuk mereka.

Raras membuka pintu dan segera membimbing Wisnu untuk ikut masuk. "Bentar aku ganti seprei tempat tidur." Dengan sigap Raras sudah menganti seprei itu besera sarung bantalnya.

Mereka berencana untuk tinggal tiga hari di desa dan akan kembali karna Wisnu yang akan datang di salah satu acara dari klien pentingnya. Mereka akan memanfatkan tiga hari ini untuk menjalankan hari-hari dengan tenang.

Setelah menata beberapa pakaian, Wisnu pergi untuk membasuh diri terlebih dahulu. Walaupun kamar mandi sangatlah kecil tetapi Wisnu tidak merasa keberatan sama sekali. Sedangkan Raras ia segera pergi menuju ruang tamu dimana di sana sudah ada keluarganya.

Saat Raras melangkah ia mendengar suara Sinta yang sedang manja pada ibunya. "Ibu pokoknya aku ingin itu titik."

"Tenanglah Sinta, kamu lihatkan kalau mereka hidup bahagia mana mungkin ibu berani."

"Jika ibu tidak mengabulkannya maka aku akan mogok makan untuk seterusnya." Sinta bersikeras untuk permintaannya.

"Bibik memang Sinta menginginkan apa?" Raraa berbicara dengan tersenyum ramah.

"Owh... mentang-mentang sudah jadi nyonya besar, dan akan mengabulkan permintaan orang rendahan ini." Sinta menyindir dan menatap sinis kearah Raras.

"Bu..bukan begitu.."

"Aku menginginkan suamimu." Minta Sinta yang membuat orang terkejut.

Wajah Raras berubah pucat, selama hidupnya apa yang diminta Sinta pasti ia turuti tetapi ini, Sinta meminta suaminya.

"Apa yang sedang kamu katakan?" Suara yang dingin itu membawa suasana menjadi gelap.

Semua orang tambah terkejut mendapati Wisnu yang berjalan menghampiri mereka dengan suara dinginnya.

"Ahh tuan mudah, Sinta hanya bercanda kok. Yakan Sinta?" Diana melotot pada putrinya untuk menyuruhnya berbicara.

"Hemm.." setelah itu Sinta berjalan meninggalkan mereka dengan wajah yang memerah karna marah.

"Ras ayo bantu bibik untuk mebuat masakan di dapur." Diana langsung menggandeng tangan Raras menuju dapur.

Tak terasa itu sudah tiga hari lamanya mereka tinggal di desa. Beberapa kenangan indah tercetak dipikiran masing-masing terutama Wisnu. Mulai dari Wisnu yang ikut diladang untuk membantu Gilang itu adalah pertama kalinya, bagaimana Raras mengajari Wisnu membuat kue khas daerah, bagaimana Wisnu belajar berkebun. Pokoknya semua itu tidak pernah ia lakukan seumur hidup.










🐳🐳🐳


Lanjut.....

Antara Takdir Dan Jodoh (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang