" gimana deev udah enakan" tanyaku pada deeva yang terbaring di ranjang rumah sakit. "Udah baikan sekarang, tadi udah gue cek, deeva cuma kecapean" bukan deeva yang jawab tapi ray dan apa ray yang ngecek, sudah aku duga. "Syukur deh" kemudian suster datang membawa sarapan untuk deeva.
"Suapin" pinta deeva pada ray. "Iyaa baby kecil" sungguh perkataan ray membuat aku tidak tahan berlama-lama berada di ruangan ini. "Oh ya biar aku potongin yah buahnya" ucapku yang sudah tak tahan hanya menonton kemesraan mereka berdua. "Makasih ret" jawab ray. Aku pun mulai memotong apel yang bersih menjadi beberapa bagian dan menyimpannyanya di atas nakas. Aku lupa apakah ray sudah mengutarakan isi hatinya pada deeva? Tapi dia belum pernah bicara ke aku. Ray masih menyuapi deeva dengan lembut dan beberapa kali mereka tertawa karena candaan dari ray. Kita berdua gak pernah tuh sebahagia itu kalo lagi bersama. Apalagi ray yang selalu tampak biasa kalo sama aku tapi kalo sama deeva dia terlihat lebih berseri dan bahagia. Lama kelamaan aku seperti nyamuk saja.
baru saja aku mau pamit keluar tapi sudah ada beberapa orang yang masuk, mereka sahabat deeva dan temanku. Ada Resta, melly, ninda, delia, sisi dan taskyna. mereka udah bersahabat dari smp sama seperti aku dan sahabatku. "cie di rawat ama ray, eh ada rettala juga" ucap melly yang sinis di akhir katanya. sedih memang mengingat mereka selalu sinis kepadaku. walaupun kita berteman tapi kita tak pernah dekat. Aku hanya tersenyum tipis bahkan sangat tipis. "Hati-hati lho deev banyak plankton" kali ini delia yang mulai memanasi ku. Aku mengerti apa maksud dari plankton ini. hello emang deeva sama ray punya hubungan apa. "Ngedeketan tiba-tiba nusuk dari belakang" itu ninda yang ngomong dan beberapa orang tertawa bahkan deeva pun ikut tertawa. Sebenernya dari 7 orang itu 2 orang yang lumayan deket, Resta,sisi,dan satu orang lagi taskiana yang terlihat lebih cuek. "Ehh tahu gak masa waktu pesta semalem ada yang bikin kesel gue" sekarang deeva juga ikut bicara. Aku sudah tahu kemana arah pembicaraan ini, aku yakin pembicaraan ini ditujukan untuk aku. Bukan merasa tersendir cuma aku tahu kalo deeva gak suka aku deket-deket sama ray, lagian ray sama deeva itu nothing special relasion jadi itu hak aku dong. "gak tau diri banget" timpal melly.
aku yang sudah tidak tahan pun angkat bicara" sebaiknya kalian jangan berburuk sangka, yang malah jadi ghibah" ucapku geram.
"Kita gak asal tuduh lho ya emang kenyataan. Lagian bukan ghibah kalo ngmongnya di depan orang nya langsung" balas ninda yang malah jelas jelas menyindirku.
"Gak tahu diri banget sih tuh orang" ucap deeva dengan suara kecil namun masih bisa terdengar oleh semua orang.
"ya mungkin kalian benar menceritakan kejelakan orang di depan orang nya bukan ghibah, tapi asal kalian tahu kata-kata itu bisa menyakiti orang yang sedang kalian bicarakan. Gue tahu kata-kata itu ditujukan ke gue. Bukan gue ngerasa ke sindir tapi kalian jelas-jelas menunjukan kalo yang kalian omongin itu tentang gue. Sorry gue dan ray hanya sebatas rekan kerja gak lebih. Dan lo deev apa hak lo untuk ngelarang gue deket sama ray siapanya ray lo? Maaf mungkin gue bicara berlebihan tapi emang itu kenyataannya. Semoga lo cepet sembuh deev. Assalamualaikum" sungguh aku gak bermaksud untuk membalas perkataan mereka namun rasanya lega sudah mengeluarkan semua uneg-uneg yang ada di hati. "Tunggu, seharusnya lo sadar, lo buka mata lo, kalo ray gak pantes buat lo" ucap deeva.
"Stop kalian tuh kenapa sih, gue gak ada hubungan sama lo deev" akhirnya ray angkat bicara dan kata-kata yang di ucapkan ray itu seperti membelaku. "Dan enggak juga dengan retta" oh tidak aku tarik kembali ucapan ku yang tadi, bahkan ray tidak ada niatan untuk membelaku. "Jadi maksud kalian tuh apa, nih juga yang baru datang langsung nyeroscos aja. Kalian gak sadar apa dengan cara gini semua orang merasa sakit hati, dan gue, gue gak mau di ributin yang buat pertemanan kalian hancur." ucap ray dengan nada kesal. "Assalamualaikum" ucapku kembali kemudian membuka pintu .
tak terasa air mataku mengalir. Entah kenapa aku merasa perutku merilit dan kepalaku pusing sekali. Sekarang sudah tengah hari dan aku lupa belum makan dari pagi bahkan belum minum. dan sepertinya mag ku kambuh. Aku dengar pintu ruang rawat deeva terbuka dan ray yang keluar dari sana.
Rayfa POV
Huh aku sungguh tidak suka dengan situasi ini. Akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari ruang rawat deeva dan aku lihat rettala yang belum jauh berjalan dengan lemas entahlah dia kenapa, aku sedang merasa kesal ke semua orang yang ada di ruangan itu termasuk retta mungkin, aku belum bisa berfikir jernih sehingga tidak bisa menentukan yang mana yang benar dan salah. tapi di sisi lain aku juga kasihan padanya karena dari tadi dia di pojokan terus oleh teman-temannya deeva. tapi bagaimana pun aku sulit untuk melihat kesalahan deeva mungkin karena cinta yang katanya membutakan.
Aku melihat rettala yang duduk di kursi panjang dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Aku lihat juga bahunya yang bergetar. Mungkinkah dia menangis? Setahuku rettala adalah wanita kuat yang dengan cacian seperti tadi dia tidak akan mudah menangis apalagi seperti ini di depan umum. Aku yang tidak tega melihatnya seperti ini pun menghampirinya.
"Ret lo kenapa?" tanyaku. "Ray" ucap rettala yang kemudian berdiri. Kemudian rettala jatuh ke pelukan ku, awalnya aku sungguh kaget tapi melihat tidak ada pergerakan membuatku khawatir juga. "Rett...bangun rett" ucapku yang mengguncangkan bahunya. setelah aku lihat wajahnya, astagfirullah dia pucat sekali dan terlihat bahwa dia sudah menangis.
Akhirnya aku meminta bantuan suster untuk membawanya mengunakan blankar, bukan aku tidak mau menggendongnya namun aku selalu ingat kalo rettala pasti tidak ingin di gendong olehku apalagi oleh orang lain yang bukan mahromnya. Dia juga tidak di periksa olehku tapi oleh dokter wanita yang berusia sekitar 40 tahunan. "Gimana dok" tanyaku yang masih khawatir tentu saja karena dia sedang tidak baik-baik saja. "Jadi gini lho ray,nak rettala ini sepertinya belum mendapat asupan apapun dari pagi bahkan sedikitpun tidak. Dan itu membuat mag nya kambuh. Serta sepertinya nak rettala itu sedang banyak pikiran yang membuatnya tertekan dan stres". Ucap dokter gyna.
Aku cukup terkejut apakah dari tadi rettala belum makan apapun. aku memang tidak jadi memakan bubur nya dan aku kira retta makan sendirian bahkan aku berpikir bubur aku juga akan di makannya. Tapi aku sempat makan di kantin rumah sakit. Terus makanan ringan yang aku kasih apa gak dimakan juga. Padahal di situ ada roti, susu, snack dan banyak lagi tadinya itu buat camilan dirumah. Aku juga baru tahu kalo rettala punya penyakit mag yang cukup Parah.
"Apa harus dirawat dok?" tanyaku lagi. " tidak usah sih tapi minimal kalo udah sadar jangan langsung pulang dulu, terus pas udah pulang dirumah harus bad rest dan jangan banyak pikiran dulu soalnya kalo banyak pikiran dan gak makan malah bakal tambah menurun imun tubuhnya." jelas dokter gyna kembali. "Makasih dok" ucapku. Kemudian dia keluar bersama satu orang suster.
Aku duduk di kursi yang menghadap langsung pada ranjang. Aku lihat mata rettala yang mengerjap-ngerjap. "Rett ada yang sakit?" tanyaku khawatir. Dia memegang kepalanya yang tertutupi hijab berwarna merah maroon mungkin masih pusing. Dia agak kaget ketika melihat aku yang ada di sampingnya.
"gue mau pulang, makasih udah nolongin" ucapnya lirih kemudian berdiri.
"Kata dokter, lo jangan dulu pulang" ucapku cepat. "Assalamualaikum"salamnya dan mengabaikan perkataanku.
Dia berjalan lebih cepat kemudian ke meja administrasi sebenernya udah aku bayar. Dan benar dia tidak jadi bayar dan kemudian melangkah kembali keluar menuju di parkiran.
#hay teman-teman, masih stay gak di why me ini. Aku updatenya sesuai mood ya. Tapi aku harap kalian penasaran sama kelanjutannya terus gak usah di hapus juga cerita ini dari perpustakaan pribadi kalian. jangan lupa follow akun aku. dan vote n comment dari kalian yang aku tunggu-tunggu. Setidaknya hargai ya. Makasih#
KAMU SEDANG MEMBACA
why me?
Teen FictionAku sadar aku tidak bisa seperti dia yang kamu inginkan. tapi aku mohon tengoklah aku yang jauh di belakangmu. tunggulah aku untuk mengejarmu, agar aku bisa sejajar denganmu. 10 tahun aku menunggu kamu. Ketika aku menyerah kau memberi ku harapan, ke...