Andrea tak menyukai rumah baru yang dibeli ayahnya di Florida, walaupun rumah itu hanya akan ditinggali untuk sementara selama mereka berlibur. Rumah baru Andrea berada di dekat laut, hanya beberapa ratus meter jauhnya dari pesisir pantai.
Saat malam, air dingin menerbangkan aroma air asin yang kadangkala menusuk indera penciuman Andrea, membuat gadis manis itu tak menyukai rumah barunya. Selain cuaca panas, Andrea benci laut. Sekarang dia terjebak di sini selama musim panas! Andrea berteriak kesal membuat adik yang sedang minum di sebelahnya tersedak.
"Sialan! Jangan teriak kenapa? Telingaku sakit, tahu!"
Andrea mencebikkan bibir bawahnya. Dia tahu, Andre, adik laki-lakinya paling tampan kata dia sih, tidak suka apabila sang kakak tiba-tiba teriak. Andrea menghela napas, "Aku sebal sama Daddy."
Andre berambut pirang itu menoleh. Manik biru gelap itu menatap kakaknya ingin tahu. "Kenapa? Memangnya apa salah Daddy? Kan bagus kita liburan di musim panas, ya kan? Hanya orang bodoh saja yang tidak suka berlibur di sini."
Ucapan bernada sarkasm itu membuat kedua bola mataku mendelik. Itu ditujukan padaku. Yang di tatap hanya mengangkat bahu, cuek. Pandangannya lurus ke depan. Bocah kurang ajar, umur 15 tahun sudah berani berkata seperti itu di depan kakaknya.
Andre melanjutkan perkataannya. "Aku ingin tahu."
Gadis berambut cokelat sebahu melirik bosan. "Kau tak perlu tahu. Percuma dijelaskan juga, kau tidak akan percaya."
"Ceritakan padaku," desak Andre antusias.
"Sebenarnya, ada ...."
"Andrea, Andre, makan siang sudah siap."
Suara Mom dari dalam rumah membuat kami lekas beranjak dari beranda depan rumah dan masuk ke dalam.
"Mana Daddy?" tanya Andrea seraya menarik kursi diikuti adiknya Andre.
"Dad pergi ke supermarket. Katanya, dia ingin barbeque di tepi pantai. Jadi, setelah makan bereskan meja makan dan tolong bantu ibu."
Andrea terus mengunyah steak daging. Manik biru terangnya terus menatap ibu yang tampak kerepotan. Dia hanya berguman pelan ketika ibu menyuruhnya menyusun mangkuk besar di dalam rak.
Mom memang cerewet. Andre pun lebih cerewet. Rupanya sifat Mom menurun pada adiknya. Sedangkan Andrea agak pendiam. Daddy pun sama sepertinya. Daddy tipe pekerja keras. Ingin rasanya Andrea berkata pada Daddy, bahwa semenjak dia menginjak rumah bernuansa kayu tersebut dia menyadari bahwa ada yg salah dengan rumahnya itu. Entah perasaannya saja atau halusinasi ada seorang anak berdiri di dekat pohon kelapa. Wajahnya tidak begitu jelas apakah laki-laki atau perempuan. Hanya separuh tubuhnya saja yang terlihat.
Mengingat itu Andrea bergidik. Lebih baik dia menarik kursi untuk meletakkan wadah berbentuk bulam besar di rak atas. Baru saja dia meletakkan piring tersebut, gadis itu merasakan ada yang meniup tengkuk dari belakang. Tentu saja Andrea sangat terkejut, akibatnya dia kehilangan keseimbangan. Tubuhnya terjatuh ke lantai dan piring ceper itu pecah berserakan.
Teriakan dan bunyi pecahan piring membuat Mom yang sedang menyapu langsung berlari ke dapur dan dia terkejut melihat Andrea tergeletak di lantai di antara pecahan piring.
"ANDREA!" mom dengan cekatan menyingkirkan pecahan tajam dari lantai. Dia lega karena tak tampak luka serius pada gadis itu.
"Ada apa, Mom?" Andre berjalan tergopoh-gopoh.
"Tolong bantu kakakmu dan bawa ke kamarnya!" seru Mom. "Mom akan membereskan pecahan piring ini. Lain kali hati-hati, kau ceroboh sekali."
Di dalam kamar Andrea duduk di atas ranjang empuk. Dia tak habis pikir, ada yang meniup tengkuknya dari belakang. Andre? Tidak mungkin. Si Cerewet itu 'kan sedang di lantai dua. Apakah ada ... tiba-tiba bulu kuduk Andrea meremang. Sekilas waktu sedang menyusun piring dia melihat anak itu muncul lagi di luar jendela. Kini, Andrea jadi takut. Dia ingin pulang ke Orlando. Dia ingin pergi dari sini. 'Dad, cepat pulang! Aku takut!' jeritnya dalam hati.
Acara barbeque tadi sangat menyenangkan. Sejenak Andrea melupakan kejadian kursi itu. Mereka sangat menikmati liburan kali ini. Sekarang malam semakin larut. Deru laut membuat Andrea sulit memejamkan kedua matanya.
Krieeet
Andrea menoleh. Pintu kamar sedikit terbuka. Rasanya tadi pintu itu tertutup, deh. Ah, mungkin angin, hiburnya. Andrea beringsut dari ranjang untuk menutup pintu kembali. Lampu lorong menyala. Siapa yang lupa mematikannya? Pasti si Bawel Andre. Andrea pun mematikan saklar lampu. Andrea terkejut. Di dekat pintu kamar mandi berdiri siluet anak kecil.
Andrea kembali mengucek kedua matanya. Dia menyalakan saklar lampu sekali lagi. Ah, tidak ada! Apakah sedang halusinasi? kemudian Andrea mematikan saklar sekali lagi. Betapa terkejutnya dia siluet itu berdiri tak jauh dari gadis itu berdiri.
Andrea langsung menutup pintu. Baru kali ini Andrea merasa takut. Dia menyelimuti seluruh tubuhnya dengan tergesa-gesa. Bulu kuduk Andrea merinding, pintu kamar terbuka. Gadis itu mengintip dari balik selimut. Apa saudara laki-lakinya masuk kamar?
"Andre, kau kah itu?"
Nihil. Tidak ada jawaban. Hanya suara deru laut yang terdengar.
Andrea kembali terkesiap. Dia mendengar suara seperti lantai diketuk, tapi ini tiga kali. Dengan ketakutan Andrea mengintip bawah tempat tidurnya. Hatinya berdegup kencang. Oke. Kosong. Tidak ada siapa-siapa.
Andrea menghela napas lega. Ketika dia hendak berbalik, sosok anak kecil berumur 11 tahun duduk di atas tempat tidur. Wajah Andrea pucat pasi. Matanya biru terang milik gadis itu melotot. Andrea tambah ketakutan tubuh bawah anak itu tidak ada.
"Kau mau main denganku?" tanya sosok anak kecil itu. Giginya penuh dengan cairan merah.
"KYAAAAAAAA! ADA HANTU!!!"
Andrea terus teriak sampai Mom dan Dad datang memasuki kamarnya. "Andrea, ada apa?"
"Apa yang terjadi?" tanya Dad seraya memeluk anak kesayangannya.
Tangis Andrea pecah. "Dad, tadi ada seorang anak kecil duduk di atas tempat tidurku."
Mom memeriksa tiap sudut kamar Andrea, lemari dan jendela. Dahi Mom mengerenyit. Jendela dalam keadaan terkunci. Mana mungkin ada orang masuk.
"Mom, mana Andre?" tanya Andrea sambil mengusap bekas air matanya.
"Dia sudah tidur dari tadi." Mom duduk di samping Andrea. "Nak, mungkin kau mengalami mimpi buruk. Cobalah untuk relax."
"Aku ingin pulang, Mom. Aku tidak mau liburan di sini," rengek Andrea.
Dad tersenyum seraya mengusap kepala anak gadisnya. "Tidak bisa, sayang. Dad sudah ambil cuti supaya kita bisa liburan bersama."
"Dad, tidakkahkau tahu? Kemarin aku melihat anak kecil di luar halaman persis dekat pohon kelapa. Tadi dia duduk di atas tempat tidur, persis di sini." Andrea menunjuk posisi si hantu tersebut.
Dad tertawa terbahak-bahak. "Andrea, Andrea, jaman sekarang mana ada hantu? Kau mengada-ada,Nak."
Andrea sangat kecewa mendengar perkataan Dad. Dia hanya ingin Dad percaya sekali ini saja.
"Andrea, Dad tidak percaya adanya hantu."
BLAM
Andrea hanya termangu menatap pintu ditutup oleh Dad. Hati Andrea nyeri. Sakit. Kenapa orang tuanya tidak mempercayai dia? Andrea menangis tersedu-sedu hingga tanpa terasa dia tertidur.
Gadis itu tidak menyadari, sosok si bocah kecil berdiri dari balik tirai. Diterangi sinar bulan sang hantu berambut panjang hitam. Matanya putih. Dia menyeringai dengan gigi penuh cairan merah.
Besok kau akan mati, Andrea.
Tamat.
Nb: apa-apaan ini? Kok malah gaje? //plak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teror Dalam Gelap
Cerita PendekBeranikah kau membuka kisah di kala malam. Di mana hanya pekat mengintai di setiap jengkal napas. Yakinkah kau sendirian kala menikmati cerita? Cover oleh @Crankie-