Empat Lilin - @Andhyrama

117 28 4
                                    

EMPAT LILIN

Andhyrama

Kematian datang tanpa memberi kabar, dia bisa berkunjung kapan dan di mana saja. Jiwa yang telah mati akan pergi ke alam berikutnya. Alam yang tak akan bisa dikunjungi oleh jiwa-jiwa yang masih mendiami raga.

Petir menyambar. Hujan turun begitu deras menimbulkan suara keras di antara rimbunan pohon di hutan itu. Seorang wanita yang sudah basah kuyup menggendong seorang bayi dalam pelukannya. Ia berlari menyusuri hutan yang gelap. Purnama yang ditutupi awan gelap tak mampu memberikan pencahayaan yang cukup baginya.

Dengan panjang yang terurai basah nan berantakan. Wanita itu menangis, membaurkan air hujan dengan air matanya. Pelukannya pada bayi berumur tiga bulan yang sudah tak bernapas itu semakin erat. Ia terus melangkah, menyusuri jalan setapak yang semakin jauh menembus hutan.

Cahaya petir datang lebih dulu sebelum suaranya. Lewat cahaya yang tak sampai satu detik itu, si wanita mampu melihatnya. Sebuah gua ada di balik rimbunnya pohon. Ia masuk ke dalam. Napasnya ngos-ngosan. Kakinya gemetaran senada dengan tangannya yang terus memeluk sang bayi.

Matanya menangkap cahaya yang datang dari dalam gua itu. Seseorang wanita lain muncul membawa sebuah obor di tangannya. Wanita itu memakai pakaian putih, rambut yang dikucir kuda, dan wajah yang ditutupi sebuah topeng hitam.

Wanita pembawa bayi masih mengatur napasnya. Saat si pemegang obor membalik dan mulai melangkah kembali, ia pun mengikutinya dengan dada yang detakannya semakin kencang. Ia terus mengikuti si pemegang obor, menyusuri sebuah ruangan gua dengan patung pria berkepala kerbau, lalu menuju ke sebuah lorong—ternyata adalah sebuah tangga menuju ke bawah.

"Apa kau sudah yakin?" tanya si pemegang obor tanpa menoleh ke belakang.

"Aku akan melakukan apa pun agar anakku bisa hidup lagi," kata wanita yang basah kuyup itu.

Mereka sampai di depan sebuah pintu. Pemegang obor membukanya, di dalam sana ada sebuah ruangan. Di mana empat lilin di lantai menyala. Dua orang duduk di depan lilin. Mereka sama seperti si pemegang obor—memakai baju putih, rambut dikucir kuda, dan memakai topeng hitam.

"Taruh bayimu di sana," si pemegang obor menunjuk sebuah tempat duduk panjang di pojok ruangan.

Sang ibu menurut, ia meletakkan bayinya ke tempat itu. Lalu, ia mendapatkan perintah untuk segera bergabung ke lantai yang digambari lingkaran aneh tepat setelah melihat si pemegang obor menaruh obornya di tempat obor yang ada di tembok, lalu ikut duduk di depan lilin.

Saat mulai duduk di depan lilin, satu per satu, ia menyaksikan tiga orang itu membuka topengnya. Seorang wanita dengan rupa yang tak sempurna seperti telah terbakar menatap ke arahnya. Ia menahan diri untuk tidak takut pada tatapan dingin itu. Wanita lain membuka topengnya, seorang wanita dengan hidung yang agak melengkung dan gigi yang agak maju, matanya tampak aneh—juling. Wanita terakhir—si pemegang obor—membuka topengnya. Detak jantung si ibu itu tak terkontrol karena apa yang lihat di depannya sangat tidak masuk akal. Dia melihat dirinya sendiri, tesenyum padanya.

"Ritual untuk membawa anakku ke dunia ini akan dimulai." 

Teror Dalam GelapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang