8

17 2 0
                                    

Aku juga ikut menyusulnya ke parkiran dan kebetulan mobilnya parkir disampingku. "Ret tunggu" panggilku setengah berlari. "Ini, makasih" ucapnya sembari memberikan ku beberapa lembar uang 100 ribuan. "Gak usah rett" tolak ku halus" gue gak nerima penolakan, gue pulang" ucapnya cepat.

Dan dengan cepat aku merampas kuci mobilnya. "Apaan sih ray balikin gue mau pulang". Ucapnya kesal " gue anter atau gue gak terima uang ini. "Mobil lo?" tanyanya lagi. " entar gue ke sini lagi" balasku. "Oh iya gue lupa ada deeva, sebaiknya lo rawat deeva gak usah anterin gue" tolaknya lagi.

Aku mengabaikannya dan langsung membukakan pintu untuknya, bukan maksudku untuk mengabaikan nya tapi ini bakal jadi panjang kalo gak gini. Setelah dia masuk barulah aku duduk di kursi pengemudi. Aku melihat keresek putih yang berisikan makanan yang tadi ku berikan disimpannya ke jok belakang bahkan itu masih utuh. "Kenapa gak di makan?" tanyaku to the point. Dan kali ini dia yang mengabaikanku. Selama perjalanan hanya keheningan yang tercipta.

Setelah sampai di rumah rettala sebelum turun aku lihat dia yang menghapus air matanya. Aku bahkan tidak tahu kapan dia menangis. Aku seperti tidak melihat rettala yang biasanya. Rettala yang ceria, aktif, cengengesan. Tapi ini dari tadi dia murung terus lebih tepatnya setelah jogging tadi.

"Makasih ray, semoga deeva cepet sembuh. lo hati-hati" ucap deeva. Aku akan kembali ke rumah sakit menggunakan taksi online yang sudah ku pesan dari tadi. "iya lo juga, kata dokter lo harus bad rest, jangan banyak pikiran, jangan telat makan lagi. Kok bisa bisa nya sih lo dari pagi sampai tengah hari gini belum makan apapun. Lo tuh dokter tapi gak bisa jaga diri sendiri. Bukan cuma pasien yang di ceramahin tapi diri lo sendiri. Percuma lo jadi dokter tapi gak bisa jaga kesehatan" jelas ku panjang lebar.

Aku lihat lagi retta yang mengeluarkan air matanya, apakah ucapanku keterlaluan. "So..sorry gue gak maksud" ucapku merasa bersalah. "Lo bener gue emang gak becus jadi dokter, bahkan dokter buat diri gue sendiri pun gue gak becus" aku merasa semakin bersalahh.

"Sttt sorry gue gak maksud, yaudah sekarang masuk terus istirahat. Lagian besok bagian bang kevin kan yang tugas. Gue balik rumah sakit ya. Salam buat orang rumah. Assalamualaikum"ucapku kemudian memikirkan mobil dan kembali ke rumah sakit dimana deeva sedang di rawat.

Rettala POV'S

"Waalaikumsalam" ucapku lirih, sebenernya aku tidak nangis dengan ucapannya itu tapi memang aku lagi bad mood sehingga sensitif banget. Kemudian aku masuk kerumah aku memutuskan untuk masuk kamar. Kebetulan di rumah sepi karena sebelum kejadian itu terjadi buna sempat whatsapp aku katanya buna sama papah mau ke bandung, mau nengok opa azka yang lagi sakit. Setelah bersih bersih aku langsung ketempat tidur karena memang aku yang sedang berhalangan sholat setelah sholat shubuh tadi.

"Dek" panggil kak devan di depan pintu. "Masuk kak gak di kunci" jawabku. "Udah makan?" tanyanya dengan raut wajah yang khawatir. Aku hanya mengangguk sebenarnya aku Belum makan apapun, hanya tadi mungkin dikasih sedikit asulan oleh dokter yang rawat aku.  kemudian kak devan memegang keningku.

"Makan dulu yuk, tadi ray nelpon katanya kamu pingsan. Kok bisa"tanyanya lagi, gini nih kak devan kalo lagi khawatir sama serius gak pake lo gue tapi aku kamu, andai ray juga gitu pasti aku selalu terbang. Astagfirullah jadi ngekhyal kan.

"Lupa belum makan" jawabku, kemudian menyender di bahu kak devan sambil meluk kak devan. Entah kenapa aku malah menitihkan air mataku. Kak devan mengelus punggungku "kok bisa sih sampai lupa makan. Kakak tahu kamu lagi banyak masalah, tapi bukan gini caranya sampai kamu lupa makan. Kamu bisa cerita sama kakak dek, sekarang kita makan dulu". Ucap kak devan tambah khawatir. Kemudian kita berdua turun kebawah. Aku selalu merindukan kak devan yang perhatian gini mengingat waktu aku sama kak devan sama-sama sibuk. Walaupun ada waktu kita malah berantem.

why me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang