01. Calon Suami

58 15 0
                                    

Sore ini tidak seperti yang sudah-sudah, jika biasanya Kapten muda itu beristirahat di apartemennya setelah melakukan penerbangan panjang yang memakan waktu lebih dari delapan belas jam. Maka kini, katakan selamat tinggal pada waktu istirahat berkualitasnya. Karena sebuah janji, ketika ia mendarat di Makassar, Frand mau tidak mau harus menepatinya, terlebih sedari tadi oknum yang —membuatnya mengucapkan janji itu —terus-terusan mengekorinya.

Ketika bell apartemen berbunyi, ia sudah tahu siapa seharusnya yang akan di temuinya di depan sana. Tidak perlu melihat ke arah layar intercom, sudah jelas —itu pasti Brandon.

"Hi Kap, sudah bersiap?" Sapa lelaki itu ketika mereka telah bertatap muka. Penampilannya masih sama seperti yang tadi —memakai seragam lengkap dengan tanda strip tiga di pundak (kurang satu strip dari milik sang kapten muda) lalu, tangan kirinya menggenggam gagang koper.

Sang kapten muda hanya mengangguk mengiyakan. Netra hazelnya menatap lurus ke arah pria di hadapannya. Seakan mengerti dengan maksud tatapan itu, jemari Brandon terangkat menggaruk kepala yang tak gatal.

"Sebenarnya, aku sengaja tidak mengganti seragam. Pertemuan kali ini akan di hadiri oleh junior-junior ku." Katanya. "Kami sepakat memilih Dress code memakai seragam kerja."

Frand bertanya. "Apakah aku harus menyesuaikan penampilan ku juga?" Karena saat ini ia hanya mengenakan baju santai; kaos oblong putih polos dan celana trening hitam.

"Tidak, tidak, ini bukan acara formal. Hanya makan-makan biasa." Dengan gestur tubuh lucu, Brandon menggeleng. "Anda tidak perlu mengikuti aturan kekanak-kanakan kami. Penampilan anda sudah rapi." Jawabnya jujur.

Paham dengan ucapan pria itu, Frand segera masuk mengambil masker, jaket dan kunci mobilnya. Hal yang selalu membuat Brandon takjub, karena Kapten muda itu selalu totalitas dalam bekerja, tidak hanya apartemen, kendaraan pun telah di siapkan oleh pemuda itu. Padahal tempat tinggal pemuda itu bukan di negara ini, melainkan di Forks, salah satu kota di negeri Paman Sam.

"Kap, bagaimana kalau aku saja yang menyetir." Brandon menawarkan tenaganya. "Anda pasti lelah, selama di perjalanan anda bisa beristirahat."

Masih tetap dalam mode irit bicaranya, kapten muda itu memberikan kunci mobil pada Brandon.

"Terimakasih."

"Oh iya kap, sa— heh? Barusan anda berbicara dengan saya?" Brandon terkejut karena lagi-lagi ia bisa mendengar suara itu. Bukannya ia bertingkah untuk mendapat perhatian pemuda itu —apa lagi memiliki prilaku menyimpang— hanya saja ia suka sekali mendengar suara husky itu. Bahkan setiap pemuda di sampingnya itu berbicara di dalam pesawat untuk memberikan announcement singkat, penghuni pesawat banyak yang menyukainya —suara pemuda itu seperti memiliki daya tarik tersendiri.
"Barusan anda bersuara, benar kan?" Brandon bertanya seraya berlari menyamai langkah Frand. Namun, lagi-lagi pemuda itu hanya bungkam dan memberi isyarat menggunakan tangannya agar Brandon tidak terlalu menempel padanya.

Tidak menyerah, Brandon kembali merengek. "Kapten~~ayolah~~" mungkin dengan jurus ini akan berhasil membuat sang kapten muda kembali berbicara. Dan naasnya, hanya tatapan datar menyeramkan yang ia dapatkan.

~00~

Kalau kalian bertanya, bagaimana nasib bakso yang sedang di aduk-aduk oleh Vira, jawabannya cuma satu : mengenaskan! Bakso itu satu minggu berturut-turut ini telah menjadi sasaran tindak kekerasan di bawah kekuasan Vira. Andai bakso itu bisa berbicara, mungkin sejak dulu si bakso akan meminta ampun pada Vira dan menghilang —tidak akan pernah lagi, menampakan wajahnya di hadapan gadis berusia 25 tahun itu.

SEELENVERWANDTETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang