❀sepuluh❀

22.7K 2.5K 150
                                    

•°•°•

"Jadi, mengapa kau memilih untuk menyembunyikan identitas Mark pada Jisung?" Hyunjin menatap Haechan saat mereka berdua diberi bebas dari tugas menjadi sukarelawannya di panti asuhan. Sebuah kafe menjadi pilihan mereka berdua kali ini.

"Bukankah tidak ada salahnya juga jika kau memberitahukan namanya? Atau memberikan Jisung sebuah foto?"

Haechan hanya menggelengkan kepala, lalu sesaat kemudian ia menunduk. Memperhatikan busa dari moccacino-nya.

"Aku tidak memiliki foto Mark sama sekali. Itu juga yang membuatku menyesal dan merasa bersalah pada Jisung." Haechan menjawab.

"Lalu, jika Mark saja tidak mengetahui tentang Jisung, aku tidak mungkin memberitahukan tentang Mark pada Jisung. Aku takut, Jisung akan mencari ayahnya, kemudian yang ada malah Mark akan menolak Jisung. Aku takut itu terjadi."

Dari nada suaranya, terdengar sekali bahwa Haechan bukanlah seorang laki-laki kuat. Tentu saja, setelah apa yang Mark lakukan padanya dan apa yang Jisung balas setelah pengorbanannya, Haechan bukanlah batu karang yang kuat di terjang ombak.

Haechan hanya seorang laki-laki yang mencoba kuat setelah melepaskan dua cintanya pada kebebasan yang mereka inginkan sebelumnya.

"Lalu, sekarang kau ingin bagaimana? Aku tidak bisa membantu banyak karena ini masalah pribadimu. Tapi-" Dengan ragu, Hyunjin meraih tangan Haechan dan menggenggamnya kuat.

"Jika kau mengijinkanku untuk segala kemungkinan, maka aku tidak akan berlari."

Haechan tersenyum. Genggaman tangan orang ini sangat kuat dan hangat. Berbeda dengan Mark dulu yang terkesan hambar dan di paksakan. Mungkin, dari awal, Mark memang sudah mempermainkan hatinya.

"Hyunjin..."

"Aku tidak bercanda, Haechan."

Bukan maksud untuk menjelekkan Mark ketika Hyunjin menceritakan bahwa Mark sama sekali tidak pernah memakan bekal yang selalu Haechan berikan dulu. Malah selalu membuangnya ke tempat sampah atau memintanya menghabiskannya.

Juga bukan maksud untuk menjelekkan Mark ketika Hyunjin mengatakan bahwa ia sering mendengar Mark dan Jeno menjelekkan nama Haechan dan melecehkannya.

Hyunjin hanya tidak ingin Haechan jatuh pada luka yang lebih dalam. Hyunjin hanya ingin membantu laki-laki ini setelah kekecewaan yang ia dapatkan dari cinta dan darah dagingnya sendiri.

Mungkin, dulu ia tidak bisa membantu Haechan karena mereka tidak saling mengenal. Tapi kali ini, ketika Tuhan memberikan kesempatan untuknya bertemu kembali dengan Haechan, maka Hyunjin ingin sekali membantunya dengan cara apapun agar bisa kembali melihat Haechan yang selalu ia lihat ketika sekolah menengah dulu.

Hyunjin ingin melakukannya!

"Maksudku, jika kau mengijinkan, aku akan-"

"Kau baik, Hyunjin. Kau terlalu baik." Haechan memotong dengan sebuah senyuman halus dan hangat. Keparat seperti Mark Lee adalah iblis neraka yang selalu menyia-nyiakan senyuman itu.

"Tidak ada alasan untukku menolak kebaikanmu."

Senyuman lelaki tampan itu terkembang sempurna, sembari genggaman tangannya yang semakin mengerat pada telapak tangan Haechan.

"Jisung, bagaimana dengan dia?"

"Jisung bilang dia membenciku. Jisung bilang dia tidak ingin tinggal denganku. Jisung bilang dia ingin ke kota bersama ayahnya." Haechan menjawab santai. Sudah terlalu kebal dengan rasa kecewanya.

"Bisa apa ketika seseorang yang lahir dari rahimku sendiri malah membuangku seperti ayahnya membuangku? Yah mungkin, dua lelaki itu bukanlah milikku seutuhnya. Sehingga Tuhan mengambilnya dengan cara seperi ini."

sad movie ⑅ markhyuck versTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang