สิบห้า

8.2K 1K 142
                                    


"SERIUUUUUSS???!! KYAAAAAAA!!!" Nyonya Kim dan Nyonya Min saling berjingkrak sambil berpelukan heboh. Kabar baik ini memang sepatutnya mereka berdua rayakan.

"Kita tetap jadi besan!!!!" seru Nyonya Min. Nyonya Kim mengangguk setuju, "Tidak sabar mereka segera menikah!!!" Lalu kembali heboh. Melupakan Yoongi dan Taehyung yang memandang keduanya sangsi. Sejujurnya hanya Taehyung yang sejak tadi melihat euphoria aneh Ibunya beserta calon ibu mertua. Sedang Yoongi tak pernah lepas menatap jemari tangannya yang saling bertautan dengan jemari milik Taehyung.

"Oke. Kapan rencana kalian menikah?" tanya Ibu Yoongi yang sudah melepas pelukan. Yoongi mendongak, menatap sang Ibu yang memandangnya bergantian.

"Kami tidak bilang akan segera menikah," kata Yoongi santai. Kedua bola mata Ibu Yoongi melotot.

"Mwo? Jadi, kau mau mempermainkan Taehyung begitu?" Yoongi menggeleng atas tuduhan sepihak sang Ibu. "Bukan begitu, Bu."

"Lalu apa? Katakan."

"Aku dan Taehyung sepakat untuk mencoba menjalin hubungan. Bukan berarti ingin segera menikah. Kalian juga tahu, ini adalah pertama kalinya." jawab Yoongi jujur. Taehyung menoleh, menatap Yoongi yang masih setia memberi pengertian pada sang Ibu.

Tapi, ini bukan pertama kalinya untukku. Hyung.

"Iya kan Tae?" Taehyung tersentak. Berkedip bingung sembari menatap Ibu Yoongi dan Yoongi bergantian. Menelan saliva, Taehyung mengangguk. "Iya."

Sedangkan Ibu Taehyung sendiri yang sejak tadi diam mengamati, memicing curiga pada Taehyung yang terlihat kikuk dan aneh. Namun Ibu Taehyung hanya diam, ia masih perlu mengamati lebih lanjut.

"Baiklah. Soyeon-ah, kau setuju mereka tidak langsung kita nikahkan?" Ibu Yoongi memutar badan, ikut mendudukkan diri di sofa samping Ibu Taehyung.

"Yah, mau bagai mana lagi. Mereka inginnya begitu, apa boleh buat."



Taehyung bergerak gelisah di atas ranjang. Ajakan Yoongi tadi sore soal mencoba menjalin hubungan terngiang-ngiang dengan jelas. Perasaan bersalah yang selama ini bersarang di dasar hati Taehyung pun kembali mencuat. Menghantamnya bak mimpi buruk di siang hari.

Ia terlalu takut dan bingung. Tak tahu harus menjelaskan mulai dari mana. Setidaknya bagi Taehyung, ia ingin memulai hubungan dengan Yoongi tanpa adanya kebohongan. Ia ingin berlaku jujur, bahwa ia pernah menjadi salah satu bagian dalam kisah perjalanan cinta Min Yoongi.

Namun harus mulai dari mana? Seolah semua itu seperti pita kaset rusak yang tak tahu lagi bagai mana mengurainya. Dalam gelisahnya, tiba-tiba terdengar suara pintu di ketuk dari luar. Taehyung segera bangun, berjalan ke arah pintu dan membukanya.

"Yoongi hyung?" Taehyung terkejut, tak menyangka bahwa yang mengetuk pintunya adalah Yoongi. Tiba-tiba gugup melanda Taehyung, tangannya bahkan mencengkeram handle pintu lebih erat. "Kenapa hyung?"

Yoongi mengusap tengkuk, "Bisakah kau tidur di kamarku? Sejak tadi Yeonjun agak rewel, aku belum terbiasa dengannya yang seperti itu." Taehyung tersenyum, mengangguk setuju pada yang lebih tua.

"Ayo hyung." Taehyung melangkah lebih dulu, tanpa tahu bahwa di belakang Yoongi mengepalkan tangan ke udara dan berseru 'yess' dalam hati.

Begitu membuka pintu kamar dan masuk ke dalam, Taehyung segera mengecek kondisi Yeonjun. Namun bayi berumur satu setengah bulan itu terlihat nyaman dalam tidur.

"Ah, sudah tidur rupanya...," gumam Yoongi yang ikut melihat Yeonjun dalam box bayi. "Mungkin dia kelelahan merengek padaku," Yoongi melirik Taehyung sambil mengusap tengkuk canggung.

Taehyung tersenyum tipis. Merapikan selimut bayi Yeonjun, dan mengusap pipi gembilnya dengan sayang. "Yeonjun, mirip sekali dengan Kwonie." Taehyung menoleh, dan mendapati Yoongi yang kini tengah menatapnya penuh arti. Seketika kegugupan kembali menyerang tubuh Taehyung.

Untuk mengalihkan rasa gugupnya, Taehyung berdehem dan menelisik arah tempat tidur. "Hyung, gulingmu tidak ada? Ke mana?" Seingat Taehyung, itu adalah satu-satunya guling yang ada di tempat tidur Yoongi. Guling itu pula lah yang menjadi batasan untuk Taehyung, ketika dirinya harus tidur di kamar dengan Yoongi seperti saat ini.

"Yeonjun mengompol tadi sore sehabis aku mandikan. Dan gulingnya kena bekas ompol Yeonjun." Taehyung mendadak panik. Bagai mana ia bisa tidur, sedangkan dirinya harus memeluk sesuatu agar bisa tertidur.

"Hyung, aku akan ke kamarku mengambil guling," tangannya di cekal saat Taehyung hendak pergi.

Yoongi menggeleng, "Tidak perlu," tersenyum tipis sembari menarik Taehyung mendekati ranjang.

"Aku bisa memelukmu sampai tertidur." Taehyung mendadak lemas mendapat perlakuan Yoongi yang begitu tiba-tiba. Manis dan menggetarkan.



Seokjin tertawa heboh saat menonton acara variety show RUN BTS yang di siarkan di salah satu stasiun televisi. Bunyi bip pintu dan langkah kaki seseorang mengalihkan atensinya.

"Namjoon?"

"Eoh, hyung. Kau belum tidur?" Namjoon melewati Seokjin, berjalan ke arah pantry dapur dan membuka kulkas untuk mengambil sebotol air dingin. Mata Seokjin setia mengekori, menunggu Namjoon memberi alasan kenapa pulang di jam tengah malam seperti ini.

"Aku baru saja dari rumah sakit...," tutur Namjoon. Seokjin menghela nafas, menepuk sofa mengisyaratkan agar sang adik duduk tepat di sampingnya.

"Lalu,"  Namjoon tidak langsung menjawab. Ia merebahkan kepalanya pada paha Seokjin sebagai bantalan. Reflek, Seokjin mengusap sayang surai sang adik. "Gwaenchana?"

"Aku..., setiap kali aku melihatnya perasaan bersalahku semakin besar. Hyung, apa yang harus aku lakukan sekarang?"

"Namjoon, itu bukan salahmu. Jangan menyalahkan dirimu, oke?" Seokjin selalu memberi pengertian. Bahwa semua terjadi sudah menjadi kehendak langit. Tak sepatutnya sang adik terus menerus merasa bersalah. "Lagi pula, bukankah kau sudah melakukan semampu yang kau bisa? Kau menemaninya setiap hari, menghiburnya, memberi rasa nyaman. Aku rasa itu cukup."

Namjoon menggeleng, "Tetap saja. Aku merasa semua yang ku lakukan sampai detik ini. Belum cukup menebus apa yang telah aku perbuat padanya,"

"Hei—," Seokjin menggeplak sayang kepala Namjoon. Keras kepala sekali, "Jangan menyalahkan dirimu oke?"

"Bagai mana bisa? Sementara aku penyebab dia—,"

"Namjoon!!"

"Aku tahu. Aku melihat dengan jelas bagai mana mobil kami menabrak tubuhnya hingga terpelanting jauh," Namjoon memejamkan matanya, mengingat kejadian setahun yang lalu. "Tapi dengan tidak tahu malunya, aku malah memiliki perasaan padanya."

Seokjin menghela nafas, "Hyung tahu. Kau selalu bersikap sentimentil setelah kembali menjenguknya dari rumah sakit,"

"Apa aku bisa meminta maaf dengan tulus, suatu hari nanti hyung?"  Namjoon memilih bangun. Menatap sang hyung dengan pandangan sendu. Seokjin tersenyum tipis lantas mengangguk.




"Aku yakin, Park Jimin akan memaafkanmu."












15

Turun Ranjang [YoonTae]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang