Chapter 5

163 4 0
                                    

Author POV

Sudah kurang lebih 30 menit Nasla dihadapkan pada tiang bendera yang menjulang tinggi, dengan terik matahari menyapa tubuhnya tepat dari atas kepalanya.

Nasla menghapus peluh keringat yang terus bercucuran di pelipis serta wajah pucatnya. Ia merutuki dirinya sendiri yang dengan bodohnya bisa lupa membawa buku tugas Matematika dari Pak Bambang. Dan inilah buah hasil dari kelalaiannya itu.

Nasla akui ini kali pertama dirinya dihukum dengan berdiri selama satu jam pelajaran penuh. Meski rentang waktu yang diberikan hampir sebanding dengan berdiri pada saat upacara bendera setiap hari senin, Nasla tetap tidak sanggup untuk terus menahan tubuhnya agar tetap berdiri hingga waktu hukumannya berakhir.

Dan parahnya, ini adalah jam pelajaran terakhir untuknya. Yang itu berarti, terik matahari pada jam-jam seperti ini tampak lebih semangat menyalurkan kehangatannya. Dan Nasla bisa merasakan itu.

Nasla menutup matanya seraya mendesah pelan, dalam hati ia berjanji untuk tidak akan pernah mengulangi kesalahan seperti ini lagi. Bahkan meski hukuman yang akan diberikan jauh lebih ringan dari hukumannya sekarang.

Dan sejujurnya, Nasla ingin sekali mengatakan kalau gurunya itu sudah keterlaluan, tapi disisi lain Nasla ingat betul kontrak belajar yang dulu pernah mereka buat saat pertama memasuki kelas. Tidak membawa buku tugas sama artinya dengan tidak mengumpulkan tugas. Dan inilah konsekuensi yang harus diterima jikalau tidak bisa mengumpulkan tugas tepat pada waktunya.

Pak Bambang memang terkenal dengan kedisiplinan dan ketegasannya dalam mengajar. Dan Nasla merutuki dirinya sendiri karena sudah berani mencari-cari kesalahan pada gurunya itu.

Terima saja hukuman ini, Nasla!

Nasla lagi-lagi menghapus jejak keringatnya yang sudah bercucuran mengaliri hampir seluruh wajahnya, juga tubuh dibalik seragamnya.

Nasla sangat tahu jika pertahanan tubuhnya perlahan melemah, dan ia lagi-lagi merutuki kebodohannya karena dengan mudah melewatkan waktu sarapan paginya. Ditambah setengah harinya tadi habis oleh rapat tahunan OSIS. Dan sialnya ia tidak bisa memanfaatkan jam istirahat kedua untuk mengisi perutnya yang kosong, karena harus menemui Devia sesuai janjinya.

Bisa disimpulkan, Nasla terakhir bertemu makanan pada sore hari kemarin, tepatnya saat ia masih bekerja paruh waktu. Dan sekarang, Nasla benar-benar terlihat seperti mayat hidup.

Kenapa kau begitu bodoh, Nasla! batin Nasla, lagi-lagi merutuki kebodohannya.

"Aku pikir gadis culun sepertimu tidak akan pernah menerima hukuman."

Tanpa menoleh pun, Nasla sudah tau siapa empu dibalik suara itu. Ya, siapa lagi kalau bukan ketua osis menyebalkan itu? Hanya dia orang yang selalu memanggilnya dengan sebutan gadis culun.

Nasla memejamkan mata, tidak ingin menanggapi ketua osis itu. Tubuhnya saat ini masih terasa sangat lemas. Dan kali ini, Nasla tidak ingin memperkeruh otaknya hanya karena berdebat dengan ketua osis itu.

Samuel berjalan mendekat, sekarang tubuhnya sudah berhadapan langsung dengan tubuh Nasla.

"Kau seperti mayat hidup yang ingin mati lagi. Apa kau baik-baik saja?"

Nasla membuka bola matanya. Menatap Samuel sepersekian detik, lalu membuang mukanya ke sembarang arah.

Kenapa ketua osis itu lagi-lagi muncul di hadapanku?! batin Nasla kesal.

Meski tubuhnya masih terasa sangat lemas, rasa kekesalan karena melihat wajah ketua osis itu tetap tidak bisa hilang.

"Bahkan disaat seperti ini kau masih bersikap sombong di depanku." Samuel berkomentar. Namun, Nasla masih enggan menatap wajah ketua osis itu.

Ketua Osis Vs Kutu BukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang