"Hay mba." sapa Dery.
"Ini lagi, ngapain kesini, bukannya belajar." jawab mba Hanum.
"Pelajaran matematika mba, males. Angkanya itu itu doang. Tadi sih di kantin, tapi aku ngantuk mending tidur disini."
Dery mendengar tangisan dari salah satu tempat tidur yang tertutup sampiran.
"Siapa mba?" tanya Dery sambil menunjuk dengan dagunya.
"Pasien."
"Ko nangis?" tanya Dery lagi.
"Dia pengen pulang, minta surat izin. Tapi dia gamau ngasih tau sakit apa."
Dery berjalan menghampirinya, menyingkap sampiran. Dery terkejut melihat Diana yang ada disana.
"Di, kenapa?"
Diana mengangkat wajahnya, menatap Dery.
"Aku mau pulang Der."
"Kamu sakit apa?"
"Kamu sama aja kayak mereka, aku mau pulang Dery-- aku malu, aku mau pulang." Diana terisak, bahunya bergetar.
"Udah, udah jangan nangis lagi. Cepetan pake tas nya kamu bol--"
Sebelum Dery menyelesaikan perkataannya, Diana sudah pergi membuat mba Hanum bertanya tanya pada Dery.
"Gapapa mba, biarin aja dia pulang. Nanti aku yang bilang ke ayah."
"Dia belum mba kasih surat.",ucap mba Hanum.
"Dasar anak itu"
Dery berlari menyusul Diana, dan benar saja Diana tengah dibanjiri pertanyaan oleh penjaga gerbang depan.
"Pak, dia udah diijinin lagi sakit." ucap Dery.
"Ko gaada suratnya?" ucap satpam
"Tadi mau bikin tapi dia udah keburu kesini, perlu bukti? Mau aku telpon mba Hanum?"
"Oh iya, ngga usah."
Satpam tersebut membukakan pintu gerbang untuk Diana, Diana menghentikkan taksi yang lewat kemudian menaikinya.
------------
"Eh sayang, ko udah pulang?" tanya sang mama yang tengah asyik minum teh sambil mengobrol dengan Andrew.
Tanpa menjawab, Diana terus saja melangkah menuju kamarnya dengan terburu-buru.
"Kenapa ndrew?" tanya sang mama.
"Gatau ma, aku samperin deh." ucap Andrew.
Andrew berjalan menghampiri Diana di kamarnya, dari jauh ia sudah mendengar suara tangisan dari sana.
"Dek, buka pintunya." ucap Andrew karna pintu kamar Diana terkunci.
"Jangan masuk kak, aku malu." Ucap Diana di sela tangisannya.
"Kenapa dek? Ada yang jahatin kamu?"
"Ngga-- udah sana.. Kakak bener, aku salah. Aku selalu salah kan dimata kalian?"
"Kamu ngomong apa sih dek? Buka pintu nya." ucap Andrew lagi.
"GAK, KAMU GABAKAL MAU LAGI LIAT MUKA AKU," Teriak Diana. "Kamu gabakal mau punya adik gila kayak aku."
Andrew terhenyak, ia sadar apa yang sedang adiknya bicarakan. Andrew mencoba mendobrak pintunya tapi kekuatan yang ia punya tak cukup kuat untuk membukanya.
Andrew menoleh kepada mama nya yang juga terlihat sangat khawatir. Mama nya sampai harus memegangi dadanya merasa terhenyak.
"Ma, ada kunci cadangan?" tanya Andrew.
KAMU SEDANG MEMBACA
As Soon As Possible
Teen FictionEvan Dominic, kalau menceritakannya mungkin aku akan kembali menitikkan air mata. Lelaki satu ini adalah lelaki ketiga yang mampu membuatku tak ingin kehilangannya setelah ayah dan kakakku Andrew. Namun, banyak rahasia yang ia tutupi dariku. Dibali...