Part 5

94 14 4
                                    

"Iiih! Revan kok nggak tahu aku pakai yang mana?!" teriak Gerina kesal. Sementara Revan hanya nyengir sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

'Ini bocah. Emang, gue tau apa lo pakai yang mana. MAKANYA KALAU PAKAI PEMBALUT, KASIH TUNJUK DONG KE GUE BIAR GUE TAU!' jerit Revan dalam hati.

"Ya maaf dong, Yang. Aku kan lupa nanya ke kamu," kata Revan meminta maaf. Sok baik, ih.

"Jadi, kamu selama ini nggak tahu aku make yang mana?!"

'Ya iyalah. Lo gak pernah tunjukin ke gue secara live!'

"Tahu...?" Memang yang di mulut dan di hati selalu berbeda.

"Apa emangnya?"

"Yang nggak bersayap, Kan? Ya nggak sih? Yang kayak sayap-sayap ayam. Ya kan? Ya kan?" Revan malah balik bertanya. Sedangkan, Gerina terlihat seperti menahan emosinya yang sudah meledak. Revan yang melihatnya pun jadi takut. Karena kekasihnya ini bila sudah marah tak hanya kata-kata saja yang terlontar. Tapi, barang-barang yang biasanya ada di sekitarnya juga ikut terlontar seperti adegan di film fantasi, Harry Potter.

Di sisi lain Revan memiliki firasat yang tidak enak ketika ia melihat Ardo yang mendekati Gerina. Apalagi ketika ia melihat cara jalan Ardo yang letoy tapi terkesan angkuh ketika melihat ekspresi dan cara ia mengipas wajahnya dengan kipas yang setia menemaninya.

"Eh, Rwirwin. Yuke tempe tydack? Kaluh cowuk yang tydack tehu kaluh rochi Jepang yang endeus ituh yang ada wings nya tuh, cowuk cepuhhh!!!" kata Ardo mengompor-ompori Gerina.

"Baru datang udah jadi kompor meleduk."

"Apa sih, Revan?" Ardo memasang wajah polos, "eike salah apa coba? Masa gak tau sih masalah pembalut? Gak pernah liat pembalut ya? Pembalut itu yang sering dipakai perempuan. Kagak tau ya? Kesian. Padahal eike aja tau. Sering pakai lagi. Eh." Ardo buru-buru menutup mulutnya. Keceplosan deh.

"Tuh. Ardo aja tau!" protes Gerina diikuti anggukan kepala mantap dari Ardo.

"Aduh. Kita emang cucok!"

"Cucok deh!" sahut Gerina.

"Beda sama cowok cupuh di sana." Revan melotot mendengar sindiran Ardo. Sabar, sabar, sabar. Dalam hati Revan sudah menandai jalan pulang Ardo, siap-siap menghajar Ardo nanti.

"Sudah bertahun-tahun pacaran, dia gak tau gue pakai pembalut apa," isak Gerina.

"Yang, jangan nangis dong." Revan mulai panik. Gerina mengusap-usap daerah sekitar matanya sementara Ardo pura-pura bodoh saaat Revan mulai menatapnya sinis.

"Kesian deh Gerina. Punya cowok cupuh. Kesian. Kesian." Ardo menggeleng-gelengkan kepala. "Banyak-banyak doa ya, Gerina. Biar cowoknya cepet-cepet dipanggil Tuhan."

"LO DOAIN GUE MATI?!"

"Ih." Ardo memutar mata malas. "Alay deh. Jijik Ardo sama cowok alay."

"Amin."

"Sayang, kamu doain aku cepet mati?!" Revan menoleh cepat ke arah Gerina yang berdiri di sampingnya.

"Sayang."

"Sayang. Oi!"

Gerina tetap memejamkan mata dengan mulut komat-kamit. Masa bodoh dengan Revan yang terus menyoel-nyoel pipinya dengan manja.

"Sadarkanlah dia yang tidak tau kekasihnya memakai pembalut apa—"

"Sayang, aku cowok. Wajar aku gak tau. Aku gak pernah pakai pembalut—"

"Ardo tau tuh Sheina suka pakai pembalut apa. Padahal Ardo lekong. Sheina sukanya pakai pembalut yang gede yang tulisannya nyenyak sampai pagi!'

"DIEM LO, ARDO!" teriak Revan.

Thanks For Your Perfect Acting, Jerk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang